Mohon tunggu...
Suharti
Suharti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pedagang Pasar/Ibu Rumah Tangga

Menulis apapun selama kau mampu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hey, Yakinkah Kita Mampu Naik Haji?

31 Desember 2018   21:44 Diperbarui: 31 Desember 2018   22:28 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan Manasik Haji Di Sekolah Sebagai Upaya Menanamkan Niat Berhaji Sejak Dini I Dokumentasi SD Al Azhar Syifa Budi Samarinda

Kompasianers, Ada Yang Mau Naik Haji Gak?

Adakah yang mampu menjawab pertanyaan itu? Jawabannya terlampau mudah-kan?, ya-iyalah, pasti mau! Nah, terus apa kita yakin 'sanggup' melaksanakannya sekarang, iyya sekarang, kapan lagi?

Menafsirkan kata 'mampu', sangat bebas nan luas oleh masyarakat kita. Berbagai macam cara dilakukan untuk bisa menjadi mampu/sanggup dalam upaya menyegerakan menunaikan rukun islam kelima, yakni berhaji. Baik proses mempersiapkan hal yang bersifat materil maupun non-materil.

Nah, bercerita ber-haji, kebetulan, saya bertemu Mbak Siti dan Mbak Rohmah, dua bulan lalu. Mereka berdua, teman lama saya, satu profesi sebagai pedagang di pasar tradisonal Segiri di Samarinda.

Dahulu, setiap pagi buta, kami berlomba menggelar dagangan sayur mayur di pasar tradisonal. Lama tak bersua, ehh ternyata di tahun 2015 lalu mereka berdua sudah melaksanakan ibadah haji, setelah menunggu antrean 10 tahun lamanya. Itu berarti semenjak 2005 mereka telah mendaftarkan niat suci mereka itu.

Banyak hal yang mereka ceritakan ketika berhaji kepada saya. Menginjakkan kaki di tanah suci katanya menjadi perjalanan yang tak terlupakan. Sembari menunjukkan dokumentasi photo-photo mereka ketika di tanah suci, pada layar HPnya di hadapan saya.

Hati saya lantas terbesit, "kapan giliran saya?".

Obrolan terus saja mengalir, saya lalu bertanya penasaran, berapa biaya haji pada saat itu. Mereka mengatakan kisarannya biaya sekitar Rp 30-an jutaan -- Wow besar juga yah---

Lalu pertanyaan besar saya meledak, bagaimana mereka mendapatkan dana berhaji sebanyak itu?

Jujur saja, pergaulan sehari-hari bersama mereka dahulu ketika berjualan, membuat kami sama-sama tahu betul, masalah keuangan kami. Saya-pun bisa saja menebak-nebak berapa penghasilan bersih yang mereka terima setiap harinya dari keuntungan berjualan sayur-mayur itu.

Terus, sebenarnya permasalahannya bagi saya adalah kalau mereka bisa ber-haji, kenapa saya tidak bisa mengumpulkan biaya berhaji itu juga? Kan sama-sama berdagang, apa saya kurang rajin kali bekerja? Padahal niat berhaji sudah menyala sejak dahulu.

Ah rasa penasaran itu akhirnya terjawab di ujung obrolan itu. Mbak Siti, pada saat itu menggadaikan rumah orang tuanya lewat Bank untuk mendapatkan dana awal yang disetorkan Pendaftaran Haji. Dan mencicilnya setiap bulan dari pinjaman tadi di Bank. Sedangkan Mbak Rohmah, sudah menjual sebidang tanah warisan yang ditinggalkan orang tua mereka.

 "Duh beruntungnya mereka ya?, berharap saja siapa tahu nanti, saya juga bisa dapat undian berhaji," Batinku.

Definisi 'me-mampukan diri' berhaji memang selalu ber-liku-liku dan berbeda pada setiap orang-kan? Dua pengalaman dari mbak Siti dan mbak Rohmah, bisa saja menjadi sample proses me-mampukan diri ber-haji, dan sering kita jumpai pada masyarakat umumnya.

Tapi, ya kembai lagi, menilai definisi yang tepat untuk meng-aplikasikan istilah 'mampu' berhaji yang kita lakukan, ya hanya Allah SWT saja yang tahu! Dan meluluskan kita sebagai haji mabrur nantinya ketika di sana.

Mampukah Saya Berhaji?

Sama seperti lainnya, saya dan suami saya juga pernah, menyalakan niat berhaji di awal pernikahan itu dahulu, meski hanya di dalam hati. Namun perjalanan hidup yang juga memerlukan ongkos besar.  Macam, membangun rumah mandiri dan membiayai anak-anak kami, 'terpaksa'  masih selalu menjadi prioritas utama.

Profesi sebagai pedagang sayuran pada masa itu, menjadikan realitas, mengapa lamban meraup keuntungan, untuk segera ditabung. Belum lagi  kebutuhan, lantas keinginan dan cobaan yang selalu saja menggerus dana yang sudah terkumpul atas niat suci itu.

Akhirnya,  di tahun 2006, keinginan berhaji malah buyar. Tatkala suami saya sakit. Biaya berobat  di RS langsung menjadi prioritas, kerja keras berdagang jua sulit mengembalikan niat tadi atas biaya haji yang diminta.

Dan akhirnya suami saya wafat di pertengahan 2006 lalu, akibat penyakit ginjal. Ya sudahlah niatan itu kini hanya menyala redup di dalam hati saja, ya sambil berdoa, siapa tahu bisa menyala terang kembali suatu saat ya.

Dahulu bisa saja saya menyimpan Rp 20 ribu sehari di tabungan pribadi buat dana haji, sehingga kalau dihitung dari tahun 1998, awal kami berdagang di pasar. Seharusnya tahun 2005 dana yang siap mencapai Rp 50 jutaan. Itu bisa saja menjadi awal setoran mendaftar haji. Dan sudah bisa ber-haji saat ini.

Namun sekarang, ketika hidup seorang diri, dan menjadi tulang punggung keluarga, niatan itu mungkin hanya bisa terwujud atas izin Allah saja. Karena namanya usaha, ya kadang untung dan kadang rugi, usaha saya masih maju mundur, dan perlu modal besar yang harus selalu stand-by. 

Tapi formula untuk ber-proses me-mampukan diri, mewujudkan harapan berhaji, masih tetap saja dilakukan sih sampai sekarang! Utamanya yang pertama, saya sudah terbiasa menggunakan penghasilan saya sebijak mungkin. Kedua, membeli barang sesuai kebutuhan dan fungsi utamanya. Ketiga, menyisihkan sebagian penghasilan untuk masa depan. Semisal menabung, asuransi dan investasi.

Nah dalam konteks menabung, saya melakukan itu sebagai usaha proses me-mampukan diri saya dengan memaksimalkan lewat peran Bank, iyya Bank! Meski hanya sebatas menabung saja.

Menabung Di Bank Sejak Dini, Solusinya?

Memang, menabung di jaman sekarang selalu lekat dengan istilah Bank. Padahal Bank, yang kita pernah dengar adalah produk riba yang dilarang agama Islam. Nah, bagaimana menabung di Bank malah bisa menjadi solusi pembiayaan ibadah haji yang bernilai suci saat itu sih?

Ilustrasi I Materi Pengembangan Perbankan Syariah OJK
Ilustrasi I Materi Pengembangan Perbankan Syariah OJK
Pertanyaan itu wajar terungkap, karena saat ini banyak kali Bank konvensional yang berubah wujud menjadi Bank syariah, yang jika dilihat sepintas 'awam' ya sepertinya sama saja. Padahal dilihat dari proses pembentukannya dan proses operasionalnya akan beda.

Hal itu merujuk pada UU No 10/1998 tentang Perbankan, dimana Bank konvensional memang telah  diberi landasan hukum yang kuat oleh negara untuk melakukan kegiatan perbankan dengan prinsip-prinsip Syariah islam.

ilustrasi I Materi Pengembangan Perbankan Syariah OJK
ilustrasi I Materi Pengembangan Perbankan Syariah OJK
Nah artinya,  kita bisa saja mendefinisikan jika Bank Syariah merupakan bank yang beroperasi dengan prisnip syariah yang dalam operasionalnya, Bank syariah itu diatur oleh fatwa DSN-MUI dan hukum yang berlaku di Indonesia tentang Perbankan syariah.

Dan juga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah diberi amanat untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan Bank Syariah sesuai dengan prinsip Syariah Islam tadi. Artinya lagi, Bank syariah itu sudah sama bagusnya, sama lengkapnya dan sama modernnya dengan Bank konvensional.

Dengan begitu, menabung di Bank Syariah ya juga tetap aman, menguntungkan, dijamin oleh LPS, mendapatkan fasilitas untuk melakukan transaksi keuangan, biaya adminitrasi kecil yang tidak memotong saldo pokok tabungan.

Yang perlu dicatat, Bank Syariah beda proses menjalankan bisnis perbankannya namun fungsinya tetap sama dengan bank konvensional. Jika kita menyimak baik-baik sampai di titik ini, polemik Bank Syariah sebagai solusi pembiayaan dalam kehidupan kita sesuai ajaran agama, bisa selesai-kan?

Dan pekerjaan rumahnya kemudian, mampukah kita bisa memaksimalkan peran produk Perbankan syariah untuk berproses me-mampukan diri kita atas hajat suci kita, yakni beribadah haji sejak dini?

Memampukan Diri Lewat Bank Danamon Syariah!

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup/mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah, Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesuangguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Ali- Imron 97)

Istilah 'mampu' ini sangat menarik bagi saya, karena istilah ini disinggung langsung dalam Firman Allah, yang mengarahkan pelaksanaan perintah berhaji itu.

Menurut saya, Perbankan Syariah, memepermudah kita menafsirkan istilah 'mampu" tadi.  Dimana bisa diaplikasikan dengan mudagh melalui peran jasa Perbankan Danamon syariah.

Kenapa? Karena layanannya yang mengedepankan nilai kebersamaan dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Karena Bank Danamon Syariah selalu berkomitmen mengembangkan produk syariah yang memgang prinsip ajaran islam. Banyak Produk Bank Syariah Danamon memberikan kemudahan melaksanakan ibadah islam, semacam Umrah, Haji, Qurban.

Nah, sedari tadi pasti kita tertarik sekali untuk menunggu ada apa dan bagaimana dengan produk tabungan Haji yang ditawarkan Bank Danamon Syariah yang dari awal kita bicarakan tadi?

Namun, yakinlah dahulu, jika produk Syariah bisa menjadi jalan tengah untuk meluruskan niat berhaji kita kedepan! Apa saja itu, Nah terus membacanya ya!

Pertama, adalah layanan Rekening Tabungan Jemaah Haji (RTJH), rekening tabungan ini adalah rekening setoran awal kita untuk berhaji, besaran saldonya minimal Rp 25 juta ke Bank Danamon Syariah.

Nah jika sudah ada dana sebesar itu setor saja! Jadi aman deh. Dengan membuka rekening ini, kita otomatis telah mendaftarkan diri pada sistem komputerisasi Haji terpadu (SISKOHAT) di Kementrian Agama RI. Itu artinya kita memotong alur administrasi  pendaftaran haji lebih cepat.

Jika waktu bisa berputar lagi, dahulu harusnya saya langsung menyetor dana di rekening itu, dan hanya menunggu waktu keberangkatannya saja sekarang.

Danamon.co.id
Danamon.co.id
Sembari menunggu, kita bisa terus menabung sejumlah dana yang menjadi simpanan kita di masa depan. Dan, jangan khawatir sambil menunggu keberangkatan, jumlah tabungan kita, bisa tetap kita gunakan untuk menutup segala keperluan kita secara mendadak. Artinya saldo tabungan yang lebih banyak akan memudahkan segala transaksi keuangan lawat jasa perbankan umumnya.


Berminat dengan RJTH? Kemari deh.

Nah, yang kedua, adalah Tabungan Rencana Haji, tabungan ini merupakan tabungan syariah yang diniatkan untuk mengumpulkan dana berhaji dalam kurun waktu tertenti di masa yang akan datang.  Kita bisa mulai berencana ber-haji dengan menabung dalam jangka waktu 6-72 bulan.

Dalam tabungan ini, tentu kita diharapkankan komitmen untuk menabung setiap bulannya, kisarannya bisa Rp 300 ribu- Rp 5 Juta. Jangan kaget, saldo pokok tabungan yang terkumpul bisa bertambah karena ada manfaat berupa  bagi-hasil atas pemanfaatan oleh Bank. Dan dijamin halal deh.

Nah terus, dalam layanan tabungan ini, yang terpenting kita sudah terjaminkan asuransi jiwa. Jika dalam proses me-mampukan diri lewat menabung, kita mengalami musibah meninggal ---maaf---, Pihak ahli waris akan mendapatkan uang pertanggungan dan uang duka atas kita selain saldo pokok yang ditabung dalam tabungan itu. Sehingga manfaat dana tabungan bisa bermanfaat bagi keluarga kita.

Nah, berminat juga Tabungan Rencana Haji buat kelaurga kita? Yuk sini!

danamon.co.id
danamon.co.id
Nah sekarang sudah yakin jika kedua layanan Perbankan Syariah Danamon akan memudahkan kita semua dalam usaha me-mampukan diri berhaji-kan? Nah, terus sekarang tunggu apa lagi! Yuk saatnya berhaji!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun