Kemarin sore (18/06) sebelum aku berangkat ke kantor dan mengambil buku "Traffic Blues" dari rak buku di perpus Teras Baca, tiba-tiba saja aku membayangkan banyak orang yang kebingungan hendak membaca apa setelah vakum lama tidak menyentuh buku.
Dan, tentu saja, aku membayangkan diriku sendiri di antara banyak orang tersebut.
Saranku: jika kamu termasuk dalam golongan tersebut, membaca "Traffic Blues" adalah pilihan yang tepat. Meski aku tidak menganjurkan sebagaimana dokter kepada pasiennya.
Namun, dari banyak orang itu, setidaknya aku masih bisa sedikit berbangga. Sebab, pasti, tidak banyak yang bisa dan/atau berkesempatan membaca "Traffic Blues".
Itu merupakan caraku saja untuk tidak menyebutnya sebuah keberuntungan. Mario Teguh, sekali waktu pernah mengingatkan itu: tidak ada manusia yang beruntung di dunia ini.
Tapi aku akan beritahu padamu alasannya.
Pertama, buku "Traffic Blues" tidak dijual bebas. Buku tersebut merupakan mahar nikah penulisnya kepada wanita yang ingin dipersuntingnya.
Jika kamu memiliki buku "Traffic Blues", besar kemungkinan kamu adalah orang yang diundang penulisnya dalam perayaan pernikahannya. Sebab, buku tersebut dijadikan suvenir untuk tamu undangan.
Kedua, jika kamu pernah membaca dari temanmu yang bahkan tidak ada hubungan sama sekali dengan penulisnya, entah teman atau siapapun, besar kemungkinan temanmu --atau, kamu-- mendapatkannya di toko buku bekas.
Penulisnya sendiri yang cerita kalau sekali waktu ada yang menemukan buku "Traffic Blues" di antara tumpukan buku bekas. Aku bisa memastikan, orang tersebut tak ayal menemukan harta karun yang tidak pernah terbayangkan.