Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2 Tahun 2023, Prodi PPG Sekolah Pascasarjana UM

Saya memiliki ketertarikan pada bidang sejarah, sosial, politik, pemerintahan, hukum dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Sosial terhadap Jugun Ianfu di Pulau Jawa (1942-1945)

20 Juni 2024   19:40 Diperbarui: 20 Juni 2024   19:46 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keadaan Sosial Pulau Jawa Tahun 1942-1945
Pendudukan Jepang di Jawa yang menggunakan sistem militer seperti daerah lain di Indonesia menyebabkan perubahan keadaan sosial masyarakat. Hal itu terjadi karena Jepang sendiri memiliki tujuan utama dalam pendudukan di Indonesia. Tujuan utama Jepang meliputi dua hal, yakni; menghapus pengaruh barat di Indonesia dan memobilisasi rakyat untuk kepentingan perang Jepang. Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Jawa dapat dikatakan sangat signifikan, yang mana memberikan dampak dalam kehidupan masyarakat Jawa itu sendiri. Dampak yang dapat dirasakan adalah adanya perubahan stratifikasi sosial, penerapan sistem Tonarigumi(Rukun Tetangga), penerapan kerja bakti(Kinrohosi), penerapan tenaga kerja sukarela(Romusha), serta kebijakan wanita penghibur(Jugun Ianfu).


Perubahan stratifikasi sosial banyak mempengaruhi berbagai kelompok sosial yang ada di Jawa. Kelompok sosial yang banyak mengalami perubahan adalah guru. Masa pendudukan bala tentara Jepang tidak ada perbedaan antara sekolah untuk anak biasa dan anak priyayi. Hal ini menyebabkan guru mempunyai kedudukan yang lebih baik di masyarakat. Selain guru, para ulama, golongan intelektual dan para pemuda mendapat kedudukan yang cukup penting, sebab mempunyai pengaruh yang besar di masyarakat. Kedudukan elite religius mengalami perbaikan atau dihormati juga seperti elite priyayi dan elite nasionalis. Golongan Cina tidak lagi menikmati kekuasaan dan hak-hak istimewa meupun prestise seperti pada zaman penjajahan Belanda. Dengan demikian, masa pendudukan bala tentara Jepang di Indonesia telah banyak membawa perubahan- perubahan pada struktur sosial masyarakat. Di maana terlihat adanya golongan yang naik dan golongan yang turun status sosialnya. Perubahan itu terciptanya karena berdasarkan kepentingan pemerintah militer Jepang.


Jepang dalam merubah sistem sosial yang ada, juga tidak lupa mengatur kehidupan bertetangga. Hal itu dapat dilihat dari pendirian Tonarigumi, merupakan sistem yang mengatur tentang kehidupan masyarakat untuk mengatur pengumpulan setoran dan mengawasi gerak–gerik masyarakat. Sistem ini merupakan cikal bakal dari sistem rukun tetangga dan rukun warga yang ada di masyarakat Indonesia modern. Sistem ini terdiri dari sepuluh sampai duapuluh kepala keluarga. Dengan adanya sistem ini, Jepang dapat lebih mudah dalam mengadakan mobilisasi rakyat. Mobilisasi ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, memang pada dasarnya mobilisasi ini digerakkan dalam bidang militer. Tetapi mobilisasi juga terjadi dalam masyarakat sipil, seperti penggerakan sukarelawan (Romusha). Romusha merupakan sebuah sukarelawan yang bertugas untuk bekerja secara sukarela untuk kepentingan Jepang. Romusha biasanya terdiri atas pria–pria dewasa yang sehat dan akan dikirim di seluruh wilayah pendudukan Jepang. Tetapi dalam pelaksanaannya rakyat dipaksa untuk mengikuti romusha dan menyebabkan masyarakat kekurangan tenaga kerja. Selain itu kerja sukarela tersebut dilakukan terus menerus tanpa adanya istirahat. Selain mobilisasi Romusha, Jepang juga memobilisasi perempuan untuk kepentingan seksual, yakni sebagai wanita penghibur(Jugun Ianfu). Jugun-Ianfu adalah wanita, baik yang sudah menikah maupun belum menikah, yang dipaksa melayani kebutuhan seksual bangsa Jepang untuk mencapai tujuan utama, yaitu memenangkan peperangan (Juningsih, 1999: 23). Jugun Ianfu dalam pelaksanaannya memang secara paksaan, dan ditempatkan diberbagai tempat. Mereka bertugas untuk melayani kebutuhan seksual serdadu Jepang, dalam hal ini Jepang berpandangan bahwa Berhubungan seksual merupakan saat “pembebasan” bagi setiap individu sehabis bertempur, sehingga bersetubuh merupakan sebuah “oasis” bagi mereka (Hicks, 1994: 259).


Penerapan beberapa kebijakan Jepang di atas merupakan bentuk upaya penguasaan secara lebih dalam di masyarakat Jawa. Perubahan stratifikasi dan penerapan kebijakan tersebut menyebabkan terjadinya keadaan sosial yang amat sangat berbeda dibandingkan masa kolonial Belanda. Adanya Romusha dan Jugun Ianfu menyebabkan terjadinya kerusakan moral di masyarakat serta kurangnya kebutuhan tenaga kerja didaerah yang diambil. Hal itu menyebabkan menurunnya produksi pertanian dan menyebabkan kesulitan bahan pangan. Tetapi meskipun demikian, sistem sosial yang diterapkan Jepang seperti perubahan stratifikasi dan penerapan rukun warga memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia di kemudian hari.

Analisis Sosial Terhadap Jugun Ianfu Di Pulau Jawa Tahun 1942-1945
Jugun Ianfu Berasal dari kata Ju= ikut, Gun= Militer sedangkan Ian= Penghibur, Fu = Perempuan. Kaum perempuan yang direkrut untuk menjadi Jugun Ianfu bukan hanya perempuan yang berasal dari kalangan bawah saja, tetapi juga terdapat perempuan dari kalangan atas. Kaum perempuan yang berasal dari kalangan atas dijanjikan untuk mendapatkan beasiswa sekolah di Tokyo. Hal tersebut dapat meyakinkan para perempuan bahwa mereka akan disekolahkan. Para wanita yang dijadikan Jugun Ianfu usianya masih relatif muda yakni antara 12 sampai 30 tahun, utamanya adalah para gadis-gadis desa. Ada pun tempat untuk menampung para Jugun Ianfu itu bernama Lanjo yang berasal dari Lan = Hiburan dan Jo = Tempat. Barak-barak militer tentara Jepang yang berdiri di suatu wilayah yang diduduki tempatnya selalu berdekatan dengan Lanjo-Lanjo Jugun Ianfu. Alasannya agar pihak militer dapat mengawasi aktifitas seksual prajuritnya.

Jugun Ianfu merupakan bentuk eksploitasi terhadap perempuan yang dilakukan Jepang pada masa pendudukannya. Tidak hanya di Indonesia tetapi di negara-negara yang diduduki Jepang pun terdapat Jugun Ianfu. Tujuannya adalah agar tentara Jepang tidak melakukan hubungan seksual dengan pelacur atau melakukan kekerasan terhadap perempuan pribumi. Hal inilah memicu banyak tentara Jepang yang terkena penyakit kelamin. Kejadian tersebut menyulitkan pemerintah Jepang dalam melakukan ekspansinya ke daerah lainnya, karena dapat mengganggu mental para tentaranya. Sehingga pemerintah harus mensterilkan tempat-tempat pelacuran, yaitu dengan membuat tempat khusus bagi para tentaranya. Kemudian mengurangi tindak pemerkosaan terhadap penduduk. Kebutuhan tentara Jepang terhadap perempuan menyebabkan pemerintah Jepang harus mendirikan barak-barak khusus perempuan yang berdampingan dengan barak tentara di garis depan.



Perempuan Indonesia dijadikan Jugun Ianfu dengan cara ditipu. Misalnya dengan iming-iming diberi pekerjaan ataupun beasiswa pendidikan. Mereka dikumpulkan di rumah khusus dengan penjagaan militer yang super ketat. Rumah dikenal sebagai pusat hiburan. Setiap hari, para Jugun Ianfu harus menunggu tamu dan harus memberikan pelayanan yang tidak mereka kehendaki. Para Jugun Ianfu dieksploitasi baik secara fisik maupun psikologis. Setiap Jugun Ianfu dipaksa untuk melayani 10-20 tentara Jepang setiap harinya. Tubuh mereka dijadikan sebagai objek seks. Selain itu, mereka juga akan mengalami kekerasan fisik selama melayani para tentara dan sipil Jepang. Hal ini menyebabkan beberapa Jugun Ianfu menderita luka-luka pada tubuh mereka. Jika ada Jugun Ianfu yang hamil. Ia akan dipaksa menggugurkan kandunganya.

Dalam melayani tamu, Jugun Ianfu juga sering mendapat perlakuan kasar dan tidak manusiawi. Fakta diatas terbukti dalam sejarah dan jelas menunjukan bila Jugun Ianfu bukanlah praktik pelacuran. Sistem ini diselenggarakan sekaligus untuk menghindari berjangkitnya penyakit kelamin di kalangan militer Jepang. Juga menghindari terjadinya konflik di wilayah kekuasaan yang dikuasai militer Jepang. Jadi praktik Jugun Ianfu adalah kegiatan yang secara intensif dan sistematik yang menjadi bagian dari setrategi penjajahan militer Jepang yang merupakan pelanggaran besar terhadap hak asasi manusia dan undang-undang peperangan.

Praktek pergundikan pada masa Jepang benar-benar dilegalkan dimana kepuasan seks para tentara Jepang sangat mempengaruhi kinerja para tentara. Perekrutan Jugun Ianfu juga terkesan tertutup di bawah tanah dengan kepala pejabat seperti lurah, camat dan kepala desa sebagai orang yang merekrut. Para pemimpin tingkat bawah lah yang paling berperan dalam perekrutan. pencari atau pengumpul calon Jugun Ianfu adalah kepala Desa atau Tonarigumi. Kepala Desa atau Tonarigumi sering diwajibkan untuk mengumpulkan wanita dalam jumlah tertentu. Mereka bahkan diberi target perekrutan dan para penduduk tidak berani menolak

Salah satu faktor utama yang melatar belakngi adanya sistem Jugun Ianfu ini adalah Perang Dunia II. Peperangan yang terjadi antara tahun 1943-1945 membuat para tentara Jepang membutuhkan wanita untuk melepaskan kerinduan akan seks kepada pasangan-pasangan mereka di Jepang. Wanita-wanita pribumi kemudian dijadikan penggantinya. Hal inilah yang menjadi masa kelam para wanita Indonesia pada masa itu.

 

Dapat diketahui bahwa ada 2 cara dalam perekrutan. Pertama pengambilan paksa dan perkosaan di tempat. Cara pertama itu menimpa sebagian besar penduduk pedesaan seperti yang terjadi di Gunung Kidul Yogyakarta. Para wanita yang diambil tentara Jepang pada waktu itu sedang berada di ladang, di tengah perjalanan menuju ke pasar atau pulang ke rumah, di sungai untuk mandi, dan di rumah wanita itu sendiri. Para wanita yang diambil itu sebagian ada yang dibawa ke markas/barak dekat tempat tinggal wanita itu atau markas yang relatif jauh dari tempat tinggalnya, ke Yogyakarta, Bantul Kaliurang, Klaten, Semarang atau Magelang. Kedua tidak dipaksa, tetapi direkrut melalui seorang perantara, wanita yang direkrut diberi janji akan disekolahkan atau diberi pekerjaan, seperti menjadi pelayan restoran, tukang cuci dan masak, atau pemain sandiwara, itu semua merupakan tipu daya pemerintah Jepang untuk menarik minat perempuan yang akan di jadikan Jugun Ianfu.

Pola perekrutan yang dilakukan tentara Jepang untuk menjadikan perempuan sebagai Jugun Ianfu ada tiga cara perekrutan, antara lain.

  • 1)Pemaksaan melalui kekerasan fisik.
  • 2)Pemaksaan dengan cara menyebarkan perasaan takut dan ancaman kekerasan disertai tekanan psikologi.
  • 3)Pemaksaan dengan cara tipu daya dengan iming-iming akan diberi pekerjan dan janji untuk disekolahkan.

Dampak dari adanya Jugun Ianfu adalah mengakibatkan korban mengalami post traumatic stress disorder (PTSD). Gejala pertama adalah pengulangan peengalaman trauma, di mana korban selalu teringat akan peristiwa menyedihkan yang dialami, baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. Gejala kedua yang dialami korban adalah penghindaran dan mati rasa secara emosional. Korban selalu menghindar dari tempat dimana ia mengalami kekerasan seksual. Gejala ketiga yang dialami korban adalah sensitifitas yang meningkat. Peristiwa yang selalu teringat dan kadang terasa muncul kembali mengakibatkan korban mengalami susah tidur. Peristiwa masa lalunya juga mengakibatkan korban memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi dan membuat korban sulit untuk berkonsentrasi. Hal ini terlihat pada saat melakukan wawancara, korban selalu mengulang peristiwa yang dialaminya tersebut.

Kesimpulan

Jugun Ianfu merupakan praktek eksploitasi wanita dimasa penjajahan Jepang diIndonesia serta di beberapa daerah jajahan Jepang lainnya. Tak sedikit gadis desa yang direkrut untuk memuasakan hasrat para prajurit Jepang yang berada dimedan perang (Perang Dunia II). Tujuannya adalah menjaga agar prajurit atau tentara Jepang tersebut tetap mendapatkan kebutuhan seksualnya dengan keadaan yang aman dan terhindar dari ancaman penyakit seksual. Dengan iming-iming akan diberi pendidikan yang layak, gadis pribumi pun dengan mudah mengikuti siasat yang dilakukan Jepang. Bahkan Jepang juga berhasil merekrut para wanita Belanda dan keturunan Cina dengan memberikan janji beasiswa pendidikam di Tokyo. Disisi lain para Jugun iangu juga direkrut memggunakan cara kekerasan atau paksaan.

Kekerasan terhadap para Jugun Ianfu tidak berhenti begitu saja. Didalam Lanjo atau rumah hiburan yang disediakan Jepang, Jugun Ianfu dipaksa harus memuaskan tentara Jepang. Bukan dengan cara lembut, melainkan dengan cara kekerasan. Tidak sedikit pula mereka yang ditinggalkan setelah tugas mereka berakhir. Siksaan fisik yang mereka dapatkan menyebabkan banyak Jugun iangu yang mengalami luka fisik hingga mengalami kematian. Namun, kisah pilu tersebut tidak berhenti begitu saja. Luka mental atau prikis juga pasti mereka rasakan. Banyak dari mereka yang melakukan bunuh diri setelah ditinggalkan para tentara Jepang. Dan mereka yang menutuskan untuk terus melanjutkan hidup akan hidup dibawah trauma psikis. Ditambah pula lingkungan sosial yang juga mengucilkan para bekas Jugun Ianfu. Tak sedikit masyarakat yang memandang sebelah mata para bekas Jugun Ianfu. Menggambarkan bahwa dampak yang begitu besar dan berkelanjutan akibat praktik pergundikan tersebut.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa selayaknya ada perhatian kusus terhadap para bekas Jugun Ianfu. Mereka juga merupakan pahlawan yang secara tidak langsung memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka juga berhak mendapat ketenangan hidup seperti yang lainnya. Pemerintah diharap memberikan andil misalnya dengan memberikan dukungan moril dan materiil. Mereka juga membutuhkan pengobatan psikis untuk menghilangkan trauma yang dialaminya. Serta keberadaan Jugun Ianfu juga perlu diketahui oleh masyarakat. Bukan sebagaj sejarah kelam yang harus dilupakan dan menilai korbannya sebagai pribadi yang buruk. Sejarah tersebut perlu diajarkan dengan memberikan pandangan terhadap Hak Asasi Manusia yang perlu ditegakkan. Sehingga tidak terjadi pengucilan terhadap keberadaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun