Namun, tiba satu waktu mucul protes terhadap audisi umum ini dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Tentu itu tidak secara tiba-tiba, walau pihak PB Djarum tidak diikutsertakan, saat KPAI melakukan rapat koordinasi lintas kementerian di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (1/8/2019) siang.
Kementarian yang melakukan rapat koordinasi tersebut yakni Kemenko PMK, Bappenas, Kemenkes, Kemenpora, dan BPOM.
Dari rapat lintas kementerian itulah lahir sebuah kesimpulan: bahwa Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis merupakan kegiatan yang mengeksploitasi anak dengan melibatkan citra merek Djarum sebagai perusahaan rokok.
Jujur. Aku terkejut akan hal ini. Tapi rasa itu justu kembali hadir.
***
Warganet terkejut, aku juga, ketika PB Djarum tidak lagi melakukan audisi umum.
Namun, alih-alih aku terkejut karena keputusan PB Djarum, justru alasanku terkejut karena alasan warganet.
Narasi besar dan sentimen yang lahir melainkan seperti ini: kalau PB Djarum tidak lagi menggelar audisi umum, maka Indonesia tidak akan (lagi) punya pebulutangkis kelas dunia.
Simpulan macam itu seakan ingin menggambarkan: bila tidak ada audisi PB Djarum, maka tidak (mungkin) ada atlet terbaik; atau atlet terbaik hanya ada dari audisi PB Djarum. Sudah.
Maksudku logikanya tidak seperti itu. Toh tidak semua pebulutangkis Indonesia dari PB Djarum. Dan klub bulutangkis di Indonesia tidak hanya PB Djarum.