Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2 Tahun 2023, Prodi PPG Sekolah Pascasarjana UM

Saya memiliki ketertarikan pada bidang sejarah, sosial, politik, pemerintahan, hukum dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasionalisme di Britania Raya: Sejarah, Perkembangan, Pengaruhnya

21 Juni 2024   00:15 Diperbarui: 21 Juni 2024   00:15 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejarah Munculnya Nasionalisme di Britania (Scotish, Irish, Wales)

Istilah British digunakan untuk merujuk pada suatu identitas nasional orang-orang Britan. Atau untuk menggambarkan identitas bangsa Britania, yaitu Inggris, Skotlandia (Scotish), Wales (Wales), Irlandia Utara (Norhern Ireland). Terbentuknya suatu identitas nasional tersebut tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang Britania Raya. Sebelum munculnya nasionalisme di British atau terbentuknya Britania Raya (The Great Britan) atau United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland, wilayah tersebut sudah menjadi pemukiman bahkan sejak periode prasejarah. Salah satu bukti adanya pemukiman dimasa prasejarah adalah ditemukannya ukiran rusa tertua di Skotlandia yang diperkirakan ada sejak 4.000 dan 5.000 tahun yang lalu (Priambodo, 2021). Hal tersebut menandakan adanya populasi yang sudah terbentuk dan terus berkembang diwilayah-wilayah yang kini menjadi bagian dari Britania Raya.


Sebelum adanya suatu identitas nasional yang menyatukan Britania, Britania pada dasarnya sudah ditempati oleh penduduk asli yang menetap dan bermukim (Budhyono dkk, 2004). Dalam salah satu puisi berjudul The British karangan Benjamin Zephaniah (seorang penulis drama, puisi, dan novel dari Jamaika) menyebut secara singkat gambaran sejarah Britania. Dalam puisi tersebut dijelaskan adanya bangsa yang menetap di Britania sebelum Britania muncul sebagai suatu kesatuan dan belum didatangi oleh bangsa asing.


Bangsa asli yang telah lama mendiami Britania meliputi Bangsa Pict, Celts, dan Silures (dalam Rasus Budhyono). Bangsa Pict sendiri merupakan bangsa yang menetap di wilayah Skotlandia pada akhir zaman besi dan awal abad pertengahan. Bangsa Pict diperkirakan mendiami wilayah Skotlandia bahkan jauh sejak 10.000 tahun yang lalu (nationalgeographic.org). Kata Pict merujuk pada orang-orang dari bangsa tersebut yang memiliki kecenderungan mentato tubuhnya, sehingga bangsa tersebut juga disebut sebagai bangsa bertato.
Pada periode berikutnya, wilayah Britania mendapat pengaruh akibat dikuasai oleh Romawi. Sebelumnya wilayah Britania merupakan wilayah incaran dari Kekaisaran Romawi. Secara singkat adanya invasi tersebut membawa pengaruh terhadap kebudayaan yang berkembang di Britania. Namun, hal tersebut berakhir dengan runtuhnya kekaisaran Roma. Runtuhnya Kekaisaran Roma tersebut kemudian memunculkan kelompok-kelompok kesukuan yang melakukan invasi diwilayah-wilayah Britania. Setelah kelompok-kelompok tersebut melakukan penaklukan, kelompok-kelompok tersebut berkembang menjadi negara kuno yang feodal (Dewi, 2008: 4). Di wilayah Eropa barat sendiri, runtuhnya Kekaisaran Roma menjadi awal terbentuknya nasionalisme dan identitas nasional di tengah masyarakat Eropa, khususnya Eropa Barat.


Britania kemudian menjadi wilayah yang didatangi oleh bangsa asing, yaitu bangsa dari wilayah Eropa.  Bangsa di luar Britania tersebut datang dan menetap sehingga berbaur dengan bangsa asli di Britania. Misalnya orang-orang Jerman yang disebut sebagai Angles, Jute, dan Saxon (nationalgeographic.org). Wilayah yang tumbuh menjadi Wales merupakan wilayah koloni yang ditempati oleh Anglo-Saxon. Anglo-Saxon kemudian di satukan dan membentuk Kerajaan Inggris pada Abad ke-10 Masehi. Sedangkan wilayah Skotlandia awalnya merupakan wilayah pemukiman bangsa Pict didatangi oleh koloni Inggris yang melakukan migrasi. Koloni Inggris dan Bangsa Pict tersebut kemudian bersatu dan membentuk Kerajaan Skotlandia pada Abad ke-9 Masehi. Selain itu, Britania juga didatangi oleh bangsa Normandia yang berusaha mengambil alih beberapa wilayah dan memberikan pengaruhnya, seperti menaklukkan sebagian Wales.


Nasionalisme yang muncul di British atau Britania Raya dianggap sebagai nasionalisme yang memiliki pengaruh besar ke wilayah-wilayah lainnya. Nasionalisme di Inggris misalnya menjadi akar dari nasionalisme di negara-negara Barat (Hafidhoh, 2018). Munculnya nasionalisme secara umum merupakan bentuk dari reaksi terhadap feodalisme dalam kehidupan barat (Dewi, 2018). Di mana suatu negara dipersatukan atas dasar kesetiaan pada tokoh bangsawan tertentu, agama atau negara yang dikepalai raja dari suatu dinasti. Hal yang sama pada kemunculan nasionalisme di Britania, yang menjadi bentuk protes atas feodalisme kerajaan-kerajaan yang berdiri di Britania.


Barbara Ward (1983) mengemukakan bahwa keruntuhan kekaisaran Roma dan dilanjut dengan terbentuknya negara-negara feodal menjadi iklim terbentuknya nasionalisme di negara-negara Eropa Barat. Termasuk pula di Inggris, dan beberapa negara seperti Prancis dan Spanyol. Di Britania, feodalisme muncul dari Pangeran-pangeran Inggris (Ward, 1983). Protes terhadap feodalisme tersebut kemudian didukung dengan berbagai kemajuan pemikiran setelah abad kegelapan. Britania yang terus mengalami kemajuan setelah kedatangan orang-orang Normandia kemudian mengalami manifestasi nasionalisme untuk pertama kalinya. Bangsa-bangsa di Britania, terutama penutur Anglo-Saxon bersatu dan membentuk kohesi yang terpisah dari negara lain. Munculnya manifestasi nasionalisme tersebut juga dipengaruhi adanya pemikiran kebebasan setalah revolusi Puritan di Inggris pada Abad ke-16. Pemikiran-pemikiran tentang kebebasan dan hak milik mulai diperjuangkan untuk melawan feodalisme. Kemunculan nasionalisme Abad 17 inilah yang kemudian turut memantik munculnya nasionalisme di Amerika dan Eropa.  


Skotlandia, Inggris, dan Irlandia kemudian bersatu dalam penyatuan personal di tahun 1603. Meskipun demikian ketiga kerajaan tersebut tetap menjadi entitas politik yang terpisah dengan pengaturan politik yang juga terpisah. Sistem politik yang digunakan adalah sistem monarki absolut. Adanya berbagai konflik kemudian membuat tergulingnya sistem monarki absolut dan digantikan dengan sistem republik kesatuan yang disebut sebagai persemakmuran. Pada pertengahan Abad ke-17, Konstitusi Britania kemudian dikembangkan berdasarkan monarki konstitusional dan sistem parlementer. Kerajaan Britania Raya kemudian terbentuk setelah penyatuan Kerajaan Inggris, Skotlandia, dan Irlandia secara konstitusional, yaitu pada tanggal 1 Mei 1707. Perjanjian Kesatuan Britania raya tersebut disetujui dan disahkan pada tanggal 22 Juli 1706 oleh Parlemen Inggris dan Skotlandia dalam Undang-Undang Kesatuan 1707.

 
Perjanjian Kesatuan Britania Raya (Inggris, Skotlandia, Irlandia)
Pada akhir abad ke-18 nasionalisme telah menjadi salah satu kekuatan terbesar di dunia (Mestoko, 1988).  Adanya nasionalisme di Britania menguatkan ambisinya untuk membentuk imperium. Praktik eksploitasi kolonial atau imperealisme mulai dilakukan, sehingga terbentuklah imperium-imperium Britania. Pada abad ke-18 tersebut, Britania Raya juga memberikan peran yang begitu penting, seperti unggul dalam penemuan-penemuan ilmiah, perdagangan dan dalam perkembangan pemikiran.

Perkembangan Nasionalisme di Britania
Nasioanlisme bangsa Inggris pada dasarnya lahir karena keinginan mempertahankan kejayaan dan mempertahakan kekuasaan. Hal tersebut terlihat dari semangat kepahlawanan dan patriortik bangsa Inggris yang didukung oleh semboyan “Righ or Wrong, England is my country” (benar atau salah adalah negaraku) atau “Britania rules the wabes” (Inggris menguasai Lautan).  Semangat nasionalisme yang didengungkan Inggris tidak dirasakan oleh bangsa-bangsa jajahannya. Rakyat di wilayah-wilayah jajahan Inggris merupakan kehadiran yang membuat penderitaan yang besar, karena hegemoni Inggris secara tidak langsung menumbuhkan perlawanan kekuasaan Inggris. Hal tersebut menjadi cikal bakal nasionalisme di Barat karena penemuan-penemuan ilmiah, perdagangan dan perkembangan pemikiran serta aktivitas politik (Nasution, 2018).


Menurut Watts (2003) dalam Khairul (2016) Konsep negara Monarki yang berbentuk parlementer dengan Ratu sebagai kepala negara, dan perdana menteri sebagai pemerintah, dalam hal ini di perdana menteri adalah struktur yang bertanggung jawab untuk mengurus administrasi pemerintah dan pelaksanaan hukum yang dibuat oleh legislatif. Pada awalnya Skotlandia mengalami krisis saat memulai skema darien, skema tersebut merupakan upaya kerajaan mendirikan koloni (Kaledonia) di tanah gentian Panama pada akhir tahun 1690-an mengikut serta dalam perdagangan dunia. 1 Mei 1707 Skotlandia resmi bergabung secara politik dengan kerajaan Inggris yang dipimpin oleh James VI raja Inggris yang mewarisi tahta pada tahun 1603.


Terdapat UU pengesahan penyatuan kedua pihak yakni resmi kerajan Britian Raya dan Irlandia dikenal sebagai nama “United Kingdom”. Pada tahun 1999, terbentuknya legislatif devolutif parlemen Skotlandia yang mempunyai kewenangan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam negeri tanpa campur tangan Britian Raya, tersebut disebut privat. Terpisahnya Lembaga hukum, Pendidikan, keagamaan skotlandia dari negara konstitusional Britian yang pernah ikut andil terhadap berkesinabungan penyatuan indentitas nasional sejak penyatuan 1707. Menyatunya dengan Inggris, skotlandia mempunyai parlemen sendiri dan budayanya tetap terjaga. Contohnya adalah bahasa nasional memakai bahasa Inggris (Pangestu, 2015).


Penggabungan Skotlandia dan Inggris yang berkisar sekitar 307 tahun dan berakhir pada tahun 2014, kerajaan Skotlandia ingin mengadakan referendum yang akan memisahkan mereka dengan Kerajaan Inggris. Ketidakpuasan pengelolaan ekonomi setelah penyatuan dengan Britian Raya menadi cikal bakal terjadinya referendum. Terlebih ketika tahun 1999 terjadinya krisis skotlandia menanggung utang yang dimiliki Britian Raya. Diadakan National Conversation yang membahas tentang masalah-masalah konstitusional sehingga diusulkan untuk peningkatan kewenangan parlemen skotlandia, feralisme, dan pelaksanaan referendum kemerdekaan Skotlandia dari Britian Raya. Pemerintah Skotlandia dalam upaya tersebut mengambil hati masyarakat dengan membuat buku kemerdekaan dengan judul Scotland Future terdapat penjabaran alasan terjadinya referendum tahun 2014 yakni menjadikan skotlandia lebih demokratis, membangun negara yang lebih makmur, menjadi masyarakat yang lebih adil. Pada September 2014 pemungutan suara pada referendum tersebut menunjukan skotlandia gagal menjadi negara mandiri (Pangestu, 2015).
Nasional Barat Sebagian diwarnai oleh semangat etnis sehingga menjadi nasionalisme yang agresig dan ekspansif. Nasionalime setelah perang dunia II Dan memasuki tatanan dunia baru dengan terbentuknya PBB, Maka ekspresi nasionalisme bangsa-bangsa diwarnai oleh semangat mewujidkan perdamaian dan ketertiban dunia, menegakan kebebasan bangsa-bansa serta Kerjasama dengan saling menghormati dan menguntungkan, Di negara bagian barat terjadi perubahan kea rah nasionalisme yang mewudjkan kesejateraan walfare state, koreksi terhadap kapitalime dan kehidupan antar banfsa yang dandasi oleh penegakan hukum (Nusarastriya, 2015).

Dampak Nasionalisme di Britania
Pada abad ke-17 dan abad ke-18 ini setelah melewati perang revolusi dan perang nopoloen ini, britania raya tersebentuk dan sebagai hasil penyatuan dari politik kerajaan inggris dan scotlandia. Kemudian britania raya kembali muncul yang memiliki angkatan polisi serta perkembangan ekonomi yang maju pesat pada abad 19. Pada abad ke-19 merupakan momen pertumbuhan ekonomi bagi britania raya. Namun pada 1970 scotlandia yang mempunyai gas serta minyak yang merupakan perekonomian utama. Namun britania raya gagal dalam memberikan pelayanan yang efektif dalam sumber minya serta gas untuk scotlandia, britania raya yang menjalankan serta yang mengoperasikan sumber minya dan gas. Sehingga tidak adanya keseimbangan ekonomi di Negara scotlandia(Rinaldo Dwi.2021)


Pada abad ke-19 britania menempati posisi yang penting dalam dunia politik. Britania merupakan salah satu pendiri Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kemudian britania merupakan salah satu dari lima Negara yang menjadi dewan keamanan perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini memberikan posisi yang penting bagi britania, serta memberikan otoritas untuk menjaga keamanan Negara (Muhammad Rangga.2016) Namun dengan posisi penting tersebut tidak membuat Negara seperi scotlandia juga mempunyai otoritas yang sama. Scotlandia yang merupakan subnegara britania memiliki langkah yang terbatas, dikarenakan tidak memiliki suara langsung di PBB untuk mengambil suatu tindakan. Kemudian britania memiliki alat-alat milter yang lengkap serta canggih yang dimana militer tersebut akan melindungi masyarakat serta wilayah yang disekitar britania(Rinaldo Dwi. 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun