"Jomlo abadi itu bersikeras pada setiap pelanggan kalau cappuccino, latte, flat white bukan sekadar espresso dikasih susu." (hal.72)
Ada banyak novel politik dan metropop yang dikarang oleh novelis Indonesia. Tapi kalau keduanya digabung dengan mitologi iblis, mungkin baru Hendri Teja yang melakukannya. Mungkin Iblis-Iblis Capres (IIC) adalah novel ekperimen Teja yang cenderung menekuni fiksi histori lewat serial Tan Malaka-nya. Terlebih novel ini hanya tersedia dalam bentuk ebook, sesuatu yang sesungguhnya paling dibenci oleh mereka yang hobi foto-foto buku buat konten Instagram.
Sekadar info, novel Teja sebelumnya sempat mendapat Penghargaan Sastra Kategori Novel Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), Tiga Besar Buku Prosa Terbaik Pilihan Majalah Tempo (2016), serta Pemenang Unggulan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (2010).
Dalam IIC, Teja terang menolak bermain aman---politik, metropop dan iblis sebenarnya tiga tema yang saling membinasakan dalam arus literasi Indonesia yang lumrah menolak hal-hal serba aneh---walaupun Teja tetap mencoba membungkusnya dengan suasana yang lebih edgy.
Ini yang bikin IIC jadi berbeda dari kebanyakan novel Indonesia. Karena tokoh utama dari novel ini: Dantalion, adalah sosok kontroversial yang tercatat sebagai iblis nomor 71 di mitologi demon Segel Solomon. Dalam mitologi itu Dantalion digambarkan sebagai adipati agung neraka yang memimpin 36 legion pasukan iblis---sekitar 216 ribu prajurit.
IIC memang secara eksplisit menggambarkan karakter-karakter dalam mitologi demon. Seteru Dantalion adalah Valak---kalian yang penggemar film Conjuring pasti ngeh dengan sosok yang satu ini. Lalu ada Molokh, Paimon, Asmodeus, dan tentu saja Lucifer.
Tenang saja, gak semua tokoh IIC ini diimpor. Ada juga mahluk-mahluk halus khas bumi melayu semacam Ratu Roro Kidul, Lampir, Gepeng, Pokpok, Suwanggi, Genderuwo, Banaspati sampai Kuntilanak. Dan mereka semua hidup bersama manusia di sebuah negara bernama Kalbusia.
"Kalbusia? Satu negeri yang sudah bisa bikin pesawat terbang, tapi tetap menyangka mobil impor lebih keren." (Hal 125)
Tapi kamu jangan langsung men-judge kalau IIC semacam Halfworlds-nya Joko Anwar yang dinovelisasi. Kalau diibaratkan film, IIC merupakan gabungan antara Ghost-nya Patrick Swayze dan Demi Moore dengan The Ides of March-nya George Clooney dan Ryan Gosling. Ibarat novel, membaca IIC kayak membaca Hujan Bulan Juni-nya Sapardi Joko Damono dengan Primary Colors-nya Joe Klein.
Jadi, alih-alih iblis bunuh-bunuhan manusia demi relik suci, IIC menawarkan intrik politik khas istana negara yang dibalut dengan kisah percintaan kaum urban ibukota.
"Bukankah segala yang pecinta berikan adalah persembahan yang tak menuntut balas apalagi penyesalan?" (hal. 155)
Novel ini tentu gak melulu berisikan iblis. Ada pula karakter-karakter manusia di dalamnya. Contohnya capres Penrod Sigra yang sedang habis-habisan menantang Presiden Jakeem Wyman dalam Pilpres Kalbusia. Selain jajaran politikus, ada juga paderi Axlan Serafim yang berperan sebagai sosok yang mengubah arus cerita IIC.
Alur cerita yang diusung IIC adalah tentang pertarungan Dantalion yang mendukung Jakeem dengan Valak yang mengusung Penrod. Pertarungan politik ini bersifat Machiavelli sehingga akan ditemukan siasat-siasat keji semacam hoaks, citra yang membodohi publik, sampai penyelewengan kekuasaan.
"Hanya Tuhan yang Mahatahu, dan saya pesimis Dia mau berpihak pada iblis-iblis pemerintah." (Hal 106)
Agak berat kelihatannya? Tenang saja, karena Teja gak pelit untuk bercerita dengan idiom-idiom khas ababil (ABG Labil) di antara berlembar-lembar gaya bahasanya yang "nyastra".
Dengan menggambarkan sosok Dantalion sebagai iblis zadul, kudet, dan hobi nongkrong di coffe shop tapi membeci segala hal yang berbau kopi, jelas kelihatan kalau Teja coba menggaet pembaca-pembaca zaman now.
"Kalau rencana kita gagal, kamu bisa buka coffee shop di neraka. Aku punya kenalan Penghuni pemasok kopi-kopi terbaik dari seantero pegunungan Kalbusia."Â
"Tidak ada kopi di neraka, Bray."Â
"Nah, itu peluang bisnis yang bagus. Kamu bisa sekalian monopoli." (hal 74)
Kalau bro sis suka novel metropop dengan tema yang antimainstream, seru tapi gak ngebosenin maka IIC bisa jadi satu pilihan. Saya juga merekomendasikan novel ini buat kamu yang lagi kuliah di jurusan politik sebab ada pembelajaran-pembelajaran politik yang bisa dikaitkan dengan realitas politik kita hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI