Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2 Tahun 2023, Prodi PPG Sekolah Pascasarjana UM

Saya memiliki ketertarikan pada bidang sejarah, sosial, politik, pemerintahan, hukum dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Sosial terhadap Jugun Ianfu di Pulau Jawa (1942-1945)

20 Juni 2024   19:40 Diperbarui: 20 Juni 2024   19:46 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat diketahui bahwa ada 2 cara dalam perekrutan. Pertama pengambilan paksa dan perkosaan di tempat. Cara pertama itu menimpa sebagian besar penduduk pedesaan seperti yang terjadi di Gunung Kidul Yogyakarta. Para wanita yang diambil tentara Jepang pada waktu itu sedang berada di ladang, di tengah perjalanan menuju ke pasar atau pulang ke rumah, di sungai untuk mandi, dan di rumah wanita itu sendiri. Para wanita yang diambil itu sebagian ada yang dibawa ke markas/barak dekat tempat tinggal wanita itu atau markas yang relatif jauh dari tempat tinggalnya, ke Yogyakarta, Bantul Kaliurang, Klaten, Semarang atau Magelang. Kedua tidak dipaksa, tetapi direkrut melalui seorang perantara, wanita yang direkrut diberi janji akan disekolahkan atau diberi pekerjaan, seperti menjadi pelayan restoran, tukang cuci dan masak, atau pemain sandiwara, itu semua merupakan tipu daya pemerintah Jepang untuk menarik minat perempuan yang akan di jadikan Jugun Ianfu.

Pola perekrutan yang dilakukan tentara Jepang untuk menjadikan perempuan sebagai Jugun Ianfu ada tiga cara perekrutan, antara lain.

  • 1)Pemaksaan melalui kekerasan fisik.
  • 2)Pemaksaan dengan cara menyebarkan perasaan takut dan ancaman kekerasan disertai tekanan psikologi.
  • 3)Pemaksaan dengan cara tipu daya dengan iming-iming akan diberi pekerjan dan janji untuk disekolahkan.

Dampak dari adanya Jugun Ianfu adalah mengakibatkan korban mengalami post traumatic stress disorder (PTSD). Gejala pertama adalah pengulangan peengalaman trauma, di mana korban selalu teringat akan peristiwa menyedihkan yang dialami, baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. Gejala kedua yang dialami korban adalah penghindaran dan mati rasa secara emosional. Korban selalu menghindar dari tempat dimana ia mengalami kekerasan seksual. Gejala ketiga yang dialami korban adalah sensitifitas yang meningkat. Peristiwa yang selalu teringat dan kadang terasa muncul kembali mengakibatkan korban mengalami susah tidur. Peristiwa masa lalunya juga mengakibatkan korban memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi dan membuat korban sulit untuk berkonsentrasi. Hal ini terlihat pada saat melakukan wawancara, korban selalu mengulang peristiwa yang dialaminya tersebut.

Kesimpulan

Jugun Ianfu merupakan praktek eksploitasi wanita dimasa penjajahan Jepang diIndonesia serta di beberapa daerah jajahan Jepang lainnya. Tak sedikit gadis desa yang direkrut untuk memuasakan hasrat para prajurit Jepang yang berada dimedan perang (Perang Dunia II). Tujuannya adalah menjaga agar prajurit atau tentara Jepang tersebut tetap mendapatkan kebutuhan seksualnya dengan keadaan yang aman dan terhindar dari ancaman penyakit seksual. Dengan iming-iming akan diberi pendidikan yang layak, gadis pribumi pun dengan mudah mengikuti siasat yang dilakukan Jepang. Bahkan Jepang juga berhasil merekrut para wanita Belanda dan keturunan Cina dengan memberikan janji beasiswa pendidikam di Tokyo. Disisi lain para Jugun iangu juga direkrut memggunakan cara kekerasan atau paksaan.

Kekerasan terhadap para Jugun Ianfu tidak berhenti begitu saja. Didalam Lanjo atau rumah hiburan yang disediakan Jepang, Jugun Ianfu dipaksa harus memuaskan tentara Jepang. Bukan dengan cara lembut, melainkan dengan cara kekerasan. Tidak sedikit pula mereka yang ditinggalkan setelah tugas mereka berakhir. Siksaan fisik yang mereka dapatkan menyebabkan banyak Jugun iangu yang mengalami luka fisik hingga mengalami kematian. Namun, kisah pilu tersebut tidak berhenti begitu saja. Luka mental atau prikis juga pasti mereka rasakan. Banyak dari mereka yang melakukan bunuh diri setelah ditinggalkan para tentara Jepang. Dan mereka yang menutuskan untuk terus melanjutkan hidup akan hidup dibawah trauma psikis. Ditambah pula lingkungan sosial yang juga mengucilkan para bekas Jugun Ianfu. Tak sedikit masyarakat yang memandang sebelah mata para bekas Jugun Ianfu. Menggambarkan bahwa dampak yang begitu besar dan berkelanjutan akibat praktik pergundikan tersebut.


Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa selayaknya ada perhatian kusus terhadap para bekas Jugun Ianfu. Mereka juga merupakan pahlawan yang secara tidak langsung memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka juga berhak mendapat ketenangan hidup seperti yang lainnya. Pemerintah diharap memberikan andil misalnya dengan memberikan dukungan moril dan materiil. Mereka juga membutuhkan pengobatan psikis untuk menghilangkan trauma yang dialaminya. Serta keberadaan Jugun Ianfu juga perlu diketahui oleh masyarakat. Bukan sebagaj sejarah kelam yang harus dilupakan dan menilai korbannya sebagai pribadi yang buruk. Sejarah tersebut perlu diajarkan dengan memberikan pandangan terhadap Hak Asasi Manusia yang perlu ditegakkan. Sehingga tidak terjadi pengucilan terhadap keberadaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun