4/
Temanku bingung. kenapa, katanya, aku sering disapa oleh pedagang-pedagang di pasar? Setiap lewat ada saja yang memanggil, "Mang".
Sambil lewat, aku balas sapaan itu dengan apa saja. Kadang "yoook"; kadang "eit, mana nih?"; kadang aku balas dengan "mang --juga"; kadang sekadar senyum.
Tapi, jika ditanya kenapa bisa kenal, yha aku jawab karena sering nongkrong bareng dengan mereka. Dari sekadang ngopi sampai makan nasi goreng dan sebagainya.
Bahkan, sekali waktu, aku sampai pernah ditraktir oleh orang yang baru aku temui di sana. Kopi, gorengan, sampai mi rebus.
"Kok bisa?" tanya temanku.
"Yha ngobrol aja. Dia cerita segala macem, tinggal dengerin. Pas mau dia mau cabut, semua yang dipesan justru dibayarkan."
Yang lebih ekstrem, aku pernah dikenalkan dengan mbak-mbak karyawan yang ngekos di belakang pasar. Untung sekadar kenalan, tidak lebih.
Tapi, tentu saja, paling seru kalau pedangan pasar sudah mulai datang dan merapihkan dagangan mereka. Biasanya ada yang merapihkan dan ada yang mandorin, lewat tengah malam. Si mandor ini sering nongkrong di warung kopi. Bercandaan mereka selalu menyenangkan. Banyolan-banyolan, celetukan lucu, keluar semua.
Ya ada yang dari betawi sampai orang-orang sunda. Mereka kalau sudah nyablak, sudah tidak ada obatnya.
Aku sekadar bagian tertawa saja. Kalau ada celah, baru sok ikut-ikutan ngelucu.
Saranku: kalau ingin jadi pribadi yang menyenangkan di tongkrongan, sering-sering main ke pasar (tradisional) dan belajar di sana --paling tidak kalau tidak bisa (ikut) melucu, belajarlah bersosialiasai dengan orang lain.