Mohon tunggu...
Harrys Simanungkalit
Harrys Simanungkalit Mohon Tunggu... Freelancer - Hotelier

Manusia Biasa Yang Sering Overthinking

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Torang Sitorus: Sosok Terang dari Gunung

11 Oktober 2023   15:24 Diperbarui: 11 Oktober 2023   15:49 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu sekolah saya waktu SD lokasinya di lereng gunung. Jadi saban pagi setiap berangkat sekolah, rasanya seperti berangkat untuk bertarung dengan Mak Lampir. Tahu sendiri kan kalau Mak Lampir berdomisili di gunung. Atau cuma saya sendiri yang tahu? Ah, kalian tidak pernah mendengarkan sandiwara radio yang sponsor utamanya obat batuk itu?

Siapa yang menyangka, dari sekolah yang di kelilingi kuburan, ladang dan jurang curam yang menganga itu sudah telah berhasil 'membidani' lahirnya orang-orang hebat.

Salah satunya Torang Sitorus. Saya bukannya SKSD ya, tetapi saya memang dulu benar-benar berteman dengan dia. Mudah-mudahan dia masih ingat saya dan sudi meninggalkan jejak di kolom komentar. Karena kalau tidak, netizen yang terkenal bermulut cabe pasti menuduh saya SKSD, sebuah tuduhan yang saya takutkan dalam hidup ini.

Torang dalam bahasa Batak artinya 'terang'. Perkara nama ini, saya dulu sering meledek dia, yang sekarang menjadi saya sesali.
"Kamu namanya Torang, tapi kamu kok gak terang?"
Biasanya pertanyaan saya ini hanya cukup disambut dengan jambakan maut.
Tapi memang terbukti, bahwa nama adalah doa. Lihatlah kiprah dia sekarang.

Jadi buat para orangtua, jangan pernah memberi anak anda nama Derita Tiada Akhir, Gelap Gulita, dll. Hati-hati!

Saya bisa dekat dan sohiban dengan dia karena saya & dia pernah sebangku waktu sekelas di kelas 5 SD. Dulu bangku sekolah bentuknya bangku panjang. Jadi satu bangku ini 'penunggu'nya dua orang.  Saya lupa apakah dulu bangku ada sandarannya untuk sekedar menyandarkan sejenak beban diri dan menaburkan benih kasih hanyalah emosi. 

Akrab dengan Torang dulu privilege banget, karena kebetulan dia termasuk anak keluarga 'sultan' di Tarutung. Saya sebut sultan karena dulu barang-barang miliknya branded semua. Branded pada masanya, tentu saja. Mulai dari tas sekolah, sepatu, jam tangan, sampai kotak pensil. Bikin iri dan dengki orang-orang yang hatinya diliputi kegelapan.

Orangnya juga baik hati & royal. Apalagi saya yang dulu doyan baca, tiap hari dipinjemin majalah Bobo & Donald Duck dengan cara dibawa ke sekolah. Membacanya juga ngumpet-ngumpet, soalnya kalau ketahuan guru, bukan cuma majalahnya yang disita, tapi telinga juga ikut disita alias dijewer.

Ini juga yang dulu mau saya gugat ke pihak sekolah, kenapa di sekolah tidak boleh membaca sesuatu di luar buku pelajaran. Toh dibaca pas jam istirahat kok. Seperti ada stigma bahwa pada jam istirahat, anak-anak normal itu harusnya berlarian ke sana kemari, sambil menjerit-jerit kesetanan. Anak yang kalem dianggap tidak normal.

Guru saya bahkan sampai pernah ngomong ke saya, "Sana lari-lari di halaman. Kamu jangan terlalu kalem, nanti kerasukan". Biarin!

Pernah juga saya dipinjamin jam tangannya yang mahal. Sampai di rumah, saya nyaris digebuk bapak saya. Dikira saya anggota dari sindikat pencurian barang-barang berharga. Setelah saya jelaskan bahwa itu punya Torang, baru bapak maklum. Tetapi disuruh segera dikembalikan esok harinya, takut kalau rusak atau lecet, tak sanggup ganti.

Kembali lagi pembahasan mengenai Torang Sitorus, dari dulu dia memang kreatif banget. Pokoknya untuk urusan seni & kreatifitas, dialah juara umumnya. Sementara saya cukup puas menjadi juara harapan nomor urut 17.

Waktu ada tugas dari guru kesenian untuk membuat prakarya, saya cuma kepikiran bikin centong dari bahan tempurung kelapa hasil mulung, serta bilah-bilah bambu hasil nyolong. Jenis prakarya yang setelah guru kasih nilai enam ala kadarnya, lalu langsung dibuang ke jurang terdekat.

Kalau Torang Sitorus, dia malah udah kepikiran bikin sesuatu dari bahan-bahan yang dibeli dari toko. Bukannya sok tajir (walaupun dia memang tajir), tapi saya melihat dia kalau untuk aktifitas yang berbau seni & kreatifitas, dia akan mengerahkan 175% kemampuan terbaiknya. Benaran bukan 100%, tetapi 175%.

Saya masih ingat frame foto dari biji-bijian yang disusun dengan sangat rapi & artistik. Biji-bijian maksudnya biji palawija ya, bukan biji salak atau biji yang lainnya. Penting ditegaskan perkara biji ini agar tidak ada celah untuk pikiran durjana untuk piknik kemana-mana.

Ada juga aksesori berupa gelang, kalung, pin & lain sebagainya yang zaman now disebut handmade art & craft. Padahal itu sudah 30 tahun yang lalu, tetapi sepertinya ide & kreatifitas dia masih relevan untuk masa sekarang. Saya baru ngeh ternyata dulu kamu visioner sekali, sobat!

Pokoknya, prakarya dia adalah type prakarya yang setelah guru kasih nilai 100, trus dibuang ke jurang? Tidak! Tapi jadi rebutan para guru untuk dibawa pulang atau dilelang.

Kami pernah janjian mau ketemuan waktu di Jakarta, sekedar reuni dan bernostalgia setelah kami sudah sama-sama om-om. Tapi berhubung saya waktu itu masih mas-mas kantoran yang berangkat pagi bersama setan-setan kesiangan, pulang malam bersama soang-soang yang kemalaman, akhirnya batal bertemu. My loss!!!

Puncak kebanggaan saya waktu membaca profil dia ditulis di koran Kompas. Bukan cuma sekali, tetapi beberapa kali. Diliput stasiun TV juga pernah atas dedikasinya dalam bidang seni & budaya. Saya saja belum pernah. Lho, emang saya siapa ya? Harrys Simanungkalit? Siapa sih neraka? Who the hell?

Tadinya saya sempat kaget campur senang ketika dia tiba-tiba menjadi sosok penting dalam bidang seni & budaya skala nasional dan internasional yang berkonsentrasi pada ulos Batak. Dulu dalam bayangan saya, dia kelak akan menjadi seseorang yang berkecimpung dalam bidang Art & Craft dengan scope yang modern.

Ternyata bayangan saya tidak melenceng terlalu jauh, masih ada benang merahnya. Ulos Batak dulu hanya identik dengan acara adat Batak dan berkonotasi 'sepuh'. Di tangan Torang, ulos Batak kini naik kelas menjadi modern stuff, 'ready to wear' material, salah satu item yang dipakai lenggak-lenggok di catwalk acara fashion show, dipamerkan di venue exhibition, bahkan menjadi objek buruan para collector item.

Dia juga sering membuka pelatihan untuk perempuan-perempuan yang ingin belajar bertenun secara tradisional. Torang sepertinya lebih tertarik dengan tenaga manusia daripada mesin. Karena untuk hasil karya seni, sentuhan manusia selalu lebih memberi nyawa pada kriya.

Konsentrasi dia bukan ulos sembarang ulos. Tapi ulos yang benaran ditenun pakai tangan (dan juga kaki) yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan tenunan tanpa sambungan. Untuk pewarnaan, dia menggunakan pewarna alami. Selain memberdayakan SDM (M-nya manusia, bukan mesin), dia juga peduli lingkungan.

Pernah dia memadukan semat kristal Swarovski ke tenunan ulos Batak. Itu harganya jadi berapa, coba!? Yang jelas, Beyonce pasti ngiler.

Setelah ibu Sandra Niessen , kini bertambah lagi sosok yang saya percaya mampu membuat ulos Batak semakin dikenal luas bukan hanya di kalangan orang Batak saja, tetapi mungkin kelak seluruh dunia. Dan yang bikin senang, sosok itu adalah teman saya di masa kecil dulu.

Saya hanya bisa bilang bahwa apa pun karya yang dipersembahkan Torang Sitorus, yakinlah bahwa itu dikerjakan dengan cinta yang full pressed body & soul. Makanya sehelai ulos pun bisa terlihat seperti 'bernyawa', dan punya taste, nama & identitas. Karena sejak kecil, dia memang sudah terdidik & terbiasa untuk mengerjakan sebuah karya dengan kemampuan terbaiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun