Setiap aktivitas kehidupan di dunia ini memang sangat membutuhkan yang namanya keberkahan, entah dalam kode untuk dinikmati atau dimanfaatkan. Sebab tidak banyak negara atau daerah di dunia ini dimanjakan oleh keadaan alamnya.Â
Panorama yang membius, desir angin yang bercanda dengan pepohonan, hijaunya gunung-gemunung serta birunya laut, dengan cuaca yang terus bersahabat. Ditambah lagi dengan kandungan kekayaan sumber daya alam di atas bumi dan di perut bumi yang mengundang banyak pihak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasinya.
Negeri nan elok dan megah laksana negeri dongeng...
Mungkin kita berpikir, daerah ini pasti sejahtera dengan sumber daya alamnya melimpah ruah dan panoramanya yang sungguh memikat hati. Tapi, kenyataannya belum tentu menjanjikan kesejahteraan. Kita ambil contoh dalam film Blood Diamond, yang dibintangi oleh Leonardo DiCaprio.Â
Ada seklumit makna dari film ini, antara lain berlian adalah sebuah benda yang indah tak seindah bagaimana proses berlian itu sampai ke toko perhiasan. Ternyata, berlian yang silau berwarna merah jambu itu tertanam di dalam tanah yang mengalir tumpah darah penduduk pribumi.Â
Alhasil berlian itu tidak menjadi sumber kesejahteraan bagi rakyat, melainkan menjadi sumber penderitaan yang tidak ada habisnya. Penggunaanya bukan untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat, melainkan dijadikan komoditas yang diperdagangkan untuk membiayai perang saudara.
Jika kita amati dan hayati betul, kepekaan kita akan keberkahan alam sangat diperlukan dalam membangun peradaban dan melestarikan alam. Kuncinya adalah keberanian, kepedulian, dan kepemimpinan yang pro rakyat, pro alam, dan pro dalam segala kepositifan. Intinya memanusiakan manusia agar kita dianggap manusia sejati.
Memanusiakan manusia berarti melakukan pembangunan yang layak dan selayaknya untuk masyarakat pribumi. Dan mengikutsertakan mereka dalam pembangunan yang berkelanjutan tersebut. Agar dalam jangka panjang mereka bisa membangun dirinya, daerahnya, dan alamnya sendiri. Pola pikir kita akan adanya alam harus lebih bijak dan lestari demi munculnya peradaban baru yang lebih eksotis, menarik, dan ramah, seperti lagunya Gombloh di bawah ini:
Lestari Alamku Lestari Desaku
Di mana Tuhanku Menitipkan Aku
Nyanyi Bocah-bocah di Kala Purnama
Nyanyikan Pujaan untuk Nusa
Damai Saudaraku Suburlah Bumiku
Kuingat Ibuku Dongengkan Cerita
Kisah tentang Jaya Nusantara Lama
Tentram Kartaraharja di Sana
Alam adalah sebuah titipan, alam adalah sumber daya yang dapat dinikmati, dimanfaatkan, serta dijadikan tempat merenung saat kita sedang gundah. Tapi kini,
Mengapa Tanahku Rawan Ini
Bukit-Bukit Telanjang Berdiri
Pohon dan Rumput Enggan Bersemi Kembali
Burung-Burung pun Malu BernyanyiÂ
Tanah keberkahan kita semakin tandus dan tidak seimbang, mungkin ini akibat keserakahan manusia yang terus-menerus membuatnya lalai akan keseimbangan alam. Mereka semakin Konsumtif, egois, dan keras kepala, sehingga alam jadi korban keserakahan mereka.
Kuingin Bukitku Hijau Kembali
Semenung pun Tak Sabar Menanti
Doa kan Kuucapkan Hari Demi Hari
Kapankah Hati Ini Kapan Lagi
Demi merawat keberkahan alam, kita harus bersatu membangun pola pikir yang toleransi terhadap alam. Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Toleransi bisa berwujud Habluminal alam atau hubungan manusia dengan alam. Hal ini telah diterangkan dalam Al-Qur’an bahwa manusia mempunyai tugas untuk melestarikan dan merawat keberkahan alam.
Wallahu a’lam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H