Indonesia termasuk negara dengan masyarakat hampir sebagian besar merupakan penduduk usia produktif. Usiaproduktif tersebut kalau mampu diklola secara maksimal tentu akan mampu menciptakan perubahan besar bagi kemajuan pembangunan bangsa Indonesia untuk menjadi negara berdaulat di berbagai bidang pembangunan
Indonesia juga termasuk negara dengan pesentase anak mencapa lima ratus juta jiwa, jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan Cina yang merupakan negara dengan penduduk terbesar di dunia. Penduduk lanjut usia alias tidak produktif justru lebih banyak terdapat di Cina. Bonus demograpi dimiliki indonesia tersebut tentu akan sangat potensial dalam upaya mendukung proses pembangunan kalau diklola dengan baik
Tapi semua potensi tersebut akan sia – sia dan bisa berbalik menjadi bencana kalau pengelolaan melalui program pembangunan dijalankan pemerintah tidk dilakukan secara maksimal. Lantas mampukah Indonesia mengelola penduduk usia produktif dan menjaga generasi anak-anak mencapai lima ratus juta jiwa tersebut dari ancaman yang bisa menghambat mereka mencapai kemajuan, salah satunya karena pernikahan usia dini?
Data BKKBN, tahun 2010 menunjukkan bahwa angka pernikahan dini dengan usia di bawah 19 tahun mencapai angka 46,7 persen. Bahkan, pernikahan dengan rentang usia 10 – 14 tahun hampir mencapai 5 persen.
NTB sendiri, terutama Pulau Lombok angka pernikahan anak usia dini masih cukup memprihatinkan dan belum sepenuhnya mampu dientaskan sampai sekarang. Masalah pernikahan anak usia dini selama ini memang merupakan persoalan yang tidak pernah habis diperbincangkan baik di skala lokal maupun nasional
Berbagai program kebijakan telah dicanangkan pemerintah pusat mapun daerah dengan melibatkan berbagai unsur, mulai dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh agama, budaya, tokoh pemuda dan aktivis dan kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap anak, merancang dan membuat disain kebijakan meminimalisir angka pernikahan usia dini.
Pemda NTB sendiri untuk menekan angka pernikahan usia dini telah membuat sejumlah kebijakan melibatkan semua unsur. Salah satu produk kebijakan dikeluarkan adalah surat edaran Gubernur NTB nomor 150/1138/Kum tentang Pendewasaan Usia Perkawinan yang merekomendasikan usia perkawinan untuk laki-laki dan perempuan minimal 21 tahun
Bahkan oleh kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah NTB, pergug tersebut sekarang ini masih digodok untuk dijadikan Perda melalui hak inisiatif DPRD NTB untuk diundangkan, dan Nusa Tenggara Barat menjadi Provinsi pertama yang mendukung pelaksanaan program pendewasaan usia perkawinan
Dikeluarkannya berbagai produk hukum tersebut tidak terlepas dengan kondisi pernikahan anak usia yang kian menghawatirkan yang tidak hanya berdampak terhadap kehidupan dan kesiapan mental anak menjalani kehidupan berkeluarga, tapi juga menyangkut kehidupan masa depan anak perempuan yang menikah usia dini akan hancur
Pernikahan dini juga berdampak terhadapa harapan hidup ibu dan anak dan hal itu juga yang menyebabkan mengapa Indeks Pembangunan Manusia suatu daerah sulit bisa naik. Pernikahan dini di NTB akan bisa dengan mudah ditemukan pada saat musim kemarau usai melakukan panen padi, anak rema seakan berlomba melakukan pernikahan
Pada musim tersebut merupakan salah satu kesempatan untuk menikah karena melihat hasil panen bisa jadi biaya menikah. hal tersebut bisa terlihat sejak selesai panen padi para pemuda berbondong-bondong saling sambut menyambut untuk menikah.
Bahwa setiap selesai panen merariq kodek ( bahasa sasak) bisa dikatakan sebagai kebiasaan merariq berantai dalam masyarakat, kenapa dikatakan begitu karena rasa keinginan dan penasaran anak-anak dibawah umur tersebut tentang bagaimana rasanya bersuami istri dalam berumah tangga.
Salah satu pihak yang ikut memberikan perhatian terhadap pernikahan dini dalam bentuk nangkring dan diskusi bareng Kompasiana di Mataram bekerjasama dengan BKKBN NTB, peserta yang hadir berasal dari sangat beragam dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, remaja, masyarakat biasa, jurnalis hingga ibu rumah tangga
Pertanyaannya kemudian faktor apa sebenarnya yang menyebabkab pernikahan pernikahan dini di NTB. Faktor ekonomi merupakan salah satunya, namun demikian aspek ekonomi tidak serta merta dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini, tidak sedikit muda mudi menikah karena suka sama suka, budaya dan rasa penasaran.
Dalam undang-undang pernikahan no.1 tahun 1974 jelas-jelas telah mengatur batas umur menikah yaitu bagi perempuan berumur 17 tahun dan bagi laki-laki berumur 19 tahun, namu dibalik aturan ini ada peraturan di pengadilan agama tentang dispensasi pernikahan bagi yang menikah dibawah umur
Bahwa dalm praktek pembuatan surat nikah di kolom umur terpaksa ditambahkan umurnya, sehingga akad pernikahan di KUA berlanjut aman dan Sah. Aturan perundangan lain mengatakan bahwa setiap yang berada dibawah usia 21 tahun harus mendapat izin menikah dari walinya, namun yang terjadi lombok ada namnya kawin lari yaitu pernikahan tanpa sepengetahuan orang tua si perempuan
Praktek ini pun membuka peluang selebar lebarnya bagi calon pelaku pernikahan dini, sehingga tidak ada kesempatan bagi orang tua kedua mempelai untuk memberikan nasehat tentang banyak hal, diantaranya menceritakan tentang susahnya menikah jikalau belum ada kesiapan, bisa juga menikah bukan atas dasar napsu semata, dan banyak nasehat-nasehat lainnya.
Praktek kawin lari ini merupakan kebiasaan di Lombok yang menuai banyak protes dikalangan akademisi, namun bantahan para pemuka agama, pemuka masyarakat pun tetap mempertahankan kebiasaan tersebut. Denga alasan kawin lari bukan semata-mata sebuah permaenan namun terselip nilai pilosofi yang mengandung unsur izin dari wali mempelai perempun.
Pegaulan bebas bagi anak-anak juga menjadi salah satu penyebab pernikahan dini, sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan informasi badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Abidinsyah Siregar bahwa SDM memang betul-betul harus ditingkatkan baik dilihat dari indeks kesehatan, pendidikan, peluang ekonomi, dan banyak lagi indeks yang lain
Menikah dini juga dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan reproduksi (organ intim), rawan perceraian, rawan anak terlantar, rawan anak cacat, rawan pertengkaran antar keluarga, rawan dibenci mertua, rawan ekonomi, rawan awet muda, rawan kekerasan dalam rumah tangga
Meminimalisir terjadinya praktek pernikahan dini, perlu adanya pendidikan yang lebih mengena kepada masyarakat, terutama kalangan remaja, ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai dan mencukupi. Lebih penting lagi diperlukan pembinaan keterampilan supaya terbentuk generasi anti pengangguran dan siap tampil dalam dunia persaingan
Tidak semua orang berangkat dari keluarga yang miskin lalu menemukan kekakayaan, tidak semua orang berangkat dari keluarga kaya lalu menemukan kekayaan lagi , dan tidak semua orang berangkat dari keluarga yang baik lalu menemukan keluarga yang baik pula inilah salah satu konsep pemikiran yang sunnah ada pada setiap pelaku pernikahan dini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H