Sejak musim lalu Arsenal mengawali karirnya di Europa League, rasa-rasanya ingin sekali tidak menontonnya. Bagaimana tidak, Europa League bukanlah habitat Arsenal yang sesungguhnya.
Jika diibaratkan, Arsenal di Europa League tak ayal petualang yang tidak bisa menikmati perjalanannya. Semua sudah diatur dari awal sampai akhir tujuan. Yha. Meski musim lalu tujuan itu tidaklah Arsenal raih. Tidak apa-apa. Anggap saja mencari pengalaman, kan?
Coba diingat-ingat, musim lalu, berapa kali Arsenal kalah di Europa League? Biar aku jawab sendiri sahaja: 2 (dua) kali. Satu di antaranya yang membuat laju Arsenal terhenti. Dan, ketika Europa League dimulai, rasa itu masih ada dan sama!
***
Entah apa yang dipikirkan Unai Emery. Skuad yang dipakai Arsenal untuk Europa League tidak jauh berbeda dengan EPL. Bayangkan, sebagai tim sekelas Arsenal yang tidak pernah kehabisan stok pemain muda, nama-nama seperti Ozil, Auba, dan Laca masih diikutkan. Auba bahkan dimainkan sejak menit pertama.
Bukan untuk membadingkan antara Emery dan Wenger, hanya saja ini bukanlah Arsenal yang banyak orang tahu. Sempat terpikirkan juga tidak!
Dua dekade lebih Wenger mengasuh Arsenal, ia selalu membagi-bagi jatah pemainnya. Pemain muda bermain di kejuaraan domestik, pemain lapis kedua di kejuaraan Eropa, dan tim inti difokuskan bermain di liga domestik. Paling tidak pemain inti turut serta jika Arsenal sudah mencapai babak semi-final kejuaraan domestik. Untuk itulah Arsenal adalah tim paling banyak meraih juara di sana.
Namun yang dilakukan Emery sekarang? Ini hanya dugaan: Emery memperlakukan Arsenal laiknya konsol gim. Bagaimana mesti menjelaskannya yha?
Begini saja. Jika kamu pernah atau suka bermain konsol gim sepakbola seperti PES atau PES atau PES --FIFA Football bukanlah gim yang menarik-- pasti memainkan pemain yang fit saja. Karena memang itu kebutuhannya: setiap pemain diharapkan mampu bertahan 90 menit permainan dan tidak banyak mengubah formasi.
Karena ingin menang, maka pemain utama selalu diprioritaskan. Jika ada yang tidak fit, barulah diganti sesuai posisinya. Itulah yang dilakukan Emery untuk Arsenal musim ini.
Jadi tidak perlu heran jika Arsenal akan (selalu) menang --siapapun lawannya.
***
Ozil masuk menggantikan Auba tepat setelah ia mencetak gol keduanya. Lalu, 17 menit kemudian Ozil mencetak gol. Dengan nada yang datar, komentator bilang, "Ozil..., 4 (four) - nothing." Tapi, pertandingan memang berakhir dengan tambahan 2 (dua) gol dari Vorskla, tim tamu.
Namun, sepanjang pertandingan Arsenal mendominasi laga. Seperti biasa. Dan, memang tidak ada yang berbeda sedari dulu. Jika satu waktu Arsenal kebobolan, itu hanya ada 2 kemungkinan: apes atau bosan saja mendominasi pertandingan.
Ingin bosan menonton laga tersebut, tapi tidak bisa. Permaianan Arsenal terlalu cantik dan ciamik alias menarik. Ingin memantau dari live-commentary dari livescore hanya begini saja:
Beberapa menit pasca sepakmula babak pertama, kamera menyoroti beberapa tribun Emirates Stadium. Sepi. Stadion dengan kapasitas 59,867 kursi tersebut rasa-rasanya hanya sepertiga yang terisi. Barangkali begini agar supaya bisa memahaminya: pertandingan sudah pasti dimenangkan Arsenal, lawannya tidak begitu terkenal.Â
Ah... sepakbola memang sudah selesai. Itulah mengapa Borges benar: Sepakbola membuat orang tidak tertarik dengan permainannya itu sendiri, orang sudah tidak peduli siapa yang akan bermain lebih baik, mana yang lebih terampil dan mana yang lebih kuat. Seperti itulah Arsenal di Europa League.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H