Namun, jutaan pasang mata melihat itu. Kejadian terjauhnya Welbz. Dari televisi, kejadian itu (bisa) diputar beulang-ulang. Dan, itu seakan ingin menegaskan: Welbz memang melakukan diving! Wasit keliru, ketika itu, dan jutaan pasang mata benar akan analisisnya sendiri.
Terlepas dari itu semua: AC Milan kalah, asumsi kita menang. Sialnya, jutaan pasang mata jauh lebih percaya asumsi daripada kenyataannya. AC Milan ingin menang dengan satu gol ke gawang Arsenal, sedangkan Arsenal, berapapun gol yang mereka buat (tetap) dianggap kalah. Naasnya, fantasi berusaha mengalahkan aturan paling sederhana: bahwa dalam pertandingan sepakbola, pemenang dilihat dari tim mana yang paling banyak mencetak gol dari tim lawan. Itu aturan sederhana yang-mau-tidak-mau mesti disepakti sejak awal. Bukan begitu?
Maka, maklum saja ada anekdot 'lebih baik masuk dalam goa ketika timnya kalah'. Karena, barangkali, dari dalam goa itu bayang-bayang yang terpantul ke dalam bisa membuat perasaan menang dan senang. Meski di luar goa, kenyataan mengatakan: Arsenal lolos ke babak berikutnya, mengalahkan AC Milan.
Lihat, dari Plato hingga Borges sudah menubuatkan itu jauh-jauh hari. Tinggal kita sahaja: ingin mengikuti atau tidak? Jika tidak, lebih baik masuk ke dalam goa!
*) Kisah tentang Plato diambil dari esai Damhuri Muhammad: Mencari Kabar "Mutawatir".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H