ADAKAH YANG USAI atau paling tidak bisa selesai di rumah sakit? Bahkan di tiap lorong, bangku-bangku ruang tunggu, sampai loket administrasi tidak hentinya harapan dilafalkan --meski dalam hati. Ketika waktunya tiba, segala yang membuat tubuh lega adalah balasan amin dari Tuhan yang malaikat kirimkan
Coba saja kamu tengok orang-orang yang tertidur di depan ruang operasi. Lihat bawaan mereka: karpet-karpet tipis untuk alas tidur di atas ubin yang dingin, cemilan-cemilan yang entah tidak habisnya sedari siang itu, atau termos air panas yang rembes di bagian tutupnya. Dalam kemungkinan yang tidak menentu, mereka tetap setia menunggu. Kabar baik adalah harapan; sedangkan kabar buruk adalah kepasrahan.
Jiwa yang lelah, badan yang letih bersatu padu. Saling timpal-menimpali pikiran yang akhirnya terkuras. Hanya di rumah sakit semua itu bisa kamu dapati.
***
Seorang kakek yang sarungan berdiri di dekat toilet, tepat di sebelah tangga, melihat linglung ke sekitar. Matanya mencari sesuatu, hatinya seakan diminta sabar menunggu. Cemasnya berkeliaran di ruang bedah. Dari kaca pintu yang kecil sesekali cemasnya melongok ke dalam. Apakah sebentar lagi ia mempunyai cucu?
***
Kamu pernah bertanya: mengapa rumah sakit selalu lebih ramai daripada rumah ibadah? Mendengar itu sontak aku kaget. Sebenarnya ingin tertawa. Mana mungkin menyandingkan sesuatu yang jelas-jelas berbeda segala-galanya. Tapi aku tidak langsung menjawab. Aku diam. Bukan untuk memikirkan jawaban, melainkan untuk yang tadi sudah aku jelaskan: menahan tawa!
"Padahal tempat mengadu adalah Tuhan," lanjutmu. "Gratis. Alias tidak dipungut biaya!"
"Tapi, kan...,"
"Apa?" kamu potong ucapanku.
"Sakit tidak langsung bisa sembuh dengan hanya mengeluh dan meminta pertolongan. Perlu ada tindakan. Nah, di sini tempatnya," jawabku. Kemudian kamu merasa jawaban itu tidak memuaskan. Kamu malah memalingkan wajah. Menegaskan satu-persatu wajah orang yang bisa kamu lihat sekali pandang itu.