Kasus korupsi dan pemberantasan korupsi seperti dua sisi mata uang, dan berbanding lurus karena semakin gencar upaya pemberantasan dan pencegahannya, makin gencar pula pelaku korupsi melancarkan serangan balik dengan berbagai modifikasi modus operandi yang semakin rumit dan sistematis sehingga makin mempersulit proses investigasi, dan penyidikan. Belum lagi upaya para koruptor, menempuh jalur-jalur politik untuk mempengaruhi opini publik dengan memutarbalikkan fakta bahwa apa yang ditempuh adalah benar, sesuai kebijakan yang telah digariskan, terlebih lagi berdalih demi kepentingan stabilitas ekonomi, perbankan dan alasan lainnya yang tidak masuk akal, bagi yang masih mempunyai nurani. Sehingga makin mempersulit penuntasan kasus dalam upaya pemberantasan korupsi. Tidak hanya sampai disitu, dilancarkan pula konspirasi kriminalisasi terhadap pimpinan institusi pemberantasan korupsi untuk melemahkan peran dan fungsi institusi. Mengapa bisa terjadi seperti itu. Bukankah sistem pengawasan internal, eksternal dan penegakan hukum telah dijalankan. Apa yang salah dalam pelaksanaan semua proses itu. Banyak jawaban dan analisis yang didapat, baik dari kaca mata hukum, politik, birokrasi, sosiologi maupun yang lainnya. Yang pasti, berbagai jawaban dan analisis itu, mengandung kebenaran sesuai sudut pandangnya. Namun ternyata, itu semua belum sepenuhnya memberikan solusi untuk penuntasan kasus korupsi beserta upaya pencegahannya. Ada satu hal penting dan mendasar yang bisa jadi sangat menentukan dalam upaya pemberantasan korupsi termasuk pencegahannya, tidak lain adalah faktor keteladanan dari pemimpin masing-masing institusi yang menjalankan sistem pemerintahan dan kenegaraan di negeri ini. Karena sebaik apapun suatu sistem dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang lengkap dan sesuai kaidah hukum, serta berorientasi kesejahteraan rakyat, tetap saja akan mampu ditembus oleh tipu daya kenikmatan hasil korupsi, yang disebabkan oleh kerapuhan kepemimpinan yang tidak mampu memberikan keteladanan untuk mengemban amanah dan tanggung jawab, karena telah larut dalam gelimang harta hasil jarahan yang diperoleh melalui korupsi. Adalah suatu keniscayaan, pemimpin yang memberikan keteladanan mengemban amanah agar tidak terpedaya oleh perilaku korup, kemudian berani bertindak tegas terhadap setiap pelaku korupsi yang terjadi di lingkup tanggung jawabnya, pasti akan memberikan efek jera bagi yang lain. Namun sebaliknya jika pemimpin telah masuk dalam jaringan koruptor, yang terjadi adalah satu kata dan perbuatan dengan sang pemimpin. By Harsudi CH - Posted in: Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H