Peraturan Daerah
Menurutnya, perlu diberi pemahaman bahwa membuat pantun dan puisi merupakan kesenian yang populer, sehingga generasi penerus tidak gengsi menggunakannya. Tapi hal itu juga tentu harus sejalan dengan penerapannya. "Setiap acara, sebelum memulai dan menutup gunakanlah pantun. Gunakan pantun bijak yang sarat dengan nilai-nilai moral, sehingga kita benar-benar membumikan pantun dan puisi dalam kehidupan kita," ungkapnya. Pada intinya Jalaludin meminta agar sastra asli bangsa tersebut lebih dimasyarakatkan.
Jalaludin dan Fahrodji juga menyatakan sebuah apresiasi tersendiri bagi siapapun yang mau membudayakan kembali karya-karya sastra Indonesia ini. Dari sisi komunitas, ada yang tengah dibangun Lentera, sebuah aplikasi perpustakaan digital swasta, untuk kembali memasyarakatkan budaya sastra Indonesia, khususnya puisi. Menurut Sang Founder, Annastasia Puspaningtyas, Lentera, selain dibangun untuk meningkatkan literasi masyarakat, startup yang baru muncul Desember tahun lalu ini, juga ingin melestarikan karya sastra Indonesia yang kini telah nyaris terlupakan oleh asimilasi budaya global di Indonesia.
"Dulu kita punya pejuang sastra yang hebat dan legendaris. Ada Amir Hamzah, Chairil Anwar, W.S. Rendra, Putu Wijaya, hingga Sapardi Djoko Damono. Ke mana generasi penerusnya? Ini yang harus secara serius kita bangkitkan," ungkap Annastasia. Karena itu, Lentera mengadakan kegiatan Deklamasi Lentera, yaitu lomba membacakan puisi para penyair baru yang diharapkan bisa menjadi penerus pujangga terdahulu. Tidak hanya mengadakan lomba deklamasi, Lentera pun mengadakan lokakarya dan diskusi bersama tujuh penyair Indonesia, yang diikuti dengan antusias oleh para pecinta literasi, pada Sabtu, 20 Mei lalu. Kegiatan seperti itulah yang menurut Fahrodji patut mendapat apresiasi tinggi.
Bahkan Fahrodji juga mengungkapkan bahwa beberapa daerah di Indonesia bahkan telah membuat peraturan daerah (Perda) yang berisi kewajiban bagi setiap pejabat di wilayahnya, agar dalam setiap memberikan sambutan harus diawali dan ditutup dengan pantun. Balai Pustaka sendiri, selama dua tahun berturut-turut yakni pada 2021 dan 2022, menggelar lomba berbalas pantun. "Hebatnya, yang mengikuti jumlahnya lebih dari 1.000 peserta dari seluruh Indonesia," ungkapnya. Kini, pantun menjadi semacam pemanis bagi para kontestan di pesta demokrasi, baik yang ikut pemilihan legislatif maupun bagi seorang calon presiden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H