Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Seorang yang suka sekali menulis

"Kurang Cerdas Dapat Diperbaiki Dengan Belajar. Kurang Cakap Dapat Dihilangkan Dengan Pengalaman. Namun Tidak Jujur Itu Sulit Diperbaiki." (Moh. Hatta)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dampak Pergaulan Bebas bagi Anak

1 Mei 2019   10:54 Diperbarui: 8 Mei 2019   09:10 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seks itu kebutuhan seperti layaknya kita setiap hari perlu makan," kata seorang teman anak saya. 

Pada suatu hari anak saya bercerita tentang temannya tentang pergaulan bebas yang dijalaninya. Saya hanya tersenyum sambil memandang anak saya yang terus bercerita tentang pengalaman yang dia dapatkan dari temannya itu. Saya tidak merespon apapun hanya sekali-sekali mengucapkan beberapa guyonan kepada dia, sambil terus berusaha menyimpulkan dari pembicaraan itu, saya ingin mengetahui apa pendapat dia tentang pergaulan bebas temannya itu.

Pada saat ini sudah memasuki liburan sekolah panjang, tentunya waktu-waktu seperti ini banyak dimanfaatkan oleh anak-anak untuk melakukan berbagai aktifitas setelah selama satu semester menimba ilmu di sekolah. Tentunya intensitas penggunaan handphone oleh anak-anak akan semakin meningkat. Baik untuk bermain game atau sekedar chating dengan teman-teman mereka, dan masih banyak hal lainnya yang dimana semua itu di luar dari kontrol kita sebagai orang tua. Kita mungkin senang melihat anak-anak kita di rumah tapi kita terkadang tidak menyadari apa yang sedang mereka lakukan dengan handphone mereka.

Masa pubertas yang dialami oleh anak-anak yang beranjak dewasa atau sering kita sebut dengan remaja tentunya menyebabkan banyak perubahan yang terjadi pada diri mereka, baik secara fisik maupun psikologis. Remaja memiliki keingintahuan yang tinggi dan mencoba mengenai sesuatu hal, hingga sering kali tidak dapat menyikapi dan mengendalikannya dengan bijak, contohnya emosi.

Pergaulan bebas dapat disebabkan oleh lingkungan keluarga yang kurang harmonis. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, orang tua yang sering mengalami percekcokan, menyebabkan anak-anak  tidak mendapatkan perhatian dari orang tua dan mereka merasa tidak betah di rumah. Terkadang kita sebagai orang tua berpikir bahwa kita telah bekerja keras dan memenuhi kewajiban kepada anak untuk membiayai semua kebutuhan mereka dengan mengatasnamakan cinta. 

Hal lainnya bukanlah urusan orang tua. Namun sebenarnya bukan itu saja yang dibutuhkan oleh anak. Anak ingin berbagi cerita dari apa yang mereka temukan pada hari itu. Layaknya seorang teman dan mendiskusikannya. Siapa lagi yang dapat dipercaya oleh mereka selain keluarga sendiri. 

Beberapa kasus yang pernah saya alami adalah seorang siswi SMP yang tertangkap oleh Satpol PP bersama teman dekatnya yang disebut sebagai pacar, pada jam-jam seharusnya dia bersekolah namun mereka asik berpacaran di dekat sebuah Bak Penampungan Sampah. Setelah kami coba wawancari, ternyata siswi SMP ini mengaku telah beberapa kali melakukan hubungan badan di kost rumah pacarnya tersebut. Karena pacarnya tersebut adalah dewasa atau telah berumur di atas 18 tahun.

Akhirnya sang pacar harus diproses secara hukum oleh pihak kepolisian. Belum sampai disini, saya bingung untuk mengatakan harus terharu ataukah miris. Selama sang pacar dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian, siswi SMP ini senantiasa mengunjungi sang pacar, dan terus meminta kepada orang tuanya untuk membebaskan pacarnya tersebut jika tidak, dia mengancam akan membunuh diri. 

Secara terpisah pada kantor dinas dimana saya bekerja mewawancari siswi tersebut dan bertanya mengapa hal tersebut dia lakukan. Siswi tersebut mengatakan bahwa hanya pacarnya itu yang bisa mengerti dia. Di rumah, orang tua sering ribut dan akhirnya dia sering di marahi untuk hal-hal yang tidak jelas bagi dia. Dia merasa "nyaman" setiap di dekat sang pacar.

Ini baru satu contoh, masih ada lagi contoh kasus dimana anak siswa-siswi SMA/SMK yang melakukan hubungan badan dan video mereka tersebar di media online, hanya karena teman salah satu siswa-siswi itu meminjam handphone mereka dan tanpa sengaja mendapatkan video tersebut dan menyebarkannya. Dan masih banyak lagi kasus-kasus seperti ini terjadi di kota saya.

Disetiap kesempatan bertemu dengan siswa-siswi sekolah saya selalu menjelaskan tentang norma-norma yang ada dalam masyarakat (lebih jelas mengenai hal itu dapat lihat tulisan saya tentang "Norma-Norma Dalam Masayarakat"). Siswa-siswi sekolah hampir semuanya paham akan konsekuensi hukum yang mereka terima jika melakukan suatu kesalahan, namun masih banyak yang tidak memahami bahwa bukan sekedar konsekuensi hukum yang dapat mereka rasakan, tetapi norma-norma yang ada dalam masyarakat seperti norma agama, norma kesopanan, kesusilaan, dan lain-lain dapat memberikan sanksi yang jauh lebih dari sekedar sanksi hukuman fisik semata. Belum lagi dampak lain yang mereka harus terima akibat dari perbuatan yang mereka.

1. Labelling (cap jelek)

Berkaca dengan sebuah kasus yang sama, seorang anak SD kelas 6 hamil karena perbuatan keluarganya sendiri. Pada saat itu pula, dia tidak lagi dapat melanjutkan sekolah karena semua teman disekolah mengetahui hal tersebut. Bayangkan perasaan orang tua siswi tersebut. Bayangkan bagaimana lingkungan sekitar dia tinggal. "satu kesalahan cukup untuk menutupi seribu kebaikan dalam diri kita." 

Kita tidak dapat memungkiri bahwa kita hidup tidak sendirian tetapi di dalam sebuah masyarakat, dimana perilaku dan tindakan kita akan senantiasa menjadi perhatian. Hal terberat di saat kita melakukan kesalahan tersebut, kita akan berhadapan dengan keluarga setiap hari yang senantiasa menjadi tempat kita bercermin atas kesalahan tersebut dan kita akan terus hidup dalam sebuah penyesalan.

2. Psikologis terganggu

Walau mungkin orang tua kita mau menerima kita apa adanya. Namun kita senantiasa merasakan penyesalan terhadap hal itu. Akan selalu ada rasa ketakutan di saat kita berjalan atau bersosialisasi dengan lingkungan. kita akan merasa bahwa tidak ada lagi respect dari orang di sekitar. Dan akhirnya kita akan mencari lingkungan baru yang sekiranya dapat menerima kita, yang pada akhirnya akan menjerumuskan kita lebih dalam lagi kepada hal-hal negatif lainnya. Akhirnya tertanam dalam diri kita "my life is my rule." 

3. Minat Sekolah Menurun

Akibat dari apa yang kita perbuat, akhirnya kita memutuskan untuk pindah sekolah ke sekolah yang baru. Butuh penyesuaian lagi dengan teman-teman, guru dan pelajaran yang ada. Namun rasa kecemasan dalam diri akan selalu ada bahwa di tempat yang baru ini, orang mengetahui juga alasan mengapa kita pindah kesini. Kondisi ini membuat kita menjadi malas untuk ke sekolah.

4. Kesehatan

Penyakit kebanyakan yang menyerang perempuan dan sangat beresiko adalah terkena kanker serviks dan rahim, apalagi hubungan badan dilakukan oleh mereka yang berusia di bawah 17 tahun dengan pasangan yang berbeda-beda. Selain itu resiko kemandulan, infeksi lapisan rahim dan masih banyak lainnya.

Penulis banyak berdiskusi baik dengan anak-anak dan tim psikolog yang ada di kantor dinas terkait hal ini semua. Ada beberapa point yang ingin penulis sampaikan sebagai berikut:

1. Kurangnya pengetahuan orang tua khususnya terkait cara mendidik anak-anak pada jaman milenial ini. 

2. Masih ada guru-guru BK yang belum memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak didik dalam menghadapi kenakalan anak di sekolah.

3. Masih banyak anak-anak di usia sekolah yang belum mendapatkan pengetahuan dari dampak atau konsekuensi yang akan diterima dalam melakukan suatu kenakalan anak.

4. Waktu belajar anak yang masih terlalu lama, belum lagi ditambah dengan les tambahan, kursus dan mengerjakan tugas sekolah yang menyebabkan anak-anak tidak memiliki waktu yang cukup untuk bersosialisasi di masyarakat  sebagai wadah mereka mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berharga bagi masa depan mereka.  

Tentunya semua ini perlu peran serta dari kita semua sebagai bagian masyarakat yang peduli dengan anak-anak di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun