Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2 Tahun 2023, Prodi PPG Sekolah Pascasarjana UM

Saya memiliki ketertarikan pada bidang sejarah, sosial, politik, pemerintahan, hukum dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Gentenan, Bentuk Interaksi Assosiatif & Kerukunan Umat Beragama di Desa Ngadas, Kabupaten Malang

19 Juni 2024   17:45 Diperbarui: 19 Juni 2024   17:57 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut Ilmu Antropologi, Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Koentjroningrat, 2015:144).  Oleh karena itu, setiap yang menjadi ide, tindakan dan hasil karya dari manusia yang dilakukan secara terus menerus dan turun temurun merupakan sebuah kebudayaan. 

Nilai-nilai kebudayaan tersebut terbentuk dan diwujudkan dalam suatu hal yang disebut dengan adat. Adat merupakan sebuah tata laku dalam masyarakat yang tidak tertulis namun memiliki kedudukan yang kuat. Adat istiadat tersebut setelah turun temurun dijalankan oleh beberapa generasi dalam suatu wilayah akan menjadi suatu tradisi.

Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki banyak keragaman kebudayaan, meninggalkan banyak tradisi yang ada dari zaman dulu dan dilestarikan hingga saat ini. Tradisi tersebut telah mengakar dalam pola pikir dan menyatu dalam kehidupan masyarakat. 

Jauh sebelum agama datang di Pulau Jawa, masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa, telah memiliki kebiasaan atau adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat agama masuk ke Pulau Jawa, kebiasaan-kebiasaan tersebut tetap dilakukan dan dijalankan secara terus menerus kemudian diturunkan kepada anak cucu mereka dan dilestarikan hingga saat ini.

Banyak tradisi yang ada dan berkembang di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Tradisi tersebut merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang mereka yang masih dijaga dan dilestarikan hingga saat ini. Tradisi yang ada tetap dipegang teguh oleh masyarakat. Meskipun saat agama-agama masuk di Pulau Jawa. 

Tradisi yang ada di tengah masyarakat tetap dapat dijalankan, meskipun terdapat keragaman agama ditengahnya. Tradisi yang pada awalnya merupakan sarana berinteraksi sosial dengan masyarakat lainnya, dapat digunakan sebagai sarana memupuk kerukunan antar umat beragama. Salah satu tradisi yang ada dalam kebudayaan masyarakat Indonesia yang berada dalam tengah keragaman agama adalah tradisi gentenan.


Tradisi gentenan merupakan salah satu adat istiadat yang masih dipertahankan oleh masyarakat komunitas Suku Tengger yang tinggal di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), salah satunya berada di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. 

Masyarakat Ngadas yang memiliki keberagaman agama dimulai dari Budha, Hindu, Islam, Kristen hingga Konghucu masih dapat hidup rukun dan berdampingan dengan mengedepankan dan mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka di Suku Tengger sebagai alat pemersatu dan alat penjalin kerukunan. 

Tradisi gentenan yang masih dijaga dan dijalankan tersebut merupakan sebuah bentuk perwujudan interaksi sosial yang sudah membaur dalam tatanan kehidupan masyarakat. Tradisi tersebut menjadi magnet dalam implementasi kerukunan beragama yang ada di Kawasan Bromo Tengger Semeru khususnya di Desa Ngadas. 

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan diatas, akhirnya kami dalam artikel ini akan membahas dan mengkaji mengenai tradisi gentenan yang ada di Desa Ngadas. Sehingga dalam artikel ini kami memberi judul artikel ini dengan judul tradisi gentenan sebagai bentuk interaksi assosiatif  kerukunan antar umat beragama warga masyarakat di Desa Ngadas, Kabupaten Malang.

Pelaksanaan Tradisi Gentenan Di Desa Ngadas, Kabupaten Malang

Wilayah Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, merupakan salah satu desa yang berada dalam komunitas masyarakat Suku Tengger yang mendiami kawasanTaman Nasional BTS (Bromo, Tengger, Semeru). Berada di sebuah kawasan pedalaman membuat mereka masih menjaga budaya dan adat istiadat yang ada, serta mempertahankan kearifan lokal yang dimiliki. Masyarakat Desa Ngadas mayoritas memeluk Agama Budha. 

Berbeda dengan tiga wilayah lainnya di Tengger yang sejak tahun 1973 memilih agama Hindu sebagai agama formal. Menurut penelitian Haryanto (2014), Masyarakat Desa Ngadas hampir 50% memeluk agama Budha, lalu 44,5% beragama Islam, umat Hindu berjumlah 5,8%, dan sisanya beragama Kristen.

Warga Desa Ngadas dalam menjaga tradisi dan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka memiliki tokoh pemimpin adat yang disebut dengan Dukun Adat. Dukun Adat memiliki tugas untuk menjaga kelestarian adat dan tradisi yang dimiliki oleh komunitas masyarakat Suku Tengger, serta memimpin acara-acara yang bersifat adat. Banyak upacara-upacara adat yang dilakukan dan masih dijaga oleh masyarakat Desa Ngadas. 

Upacara tersebut meliputi Tradisi Karo, Upacara Pujan, Upacara Kasada, Galungan, Unan-Unan, Mayu Desa, dan lain-lain. Tradisi dan ritual tersebut dilakukan setiap tahun menurut penanggalan Jawa.  Meskipun masyarakat hidup dalam kondisi agama yang berbeda, mereka tetap dapat hidup rukun dengan menjunjung tinggi adat istiadat dan rasa kebersamaan sebagai warga Tengger. Pola dari rumah yang dihuni oleh masyarakat Desa Ngadas tidak terpusat antara satu agama dengan agama lain, melainkan membaur satu sama lain. Masyarakat sangat hidup rukun dan berdampingan di tengah keberagaman agama yang dianut.

Dalam urusan kemasyarakatan, gotong royong selalu diutamakan tanpa membeda-bedakan agama. Bahkan mereka saling mengundang makan, saat terjadi perayaan Karo maupun dalam perayaan lainnya. Selain itu, mereka juga bergotong royong dalam perbaikan jalan, membangun sekolah, dan membangun rumah ibadah semua turut berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. 

Sikap kerukunan tersebut juga ditunjukkan dalam acara-acara pribadi atau individual, mereka saling bantu membantu. Baik dalam acara pernikahan ataupun acara kematian. 

Selain itu, dalam bidang peternakan dan pertanian, juga terwujud rasa kebersamaan dan kerukunan. Dibuktikan dengan rasa saling membantu, jika ada yang punya lahan luas, mereka akan meminta bantuan dengan sistem bagi hasil dengan orang yang tidak mempunyai lahan. Kerja sama tersebut hanya didasari dengan rasa saling percaya yang tinggi sesama masyarakat Tengger.

Dalam hal kepercayaan mistis, meskipun sudah memiliki agama yang berbeda-beda masyarakat Tengger masih memegang erat kepercayaan peninggalan nenek moyang mereka tentang makhluk ghoib dan roh leluhur. 

Masyarakat Ngadas masih meminta izin pada makhluk ghaib apabila melakukan sesuatu sebagai bukti saling menghormati. Sikap saling menghormati terhadap makhluk ghaib yang ada di sekitar mereka yang diwujudkan dalam berbagai upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat. 

Tradisi tersebut juga dilakukan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bentuk hormat kepada makhluk ghaib yang bertugas menjadi penunggu dan penjaga desa.

Kepercayaan yang sangat filosofis dan penuh makna tersebut juga diimplementasikan oleh masyarakat untuk berhubungan dengan orang lain. Sikap saling menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi kerukunan tetap dijaga sebagai bentuk menjaga tradisi yang ada. 

Terdapat suatu tradisi yakni gentenan atau bergantian, dalam artian bergantian untuk saling membantu dan menolong ketika ada saudara yang membutuhkan, menggelar suatu acara baik pernikahan, sunatan, ataupun kematian. Mereka juga bergantian untuk menghadiri undangan dari warga yang lain. 

Tradisi gentenan dilaksanakan ketika ada saudara ataupun tetangga yang menggelar suatu acara, ataupun membutuhkan sebuah bantuan, baik bantuan tenaga ataupun bantuan material. Apabila terdapat sebuah undangan dari seseorang, maka semua yang diundang secara otomatis wajib hadir menghadiri undangan tersebut.

Apabila ada tetangga atau saudara yang menggelar acara, maka yang lain bisa membantu dengan memberikan uang, barang, ataupun tenaga bantuan. Maka si penerima akan membalas atas apa yang diberikan oleh orang tersebut ketika orang yang memberi menggelar suatu acara atau membutuhkan bantuan, hal saling bergantian inilah yang disebut dengan gentenan. 

Dalam arti lain bisa bisa dipahami dari dalam Tradisi gentenan sendiri sering dilakukan dalam acara-acara hajatan. Pada mulanya seseorang yang berniat membuat sebuah hajatan, akan pergi ke rumah orang yang lain untuk meminta bantuan, baik berupa barang ataupun uang. Bantuan tersebut secara langsung dicatat sebagi hutang, yang harus dikembalikan ketika orang yang memberi mengadakan sebuah hajatan.

Bentuk Interaksi Assosiatif Dalam Tradisi Gentenan Di Desa Ngadas, Kabupaten Malang 

Kearifan masyarakat lokal dalam berhubungan dan bertoleransi antar umat beragama dilandasi oleh pengetahuan dan tata krama sosial yang tinggi. Dari interaksi yang ada sudah menunjukkan empat model interaksi yakni dalam cara bersikap, keterlibatan sosial, perhatian publik, dan terbuka. 

Interaksi umat beragama yang terwujud mencerminkan agama sebagai konteks sosial (Haryanto, 2014). Model interaksi yang dilakukan oleh warga masyarakat Ngadas adalah model interaksi assosiatif, yakni sebuah hubungan yang terwujud atas kehendak rasionalisasi masyarakat. 

Interaksi assosiatif merupakan sebuah jenis interaksi sosial yang menuju kepada suatu hal yang positif. Interaksi ini akan membawa dampak pada kedekatan hubungan solidaritas dalam masyarakat yang lebih erat. Salah satu bentuk dalam interaksi assosiatif adalah cooperation atau kerja sama. 

Dalam tradisi gentenan sangat terlihat bentuk interaksi antar masyarakat yang dibangun diatas kerja sama dan kegotongroyongan demi mewujudkan sebuah kerukunan masyarakat di tengah keberagaman agama. Tradisi ini dapat dikategorikan menjadi suatu interaksi assosiatif karena dalam tradisi ini semuanya mengarah ke hal-hal positif yang semakin memupuk jiwa solidaritas masyarakat Desa Ngadas.

Menurut Teori interaksi simbolik dalam tradisi gentenan ini terdapat sebuah makna simbolik dari komunikasi dan interaksi yang terjalin. Dari tradisi ini muncul simbol-simbol yang digunakan dalam berinteraksi sehari-hari dalam menjaga tradisi yang ada. 

Dari sikap saling membalas atau saling bergantian, dan saling membantu di antara masyarakat yang sedang menggelar sebuah hajatan atau memiliki kebutuhan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa terdapat simbol-simbol dari masyarakat Desa Ngadas yang mempunyai suatu keinginan untuk bersatu dan menyemai persatuan sesama manusia dan sesama masyarakat Suku Tengger, meskipun dibelakang mereka terdapat perbedaan latar belakang agama yang dianut dan diyakini.

Pengaruh Tradisi Gentenan Terhadap Kerukunan Umat Beragama Warga Masyarakat Desa Ngadas, Kabupaten Malang

Dari tradisi gentenan yang sudah menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Suku Tengger khususnya di Desa Ngadas mempunyai banyak pengaruh terhadap terjalinnya kerukunan di antara umat beragama. 

Tradisi ini memberikan sebuah makna bahwa persatuan dan kebersamaan harus lebih didahulukan dan diutamakan daripada perbedaan. Persamaan sebagai masyarakat komunitas Suku Tengger yang berada di Desa Ngadas yang telah mandarah daging lebih diutamakan daripada perbedaan yang dimiliki yakni agama yang diyakini. 

Mereka dapat hidup berdampingan di tengah perbedaan agama baik Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katholik ataupun Konghucu, semua tetap beribadah sesuai dengan keyakinan yang dimiliki tanpa mengganggu keyakinan orang lain. Tapi mereka juga bisa Bersatu untuk mempertahankan tradisi dan adat yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang mereka. 

Cara dari masyarakat Desa Ngadas dalam mempertahankan tradisi yang ada, khususnya tradisi gentenan dalam memperkuat silaturahim, memperkuat tali persaudaraan dan menjalin persatuan sangatlah berpengaruh terhadap terjalinnya kerukunan umat beragama di antara mereka. 

Kesimpulan

Kearifan lokal masyarakat dalam mempertahankan tradisi adat dan budaya di dalam perbedaan agama antar masyarakat.  Walaupun masyarakat Desa Ngadas hidup ditengah perbedaan corak agama, mereka tetap dapat hidup rukun berdampingan dengan menjunjung tinggi toleransi beragama dalam persatuan dan kesamaan Suku Tengger.

 Kerukunan dalam hidup bersama-sama, diwujudkan warga masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan adat dan tradisi yang ada, turun temurun dari nenek moyang. 

Oleh karena itu, kami menyimpulkan dari hasil pembahasan kami bahwasannya tradisi gentenan sangatlah berpengaruh terhadap tejalinnya kerukunan umat beragama di antara masyarakat Komunitas Suku Tengger yang tinggal di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun