Kira-kira lebih dua puluh tahun yang lalu, waktu saya masih siswa Sekolah Dasar, ada teman satu sekolah yang dikabarkan tewas karena tenggelam. Sebenarnya saya dengan dia tidak akrab-akrab sekali, bisa dibilang hanyaa sebatas kenal-kenal anjing.Tahu kan maksudnya 'kenal-kenal anjing'? Kalau berpapasan hanya saling melirik,  mengendus dan berlalu.Â
Dan rentang waktu dua puluh tahun yang sudah berlalu, saya yakin hampir semua orang yang pernah mengetahui kabar itu sudah lupa dengan kejadiannya. Bisa jadi sudah lupa kalau dia pernah eksis. Saya bahkan sudah lupa namanya, tetapi wajahnya saya masih ingat. Tampangnya yang mirip orang dari Timur Tengah, khas dengan kedua alisnya yang tebal dan nyaris menyatu di atas garis puncak hidung.
Namun beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir ini, dia tiba-tiba nongol di dalam mimpi saya dan bilang, "Dulu saya tidak mati tenggelam. Mereka terlebih dahulu menghilangkan nyawa saya, lalu ditenggelamkan."
"Kenapa mereka menghilangkan nyawamu?" tanya saya. Sebelum sempat dia menjawab, saya sudah terbangun dari tidur. Begitu terus selanjutnya, dia kembali hadir beberapa kali dalam mimpi saya secara random, dengan kalimat yang sama, tanpa pernah sempat menjawab pertanyaan saya.Â
Dan dia masih saja terjebak dalam sosok anak berumur dua belas tahun, sosoknya yang dulu terekam dalam ingatan saya. Mungkin jika dia hadir dengan sosoknya yang sekarang, saya tidak akan bisa mengenalinya lagi.
Dia cuma sebatas berbicara begitu saja,  tidak meminta saya untuk balas dendam. Syukurlah jika dia menyadari bahwa saya bukan Lasmini atau Brama Kumbara? Dia saja tidak (atau belum? ) memberi tahu siapa orang-orang yang dimaksud itu. Tetapi saya penasaran juga kelanjutannya bagaimana. Kapan lagi mengalami kejadian seperti di film-film misteri? Kebetulan saya adalah penggemar serial TV: Law & Order, Calling dan juga The Ghost Whisperer.
Maka saya pun flash back ke masa-masa SD dulu. Iya, saya dulu pernah SD, masa-masa saya masih kecil & kurus seperti anak yang terganggu pertumbuhannya. Jadi FYI, saya tidak langsung rupawan seperti sekarang. Â
Jadi teman 'kenal-kenal anjing' yang hadir dalam mimpi saya kemarin itu adalah anak perempuan. Maaf, tadi di awal lupa memberi tahu. Tetapi tenang saja, tidak akan sampai mempengaruhi jalan cerita kok. Jadi dia ini orangnya memang bengal, tukang berkelahi melawan sesama anak perempuan dan juga anak laki-laki.Â
Badannya tergolong bongsor untuk anak seusia kami, tinggi besar (benar-benar besar semuanya, jika anda tahu maksud saya), dan hobby nongkrong dengan pria-pria yang lebih dewasa. Dengan usia yang relatif sama, jika kami berdiri berjejer dengannya, maka tinggi kami hanya sebatas bahunya saja.
Akibat kebiasaan nongkrong dengan pria-pria yang lebih tua itu juga lah dia sering disebut 'hoda'. Di lingkungan sosial suku Batak di kampung, diksi 'hoda' (yang dalam bahasa Indonesia artinya 'kuda') juga kerap digunakan untuk menyebut anak perempuan atau gadis yang begajulan.Â
Biasalah di kampung  ada stigma bahwa anak perempuan itu sebaiknya menyibukkan diri dengan menyulam atau menyiram bunga,  bukan malah nongkrong dengan para laki-laki yang tidak jelas. Tetapi coba seandainya subjeknya adalah laki-laki, mau berbuat apa juga bebas. Tidak bakalan mendapat sebutan 'huting' (kucing), 'bodat' (beruk) atau apalah untuk mendeskripsikan tingkah polah yang dianggap tidak sesuai dengan tatanan sosial masyarakat. Ada diskriminasi gender memang. Ah, ini tidak adil!
Kembali lagi ke flash back di masa lalu, dulu tenggelamnya juga bukan di sungai atau di danau, apalagi di laut. Tetapi di kolam ikan. Tahu sendiri kolam ikan seperti apa wujudnya, paling hanya sedalam cintamu padaku yang tak lebih dari satu meter itu. Hallahhh,  jadi curhat! Bagaimana ceritanya bisa kelelep di kolam yang cuma sedalam cintamu padaku yg tidak lebih dari satu meter itu? Hallahhh,  curhat lagi.Â
Dan saya menjadi mengingat kembali bahwa dulu kolam ikan ini sangat jauh dari pemukiman, seperti disengaja terpencil, letaknya jauh di tengah-tengah sawah yang dikelilingi semak belukar yang tinggi. Semacam lokasi dimana jin sering buang dahak. Lokasi dimana jika sesuatu terjadi,  orang-orang mungkin tidak akan tahu.  Yang jika seseorang berteriak minta tolong, teriakannya hanya akan terdengar samar dan segera hilang terbawa angin atau tertimbun suara-suara mahluk hidup penghuni ekosistem air dan serangga. Sampai di sini kecurigaan saya kok mulai make sense ya!?
Dulu yang melaporkan kematiannya adalah para pria yang sering menjadi teman-temannya nongkrong, pria-pria yang putus sekolah, pengangguran dan hal-hal tidak jelas lainnya. Â Dan sepertinya laporan versi mereka tersebut diterima begitu saja oleh orang-orang dan pihak keluarga. Tidak ada yang kritis bertanya kronologinya bagaimana, lalu mengusut apakah kronologinya masuk akal atau tidak. Mayoritas warga malah cenderung menghakimi.
"Pantas tenggelam, dia liar sih."
"Begitulah kalau anak perempuan salah pergaulan."Â Dan seribu satu kalimat penghakiman lain yang sama tidak menyiratkan simpati. Sudah meninggal, masih juga dihujat. Padahal waktu dia masih hidup, tidak ada yang berani bicara begitu karena pasti langsung dihajar di TKP.
Saya saja baru menyadari kejanggalan kejadian itu sejak dia datang dan curhat lewat mimpi. Â Nah lho! Seandainya ini adalah cerita film betulan, pasti adegannya akan sangat tipikal sekali: saya kembali ke kampung, memanggul ransel, memakai kemeja kotak-kotak dan jeans lusuh. Sibuk bertanya-tanya ke warga setempat, konsultasi dengan Polsek, mendatangi kolam ikan yang dulu menjadi TKP sabil memotret-motret lokasi, mencoba menyelidiki kembali kejadian di masa lampau.Â
Dan saat sedang makan siang di warung,  saya disamperi sekelompok pemuda yang memakai anting di telinga sebelah kiri, dengan bekas luka yang sudah setengah sembuh di pipi kanan, ada tato gambar celeng di lengan kiri, lalu menghardik, "Hey, manis. Sedang coba-coba cari masalah ya?" sambil menancapkan golok ke atas meja, dan membuat mangkok dan piring dihadapan saya berhamburan.
Lalu saya berdiri, balas menatap garang dan menjawab, "Ya, Â saya memang suka cari masalah. Kenapa? Anda gak suka? Atur anakmu!"
* Mengenang Akseyna UI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H