Mohon tunggu...
Angiola Harry
Angiola Harry Mohon Tunggu... Freelancer - Common Profile

Seorang jurnalis biasa

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Paradigma Pondok Pesantren di Era Globalisasi Ekonomi

27 Mei 2015   10:52 Diperbarui: 24 Juli 2015   16:10 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh sebelum berdirinya lembaga pendidikan formal di Indonesia, terdapat pesantren yang merupakan bagian dari peradaban Islam di Indonesia dalam pembentukan ahlak mulia dan pengembangan keilmuan serta dakwah, baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara awam masyarakat mengetahui pesantren, melulu hanya sebagai tempat 'perbaikan' moral dan ahlak serta tempat belajar ilmu agama. 

[caption caption="Foto: www.akdn.org"][/caption]

Hanya itu sajakah? Tentu tidak, karena ke depannya, pesantren akan diberdayakan, khususnya dalam pengembangan ekonomi negara (secara umum) dan lebih khusus lagi, keuangan syariah. Lalu dimanakah potensi para santri yang bisa digali secara ekonomi? Perlu diketahui dulu, bahwa ekonomi syariah ibarat air di kubangan yang mudah kembali jernih setelah mengalami kekeruhan. Kemampuan resilience atau kemampuan untuk cepat kembali pada fundamentalnya, dimana bila ada suatu goncangan atau bencana ekonomi yang tiba-tiba, ekonomi syariah akan memiliki ketahanan yang lebih baik secara statistik. Kemampuan ekonomi seperti itu akan sangat membantu pengembangan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Seperti halnya sistem keuangan konvensional, sistem keuangan syariah juga memberi perhatian penuh terhadap stabilitas keuangan. Sistem keuangan syariah seperti sistem keuangan mainstream lainnya, yang juga dituntut berkembang dan berkontribusi kepada hal-hal yang bukan hanya yang mendorong pembangunan. Tapi juga yang mendorong stabilitas sistem keuangan. Dan kondisi perbankan syariah di Indonesia hingga saat ini baik. Walau dari masa ke masa, tentu ada masa up and down. Namun ke depannya, perbankan dan lembaga keuangan syariah diyakini bisa berpotensi tumbuh tinggi. 

Perubahan Paradigma

Melihat potensi tersebut, visi nasional pengembangan pesantren sebagai salah satu sokoguru pengembangan ekonomi syariah membutuhkan sinergi nasional antara pemerintah, pesantren, lembaga pendidikan formal, ormas, dan pihak terkait lainnya. Pemerintah, khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional, memiliki andil yang sangat penting untuk menentukan arah strategis pendidikan pesantren dengan penyelarasan kurikulum nasional. Arah strategis tersebut menjadi jangkar keberhasilan nasional untuk menghasilkan kurikulum pesantren berlandaskan nilai luhur agama dan sains-teknologi dalam jangka panjang.

Maka perlu implementasi kurikulum pesantren yang searah kurikulum nasional. Agar pesantren dapat diberdayakan sampai titik optimalnya untuk mendorong setiap sektor ekonomi, yang dapat meningkatkan kemampuan nasional untuk mengamankan program ekonomi pemerintah yang berkesinambungan. Karena itu, perlu perubahan paradigma pendidikan pesantren. Yang terutama adalah penyelarasan kurikulum pesantren dengan kurikulum nasional merupakan urgensi agar selaras dengan kurikulum nasional, sehingga lulusan pesantren dapat berkompetisi untuk memasuki Perguruan Tinggi Nasional (PTN) ternama di Indonesia.

Pesantren diharapkan dapat melakukan peningkatan soft skills dan keterampilan kejuruan sesuai minat dan bakat para santri dengan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tanpa mengorbankan nilai luhur agama sedikitpun. Pasalnya, pesantren perlu memiliki visi untuk dapat melahirkan ilmuwan yang tidak hanya fasih dalam ilmu agama dan hafal Al Quran (hafidz), tetapi juga ilmuwan yang bermodalkan sains dan teknologi, fasih berbahasa Inggris, dan pandai berbisnis dengan inovasi modern untuk berkontribusi dalam perekonomian nasional dan menjadi duta Indonesia di peta persaingan dunia.

Program Nyata

Maka rumusan langkah-langkah program kerja nyata yang harus segera diimplementasikan pesantren, pertama adalah meningkatkan kapabilitas dan ketrampilan pondok pesantren untuk mendukung keberlanjutan kemandirian ekonomi, melalui program penguatandan perluasan unit bisnis, pengelolaan keuangan dan peningkatan efisiensi dan tata kelola pesantren. Kedua, mendukung peningkatan kemampuan wirausaha di lembaga pondok pesantren melalui pengembangan inkubator bisnis syariah, dan ketiga menjadikan santri dan alumni pesantren sebagai pionir wirausaha masyarakat. Selain itu, akan juga dilakukan pengembangan kajian dan implementasi bisnis model yang paling sesuai dengan kearifan lokal dan karakteristik dari masing-masing wilayah dan pesantren.

Kita pun sudah banyak melihat pesantren yang mengembangkan ekonomi kreatif secara intensif demi terciptanya knowledge based economy. Mereka mendirikan koperasi, mengembangkan berbagai unit usaha berskala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan inkubator bisnis berdasarkan prinsip syariah. Inilah yang sejalan dengan program peningkatan ekonomi negara yakni menjaga kestabilan sistem keuangan dengan meningkatkan sektor-sektor ekonomi yang potensial, salah satunya UMKM. 

Financial Inclusion

Sehubungan dengan prinsip ekonomi syariah, salah satu instrumen syariah yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi adalah zakat dan wakaf. Karena peningkatan kualitas tata kelola lembaga zakat dan wakaf pada gilirannya akan mendorong tercapainya financial inclusion. Financial inclusion merupakan salah satu peran bank sentral dalam peningkatan kapasitas produksi, melalui perluasan penguatan basis produksi serta perluasan akses masyarakat. Karena melihat fenomena ekonomi terkini, situasinya semakin dinamis.

Adapun inklusi keuangan (financial inclusion) ialah menggerakkan orang-orang yang sebelumnya terisolasi dalam sistem ekonomi dan belum tersentuh, menjadi partisipan yang berkontribusi dan diharapkan berkembang pesat. Dengan peningkatan keamanan finansial dan kemampuan untuk mengelola aset mereka, maka mereka yang tadinya belum terlayani dengan baik secara finansial, akan menjadi lebih mampu untuk menyekolahkan anak-anak mereka, menyediakan rumah yang aman dan membayar layanan kesehatan bagi keluarga mereka. Bila berbicara soal inklusi keuangan, maka lingkup ekonomi yang lebih mudah dicakup terlebih dahulu adalah perekenomian domestik.

Dan karena mereka yang tercakup oleh inklusi keuangan ini kebanyakan adalah orang-orang dengan kemampuan ekonomi 'lemah' maka sektor yang ditekankan adalah sektor riil, sebagai sektor yang mudah mereka kelola. Salah satu indikator keberhasilan financial inclusion adalah peningkatan financial outreach kepada masyarakat. Keberadaan lembaga zakat dan wakaf yang efisien akan meningkatkan financial outreach kepada segmen masyarakat yang pada saat ini belum terjangkau oleh lembaga perbankan disamping sektor komersial yang sebelumnya telah terlayani oleh industri perbankan pada umumnya.

Dalam arti yang lebih luas, peningkatan kapasitas pengelolaan zakat dan wakaf merupakan bentuk jaringan pengaman keuangan (financial safety net) syariah, dimana semakin luas segmen masyarakat dapat mendapatkan pelayanan dalam bentuk peluang untuk berusaha dan bahkan mengamankan kebutuhan dasar konsumsinya, terutama pada situasi yang sulit. Penguatan basis produksi yang didukung oleh segmen yang lebih luas dan terjaganya konsumsi masyarakat, akan meningkatkan daya tahan ekonomi.

Terutama pada saat terjadinya gangguan, karena sistem ekonomi telah mencapai tingkat kemandirian yang lebih baik. Zakat dan wakaf nantinya akan menjadi penunjang layanan keuangan mereka, dalam bentuk jasa keuangan syariah. Melalui akses ke produk dan layanan keuangan, serta piranti dan pengetahuan untuk mengelola keuangan mereka, diharapkan mereka akan memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan kewirausahaan -menciptakan peluang ekonomi bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat- di sekitar mereka.

Sektor Riil

Begitupun perbankan syariah, seperti halnya lembaga pembiayaan yang lain, akan terus mendorong pertumbuhan pada sektornya masing-masing. Sementara perbankan syariah mendorong sektor riil (bukan transaksi keuangan yang sifatnya spekulatif seperti transaksi yang derivatif, yang sifatnya agresif), sehingga bila sektor riilnya maju, kestabilan harga akan tercapai dan inflasi terjaga.

Dengan demikian, kontribusi perbankan syariah sesuai dengan tujuan financial inclusion. Lebih rincinya, dengan dimudahkannya layanan keuangan bagi mereka yang sebelumnya terisolasi dalam sistem keuangan, diharapkan terjadilah penguatan basis produksi. Kemudian pada gilirannya, akan meningkatkan sisi supply dalam perekonomian Indonesia sehingga dapat mendukung pengendalian inflasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun