Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2 Tahun 2023, Prodi PPG Sekolah Pascasarjana UM

Saya memiliki ketertarikan pada bidang sejarah, sosial, politik, pemerintahan, hukum dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tinjauan Peradaban Awal Yunani Kuno dengan Teori Kebentukan

20 Juni 2024   16:47 Diperbarui: 20 Juni 2024   16:50 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HUBUNGAN ANTARA PERSEBARAN TEMPAT UPACARA, SARANA UPACARA, WAKTU UPACARA DAN PELAKU UPACARA DENGAN TEORI KEBENTUKAN

Sebagai sebuah masyarakat yang maju, pastinya masyarakat yunani kuno menganut dan memercayai sebuah kepercayaan. Masyarakat Yunani Kuno menganut sistem kepercayaan Politeisme sebagaimana yang dianut oleh bangsa Arya kuno yaitu meyakini dan memercayai adanya banyak dewa

Bangsa Yunani tidak memahami Tuhan sebagai sesuatu yang baginya langit hanyalah sebuah tenda dan bumi kaki-bangku karena mereka tidak memahami semua fenomena di alam raya ini dihasilkan oleh satu penyebab, sehingga mereka meyakini bahwa setiap kekuatan di alam-udara, matahari, laut dan lain-lain itu bersifat ilahi. 

Dan menisbatkan masing-masing kekuatan dengan dewa tertentu. Bangsa Yunani meyakini bahwa setiap dewa adalah kekuatan di alam dan menyandang nama berbeda yang digambarkan sebagai sosok makhluk yang mempunyai wajah cantik dan tampan. Cara penggambaran dewa seperti manusia ini biasa disebut dengan antropomorfisme. (Seignobos, 2016: 109)
Selain itu, para dewa disebut sebagai manusia biasa, juga memiliki orang tua, anak dan sanak saudara. Ibu dari para dewa adalah dewi, saudara mereka adalah dewa, dan anak-anaknya adalah dewa atau manusia setengah dewa, hal ini biasa disebut dengan Teogoni. 

Dewa-dewa dalam mitologi yunani meskipun digambarkan seperti manusia, sebenarnya para dewa digambarkan sesuai dengan fenomena alam yang memiliki kekutan alam yang kuat bagi masyarakat yunani kuno. Dewa yang paling utama adalah dewa hujan, badai, langit, matahari dan lain sebagainya. 

Setiap negara bagian atau polis di yunani memiliki nama dewa masing-masing yang berbeda. Namun, untuk nama-nama Dewa besar memiliki nama yang sama. Diantara nama-nama dewa besar di yunani adalah: Zeus (Jupiter), Hera (Juno), Athena (Minerva), Apollo, Artemis (Diana), Hermes (Mercury) dan lain-lain. 

Di Yunani juga dikenal sebuah istilah pahlawan yaitu manusia yang telah menjadi terkenal dan setelah kematian menjadi sosok setengah dewa. Diantara beberapa pahlawan yang terkenal sebagai manusia legendaris (Achilles, Odysseus, Agamemmon) dan beberapa dipastikan pernah ada (Herakles, Oedipus); yang lain seperti Helena, Dorus, Aelus hanya nama-nama saja. 

Akan tetapi pada kenyataannya para penyembahnya menganggap mereka sebagai orang-orang yang hidup pada jaman dahulu dan hidup pada satu waktu. Banyak tokoh sejarah: jenderal seperti Leonidas, Lysander; filsuf seperti Democritus dan Aristoteles; legislator seperti Lycurgus dan Solon. 

Bahkan orang-orang Croton memuja salah satu dari sesama mereka, Philip namanya. Pemimpin yang telah membimbing sekelompok kolonis dan mendirikan sebuah kota menjadi pendidri bagi penduduk; kuil dibangun untuknya dan setiap tahun krban diberikan untuknya. (Seignobous, 2016: 115)
Para dewa dan pahlawan yang perkasa, memberikan manusia keberuntungan atau kemalangan sesuai dengan kehendak mereka. Akan berbahaya jika para dewa atau pahlawan memusuhi Anda dan bijaksana jika dapat membuat mereka berpihak kepada Anda. Mereka dipahami seperti manusia, yang marah jika diabaikan dan puas jika mereka dihormati. Prinsip inilah yang menjadi dasar ibadah Bangsa Yunani. (Seignobous, 2016: 117)
Karena para dewa memiliki perasaan seperti manusia, mereka akan senang jika diperlakukan dengan cara yang sama seperti manusia. Untuk itu masyarakat Yunani memberikan sesembahan berupa anggur, kue dan buah-buahan kepada para dewa. Selain itu masyarakat Yunani juga membangun istana dan mengadakan perayaan sebagai bentuk penghormatan kepada para dewa. 

Perayaan diadakan untuk menghormati mereka, karena mereka adalah “dewa yang gembira” yang mencintai kesenangan dan tontonan yang indah. Festival bukanlah sebuah acara sukacita akan tetapi merupakan upacara keagamaan. Pada hari-hari bebas dari kerja keras sehari-hari seperti itu, masyarakat diminta untuk bersukacita bersama di depan para dewa. 

Jadi dapat dikatakan bahwa bangsa Yunani senang dengan sebuah perayaan, dimana perayaan tersebut dipersembahkan untuk Tuhan bukan untuk dirinya sendiri. “Rakyat Ionia,” merupakan kata sebuah himne kuno untuk Apollo, “menyenangkan engkau adu kekuatan, nyanyian dan tarian.” (Seignobous, 2016: 118)
Dari hiburan yang diberikan kepada para dewa inilah berasal pertandingan-pertandingan serius. Setiap kota mengadakan sebagai bentuk penghormatan terhadap dewa-dewanya yang diikuti oleh warga setempat. Pusat dari keempat festival ini adalah di Olympia. Diadakan setiap empat tahun sekali untuk menghormati Dewa Zeus dan berlangsung selama lima atau enam hari. Perayaan tersebut dihadiri oleh seluruh masyarakat dari seluruh penjuru Yunani hingga memenuhi ampiteater. 

Mereka memulai dengan mempersembahkan korban dan memanjatkan doa kepada Dewa Zeus dan para dewa lainnya kemudian berlanjut pada acara pertandingan. (Seignobous, 2016: 118-119)
Dari penjelasan diatas dapat diketahui mengenai hubungan antara tempat upacara, sarana upacara, waktu upacara dan para pelaku upacara jika dihubungkan dan dikaitkan dengan teori kebentukan yakni agama. Beberapa kuil dan gereja yang ada dalam kebudayaan Yunani kuno masa klasik (abad 8-3 SM), yang diadakan di dalamnya upacara-upacara rutin untuk menghormati para Dewa. 

Karena masyarakat Yunani kuno memercayai adanya banyak dewa atau polytheisme maka setiap dewa memiliki tempat khusus masing-masing untuk upacara atau melakukan penghormatan. 

Hal itu terjadi karena, masyarakat Yunani kuno memercayai bahwa setiap dewa mewakili setiap fenomena alam yang terjadi di muka bumi. Oleh karena itu, karena ditemukan banyaknya tempat upacara yang tersebar di seluruh penjuru wilayah Yunani kuno. Maka dapat disimpulkan bahwa persebaran tempat upacara, sarana upacara, pelaku upacara dan waktu upacara jika dikaitkan dengan teori kebentukan maka akan berhubungan langsung dengan agama.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun