Coba kita tengok negara-negara di luar sana, yang tengah melakukan upaya penghindaran dan perlawanan terhadap penyebaran virus Corona baru (COVID-19). Begitu kompaknya, begitu saling pedulinya. Upaya tegas bahkan keras, demi keutuhan dan keberlangsungan hidup bangsa.
Di Italia, kita lihat sendiri bagaimana rasa kebangsaan mereka dimunculkan. Melakukan penghormatan kepada para petugas medis yang bertaruh jiwa raga mengatasi masalah dengan cara mengisolasi diri. Apa sebab? Sebab mereka peduli, bilamana tiada lagi kepedulian, maka rumah sakit bisa penuh. Akan banyak petugas medis yang mati sebab mereka garda terdepan.
Akan banyak pula penduduk yang akan mati karena bila kasus membludak, takkan bisa maksimal tertangani secara medis. Kemudian tengok pula di China. Upaya luar biasa China membangun rumah sakit khusus COVID-19 dalam waktu singkat. Bersama dengan rakyatnya mereka lakukan riset di tengah gejolak kasus dan akhirnya berhasil mereka temukan solusi melawan virus.
Korea pun. Tak Selatan tak Utara, mereka lakukan upaya maksimal dengan apa yang mereka punya. Teknologi mereka kerahkan sebesar-besarnya demi keselamatan bangsa. Di Korea Utara, tak segan lagi Kim Jong-Un mengancam tembak mati bagi warga asing pelintas batas negara.
Di Australia, sempat terjadi gaduh berebut kebutuhan sandang pangan, namun pemerintah di sana kemudian sigap kembali menormalkan ketersediaan kebutuhan primer tersebut.
Kemudian lebih dekat lagi di Singapura, Malaysia, Vietnam, kita lihat bersama upaya mereka menghimpun bangsanya untuk bersama melawan penyakit berbahaya ini. Demi apa? Demi bangsa tercinta. Rakyat yang ibarat merupakan satu organ dalam satu tubuh, yang merupakan pendukung kemajuan negara.
Cinta Bangsa
Dengan dasar apa sebenarnya semua hal di atas terjadi? Dengan cinta. Kecintaan terhadap negara dan bangsa. Mereka tanamkan hal utama yang terpenting bagi keberlangsungan negara yaitu cinta bangsa dan tanah air. Di kejadian ini kita melihat mana bangsa-bangsa yang sebenarnya merasakan saling memiliki satu sama lain.
Mereka ibarat berkata, "Jika kita biarkan semua terjadi bukan tak mungkin banyak anak bangsa mati jadi korban." Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Bukan tiada upaya pemerintah melakukan tindakan. Presiden Joko Widodo telah meminta agar lakukan semua di rumah, bahkan hingga ibadah pun. Lalu pembatasan terhadap konsumsi bahan pokok sudah diberlakukan.
Social distancing sudah dikampanyekan -meski rupanya kemarin ada kecolongan, tenaga kerja asing (TKA) banyak masuk. Untuk hal ini sedikit jadi perhatian karena social distancing tujuannya menjaga jarak aktivitas agar jauh dari potensi tular menular. Namun bila TKA pun tidak dibendung, apalah guna jarak? Semakin sesak wilayah lantaran orang baru, macam mana pula nak jaga jarak.
Kemudian upaya medis sudah dimaksimalkan meski memang belum sempurna. Ini pula patut diperhatikan. Kita memang punya fasilitas medis khusus penanganan COVID-19. Tapi tak sebesar di negara lain. Dan semua kebijakan yang antisipatif sebenarnya sudah dilakukan. Namun inilah persoalannya. Siapa yang bisa bawa kebijakan ini untuk masyarakat?