"Oh gitu. Ya udah.."
Dalam hati mulai keluar ocehan, "Bego banget sih nih tukang pangkas. Ya saya ini ke tukang cukur pasti mau potong rambut. Terus mentang-mentang sudah kelihatan rapi, ya sudah begitu saja? Niat nyari duit apa enggak sih ini manusia?"
Tapi ocehan itu hanya terlintas di kepala saja. Jangan sampai terucap supaya tak jadi masalah lebih besar lagi. Potong sana potong sini rambut dan akhirnya beres. Wow! Hasilnya... Keren! Benar-benar memuaskan. Ternyata di balik "malesin" kelakuannya, si abang-abang ini skilful juga.
"Nah, iya Mas, keren nih. Ya sudah begini saja sudah."
"Okeh. Cukup ya gitu ajah?"
Dia pun melanjutkan membersihkan bekas rambut dan melakukan pemijatan di sekitar tengkuk. Dan wow lagi! Pijatannya pun mantap, menyegarkan. Memang dia sebenarnya piawai. Namun sayangnya, sikapnya yang tidak piawai.
Selanjutnya, hampir sama dengan kisah tukang pangkas, ini terjadi saat sudah di dunia kerja. Kali ini cerita di perusahaan media massa terkemuka di Indonesia. Si pemimpin perusahaan tersenyum kecil lantaran perusahaannya berhasil meraih target pendapatan iklan Rp 2 miliar.Â
Sebaliknya, para karyawan perusahaan sumringah karena kerja keras mereka tak sia-sia. Namun kemudian si pimpinan perusahaan berhidung besar itu mengatakan, "Bulan depan minimal pendapatan iklan Rp 8 miliar!"
Ungkapan itu pun disambut dengan reaksi datar para karyawan. Hanya terdengar hiruk pikuk ringan dengan ekspresi wajah tersenyum, namun dibarengi kerutan dahi, "Wah..." Ada pula peserta yang dengan suara sayup mengungkapkan, "Ngasih target memang mudah bos, tapi menjalankannya?" Meski begitu, reaksi para peserta tersebut telah terbaca oleh sang pemimpin perusahaan, dan tentunya dia tak peduli.
Dari kedua cerita tersebut, pada hakikatnya, terungkap bahwa tukang pangkas dan para karyawan perusahaan media massa itu memang bagus dalam bekerja. Namun masih belum bagus dalam menyikapi pekerjaan. Dalam hal ini, belum bagus yang dimaksud ialah kurangnya semangat para karyawan. Kenapa bisa begitu ya?