"Bukankah segala yang pecinta berikan adalah persembahan yang tak menuntut balas apalagi penyesalan?" (hal. 155)
Novel ini tentu gak melulu berisikan iblis. Ada pula karakter-karakter manusia di dalamnya. Contohnya capres Penrod Sigra yang sedang habis-habisan menantang Presiden Jakeem Wyman dalam Pilpres Kalbusia. Selain jajaran politikus, ada juga paderi Axlan Serafim yang berperan sebagai sosok yang mengubah arus cerita IIC.
Alur cerita yang diusung IIC adalah tentang pertarungan Dantalion yang mendukung Jakeem dengan Valak yang mengusung Penrod. Pertarungan politik ini bersifat Machiavelli sehingga akan ditemukan siasat-siasat keji semacam hoaks, citra yang membodohi publik, sampai penyelewengan kekuasaan.
"Hanya Tuhan yang Mahatahu, dan saya pesimis Dia mau berpihak pada iblis-iblis pemerintah." (Hal 106)
Agak berat kelihatannya? Tenang saja, karena Teja gak pelit untuk bercerita dengan idiom-idiom khas ababil (ABG Labil) di antara berlembar-lembar gaya bahasanya yang "nyastra".
Dengan menggambarkan sosok Dantalion sebagai iblis zadul, kudet, dan hobi nongkrong di coffe shop tapi membeci segala hal yang berbau kopi, jelas kelihatan kalau Teja coba menggaet pembaca-pembaca zaman now.
"Kalau rencana kita gagal, kamu bisa buka coffee shop di neraka. Aku punya kenalan Penghuni pemasok kopi-kopi terbaik dari seantero pegunungan Kalbusia."Â
"Tidak ada kopi di neraka, Bray."Â
"Nah, itu peluang bisnis yang bagus. Kamu bisa sekalian monopoli." (hal 74)
Kalau bro sis suka novel metropop dengan tema yang antimainstream, seru tapi gak ngebosenin maka IIC bisa jadi satu pilihan. Saya juga merekomendasikan novel ini buat kamu yang lagi kuliah di jurusan politik sebab ada pembelajaran-pembelajaran politik yang bisa dikaitkan dengan realitas politik kita hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H