Mohon tunggu...
Suharti
Suharti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pedagang Pasar/Ibu Rumah Tangga

Menulis apapun selama kau mampu

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Buah Cempedak, Inspirasi Kuliner Nusantara

28 Februari 2020   21:13 Diperbarui: 28 Februari 2020   21:21 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nggak usah jauh-jauh beli Salmon Norwegia atau garam dari Himalaya...

Kalau dipikir-pikir bahan pangan di negeri  kita sudah bisa bikin Jumawa....

Dua kalimat copy-paste dari mimin Kompasiana di atas rasanya seksi kali buat dikupas ya? Entah bisa saja bermakna sindirian atau malah jujur mengungkap fakta yang sebenar-benarnya kan? -Hanya mimin deh yang tau sepertinya-

Namun bagi saya sendiri kedua kalimat tadi, ada jua benarnya sih! Di negeri ini lho dengan segudang pangan yang bisa diolah layak, namun kok masih saja dianggap tidak berdaya, dan kalah pamor dari pangan yang terus saja  kita andalkan dari luar.

Padahal hamparan Hutan yang menjadi alas Nusantara menyimpan bahan pangan untuk diolah yang terbukti sudah turun temurun dapat dimanfaatkan secara tradisonal oleh nenek moyang kita, hingga sekarang.

Ujungnya nanti di masa depan, apakah kita bisa mampu ya dalam mencipta kreatifitas pengolahannya menjadi sajian kuliner menarik, yang terus menginspirasi, berdaya Nutrisi dan dapat memenuhi kebutuhan harian kita.

Pertanyaan berpulang lagi, emang ada sumber pangan kita yang bisa berdaya jual dari sisi Nutrisi, dan terus menjadi inspirasi dalam pengolahannya?  

Terutama sumber pangan yang tidak itu-itu saja kita kenal. Jawabannya sih ya pasti ada dan banyak kok! Mau tahu?

Hutan Nusantara! Sumber pangan!

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, Sekira tahun 1990, ketika saya pindah ke Kalimantan, untuk merantau, sejak itulah saya merasakan aroma baru dari sajian pangan yang tidak biasa saya temui di daerah asal saya, di pulau Jawa.

Kalimantan segenap hutannya ternyata masih banyak menyimpan sumber pangan. Salah satunya, Buah Cempedak yang semerbak dengan aroma khas menusuk layaknya buah Durian atau Nangka, dan ternyata menawarkan kuliner yang bisa saja kita nikmati, dengan ragam cara.

Kali pertama mengenal kebudayaan, terutama kuliner budaya Banjar, ya terasa asing sekali dibenak saya ketika menyantap sajian kuliner  dari bahan itu, yakni sesuatu yang disebut Sanggar. Ya ini semacam kue-lah, panganan buat bersantai ria, menyambut tamu atau tetangga serta teman dengan hangatnya.

Mengolah Sanggar I Dokumen Pribadi
Mengolah Sanggar I Dokumen Pribadi

Sanggar persis ya seperti orang jawa kenal, kaya' pisang goreng gitu. Adonan untuk membuatnya persis sama dengan membuat Pisang Goreng.

Adonan tepung ditambah sedikit gula serta sedikit garam, setelahnya dibenamkanlah gerombolan isi buah cempedak di dalamnya. Goreng dalam wajan berisi minyak goreng. Setelah berwarna kehitaman dan mengeluarkan aroma khas Cempedak, Sanggar siap diangkat, tiriskan dan nikmati dengan hangat.

Rasanya manis dan berserat dari buahnya, karakter rasanyanya ya tentu nendang. Nah sanggar Cempedak ini tentu menjadi inspirasi sederhana dalam mengolah pangan dari Hutan untuk dinikmati.

Sanggar sedang digoreng I Dokumen Pribadi
Sanggar sedang digoreng I Dokumen Pribadi

Lantas kita bisa saja membayangkan dan bertanya, namanya buah tentu biasanya ya hanya untuk bisa langsung dimakan saja, iya begitu saja.

Namun kok, bisa-bisanya buahnya dapat diolah dan menjadi pesaing bahan pangan yang kita kenal, seperti yang berasal dari pisang, ubi dan singkong?

Dari sini, saya juga membayangkan, seandainya resep sederhana ini bisa menyebar seantero Nusantara dengan mudah, dan dikenal. Ya bisa saja ini menjadi panganan asik, dikala santai ngobrol bareng teman sambil ditemani segelas teh manis. Karena satu alasannya, mudah membuatnya dan enak titik!

Ini Dia Sanggar I Dokumen Pribadi
Ini Dia Sanggar I Dokumen Pribadi

Nah dari buahnya sendiri, jika diamati sekilas bisa saja kita terkecoh dan malah membayangkannya sebagai buah Nangka. Cempedak memiliki bentuk beda, yakni silinder sampai bulat, dan berukuran 10-15 x 20-35 cm.

Warnanya bisa kehijauan, ada yang kuning sampai coklat. Kulit luarnya berupa tonjolan piramidal, nampak serupa duri lunak, rapat dan licin, berpetak bak mata faset.

Harum buahnya berkarakter, ketika dibuka buahnya berwarna kuning memiliki teksur harum, lambek, licin berlendir dan  berserat serta manis sekali.

Penampakan Cempedak I Dokumen Pribadi
Penampakan Cempedak I Dokumen Pribadi

Hmm.. Secuil kisah itu, sudah bisa menjadi pembuka dan perkenalan kepada kita, siapa tahu kita nanti menginjakakn kaki di bumi etam Kalimantan Timur dan pasti juga ikut mencobanya.

Dari lauk-pauk, kudapan hingga sumber obat! 

Kenikmatan buah Cempedak tidak berhenti sampai disitu saja. Ada saja cara untuk memaksimalkan pangan ini menjadi sajian lauk-pauk tradisonal yang mengenyangkan.

Dan memang buah ini dari dahulu menjadi andalan nutrisi dalam bertahan hidup. Tidak juga manusia, fauna ada juga paling suka dengan manisnya buah ini.

Setelah buahnya kita santap habis, dan bisa jua dibuat kue sederhana seperti Sanggar tadi. Kulit Cempedak ini bisa juga diolah menjadi Mandai pengganti lauk-pauk.

Kulitnya dikupas dari kulit luarnya, daging kulit dalam yang berwarna putih dicuci bersih, dipotong kecil, masukkan ke dalam toples, kasi garam sedikit, dan tutup.

Kulit Cemepdak Yang telah dibersihkan I Dokumen Pribadi
Kulit Cemepdak Yang telah dibersihkan I Dokumen Pribadi

Ketika membukanya seminggu kemudian, kulit Cemepedak berganti nama dengan sebutan Mandai, dan bisa lekas dinikmati sebagai lauk-pauk pengganti ikan, malah. Pas jika menikmatinya dalam kondisi kanker --kantong kering- hiks

Mengolahnya-pun gampang, benamkan mandai dalam bumbu bawang merah bawang putih, lalu goreng saja. Ketika berwarna kecoklatan dan berbau khas, tiriskan. Mandai siap dihidangkan bersama nasi hangat dan jangan lupa sambal korek.

Bumbu Sederhana Mandai I Dokumen Pribadi
Bumbu Sederhana Mandai I Dokumen Pribadi

Bagi yang belum merasakan pastilah, penasaran kan? Kulit buahnya kok dimakan? Gak dibuang? Namun inilah yang dinamakan karakter kuliner tiap daerah yang beragam itu kan, yang bisa kita coba dan perkenalkan? Kalau suka kan bisa lanjut!

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Itu saja? Adalagi biji buah Cempedak yang sebesar kelereng yang jua bisa disantap dengan cara menggoreng atau merebusnya lalu ditambah garam. Kuliner asik ini bisa saja menemani keseruan ngobrol kita bareng teman. Murah nan meriah!

Mandai Siap Disantap I Dokumen Pribadi
Mandai Siap Disantap I Dokumen Pribadi

Nah masyarakat di sini, juga meyakini jika buah Cempedak yang berwarna kuning dan manis ini adalah sumber pereda Malaria.

Biasanya merasakan manfaatnya hanya langsung melahap buahnya saja, tanpa pengolahan apapun buat pasien. Setelah diteliti ternyata terdapat kandungan Bioflavanodi sangat kental dalam buah ini, yang membantu penderita Malaria.

Selain itu, buah Cempedak banyak mengandung banyak vitamin A. Dan kadar alami manisnya membuat perut merasa jadi kenyang terus.

Tak jarang, jika ingin  berkemah, atau tersesat di Hutan dan alhasil menemukan pohon buah Cempedak adalah anugrah terindah yang pernah kalian miliki deh! Karena cukup membantu untuk masalah perut yang kelaparan.

Mari kita santap I Dokumen Pribadi
Mari kita santap I Dokumen Pribadi

Mandai Krispy!

Dalam perjalanannya olahan pangan dari bahan buah Cemepdak selalu hanya kita nikmati dalam bentuk sederhana saja seperti cerita di atas kan -mengikuti cara nenek moyang-

Namun lambat laun, semakin kemari, Mandai sudah bisa  dinikmati dalam bentuk Mandai Crispy. Dan ajaibnya, panganan yang sudah dikemas cantik dan melewati tahap modifikasi oleh sedikit UMKM, menjadi makanan entitas Kalimantan untuk segmentasi kuliner oleh-oleh. Sudah ada yang mendengar dan merasakannya? 

Bisa divariasi dengan tepung I Dokumen Pribadi
Bisa divariasi dengan tepung I Dokumen Pribadi

Mandai Crispy, sebenarnya produk sederhana, hanya memberikan rasa pedas pada adonan yang membenamkan cabikan Mandai tadi dalam adonan tepung. Lalu digoreng/dioven kering dan dimasukan dalam kemasan menarik.

Mandai Cripy hasil inspirasi I Dokumen Pribadi
Mandai Cripy hasil inspirasi I Dokumen Pribadi

Langkah olahan sudah bisa menunjukkan kenaikan kelas pangan tradisonal ke ranah nasional bahkan internasional.

Karena simple, cara ini tidak memang belum diajarkan oleh nenek moyang kita terdahulu kan?  Ini yang saya maksud kreatifitas! Dan ini adalah cara modern yang sederhana dalam mengkapitalisasikan trend buah Cempedak yang menginspirasi itu sendiri sih.

Inspirasi baru?

Nah dalam banyak hal kita bisa saja berpikir, Buah Cempedak yang sudah menjadi entitas masayarakat Kalimantan ini, tentu saja sudah membenamkan Brand lokal tersendiri yang kuat.

Sehingga inspirasi dari penciptaan kuliner baru dari semua turunan produk buah Cemepedak ini bisa saja terus dilakukan. Seperti halnya nenek moyang kita, yang kali pertama hanya bisa memanfaatkan kulit, buah dan biji cempedak dalam kehidupan harian kita.

Nah jika Mandainya sudah bisa dieksploitasi dengan cara dibuat Mandai Crispy dan lagi pengemasannya yang rapi serta sistem penjualannya yang sudah digital, tentu memberikan harapan melesatkan produk pangan ini untuk naik kelas.

Nah, bijinya dan buahnya tentu menunggu sentuhan agar bisa lekas menjadi ladang inspirasi jua, entah dikemas dan dibuat dalam bentuk kue apa saja.

Biji Buah Cempedak camilan asik I Dokpri
Biji Buah Cempedak camilan asik I Dokpri

Dengan produk turunan apa saja, dan melekatkan brand turunan bahan Cempedak tentu saja menjadi magnet penikmat kuliner untuk mencoba.

Biji dan buah Cempedak, dua bahan inspirasi untuk diolah! Adakah yang berminat untuk menggarapnya? Bisa saja dijadikan kudapan apapun. Malah bisa saja terus naik kelas menjadi oleh-oleh khas Indonesia, ketika Ibukota negara sudah berada di Kalimantan kan?

Peluang dari buah Cempedak sangat terbuka untuk terus  bisa dimaksimalkan sih menurut saya!

Hutan lestari sumber andalan pangan kita!

Ketahanan pangan tentu saja terkunci dari kondisi Hutan kita yang lestari kan?

Pelestariannya tentu saja harus terus kita wujudkan. Tentu saja bisa kita katakan, gampang! Kita bisa saja membuka perkebunan untuk komoditas Cempedak atau sumber pangan apapun ini dengan mudah.

Iya betul, namun Hutan dengan segala ekosistemnya tentu perlu pula dilesatarikan, termasuk pohon Cempedak yang menjadi elemen penting rantai makanan fauna yang ada di dalamnya.

Hal tersebut dikarenakan Pohonnya yang menjulang tinggi nan rimbun ternyata menghasilkan kayu berkualitas baik, kuat dan awet, serta dapat digunakan sebagai kayu bangunan, perabotan rumah tangga.

Pohon Cempedak I Dokpri
Pohon Cempedak I Dokpri

Kulit kayunya yang berserat berguna sebagai tali, dan getahnya bisa memukat/jebakan burung, oleh masyarakat tradisional.

Dan kayunya malahan ada yang bisa dihasilkan bahan pewarna kuning. Hal tadi tentu saja, menjadi alasan perburuan pohon buah Cemepdak ini di alam oleh Masyarakat.

Jika tidak ada yang mengenalkan jenis sumber pengan ini kepada generasi selanjutnya, apalagi tidak mengkomersialisasikannya, tentu menjadi kerugian kita nantinya, dalam mencipta ketahanan pangan yang kuat.

Nah yang ingin saya katakan, dengan kelestarian Hutan yang terjaga, tentulah kita dapat menemukan sejuta bahan pangan yang terpendam, dan terus mengalirkan sejuta inspirasi pula dalam mencipta pangan atau kuliner yang layak diandalkan. Salah satunya Cempedak.

Dalam konteks luas, tidak hanya Cempedak, namun semua Flora dan Fauna yang berasal dari alam akan tentu akan menjadi tembok ketahanan dan sumber pangan kita yang tidak akan pernah mati, dalam menahan gempuran produk pangan luar.

Dengan ikut melestarikan alam, hutan dan lingkungan, tentu saja kita akan terus ingat jika pangan Indonesia tidak akan pernah kalah dengan pangan luar negeri yang telah berhasil dalam mengemas sumber pangan dari alam mereka sendiri dan pasti melestarikannya.

Pohon Cempedak I Dokpri
Pohon Cempedak I Dokpri

Tuhkan, kayak nya cerita tadi bisa sedikit menjawab dua kalimat mimim Kompasiana di awal tulisan ini. Iya gak min? 

Ini baru Cempedak, akan banyak sumber pangan lainnya yang bisa terus dieksploitasi di alam lestari kita, dimana saja, di alas Nusantara ini. Jadi kita wajar kok untuk pantas  terus Jumawa oleh pangan lokal Indonesia ya!

Salam dari Tim Nganu : Aal Arbie Soekiman, Hariati, dan Suharti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun