Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Nukilan Fragmen-fragmen yang Sering Kamu Temui di Rumah Sakit

3 Oktober 2017   01:01 Diperbarui: 3 Oktober 2017   04:35 1596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidakkah kamu sadari: semua sama di hadapan Tuhan, tapi tidak di lobi rumah sakit.

***

LIMA MENIT YANG lalu seorang satpam membantu mendorong seorang anak kecil di kursi roda. Tapi kini seorang satpam itu sudah tergeletak di tempat tidur. Didorong oleh dua orang suster melewati lorong menuju ruang IGD. Serangan jantung tiba-tiba, kata seorang yang tadi melihat satpam itu terjatuh begitu saja.

Aku dan kamu melihatnya dari lantai dua. Memang tidak ada yang bisa diduga di rumah sakit. Pentungan yang biasa terselip di ikat pinggangnya terjatuh. Teman satpam lainnya mengambil pentungan itu. Mendadak di lantai bawah sunyi. Aku mulai merasa pusing. Kepalaku pening. Kamu mengajakku untuk duduk di lantai. Sekadar menenangkan pikiran. Bukan. Aku bukan sedang memikirkan sesuatu. Tidak. Aku hanya tidak percaya saja pada apa yang baru aku lihat barusan.

Aroma obat-obatan yang menyengat hidung malah membuatku terasa sedikit mual. Obat-obatan itu seperti pengharum ruangan.

Dua puluh menit kemudian, isak tangis terdengar dari lantai bawah. Aku yang masih duduk-duduk di lantai menoleh. Satpam yang tadi masuk ruang IGD tutup usia. Satpam lainnya yang menunggu di luar ruangan saling memeluk. Airmata tumpah di masing-masing pundak seragam mereka.

Tiba-tiba tanganmu sudah erat memeluk lengan kiriku. Kepalamu bersandar di pundakku. Kematian memang begitu mengharukan.

***

YANG MENYEBALKAN KETIKA malam di rumah sakit adalah lampu penerang dimatikan. Jika kamu coba susuri lorong rumah sakit seperti tak berujung. Sambil membayangkan setitik cahaya yang terlihat bukanlah pertemuan kita dengan malaikat pencabut nyawa.

Tapi malam tetaplah malam. Galap dan sepi. Aku beranikan diri sekuatnya melewati lorong demi lorong hingga akhirnya keluar. Mencari warung kopi yang masih buka dan memesannya segelas. Rokok di saku celana aku keluarkan. Aku lihat ke langit: bulannya kecil, tapi menerangi hitam yang terhampar luas di sana.

Sewaktu kecil aku percaya kalau Santa keluar dari bulan. Makanya ketika tengah malam aku sering menunggunya di pekarangan rumah dan mendapat hadiah. Sayang, tak sekalipun itu pernah terjadi. Tapi, anehnya, sampai sekarang aku masih percaya hal-hal semacam itu. Dan kini, di taman-yang-tidak-mirip-dengan-taman rumah sakit, aku kembali menunggu Santa datang. Tidak untuk mendapat hadiah mainan, melainkan kesembuhan semua pasien yang tengah istirahat di rumah sakit ini. Semoga saja. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun