Ada yang menarik setelah Boah Sartika close mic: (1) disinyalir karena sedikit mendapat "like" seminggu lalu di kanal Youtube Stand-up Kompas TV; (2) istilah baru yang muncul di SUCI 7: Ridwan 'Sentris'; (3) seketika saya ingat perjuangan Jordan Kilganon di Dunk King season 2.
***
Hampir selalu ada yang mewakili bogor di kompetisi Stand-up Comedy Indonesia (selanjutnya akan ditulis: SUCI) setiap musimnya. Tentu minus dua musim awal SUCI. Betul saya orang Bogor dan sudah pasti mendukung wakil Bogor yang tengah ikut SUCI. Besar kemungkinan karena primordial semata. Tapi bila boleh beralasan lain, yaitu sebab saya mengenal para komika dan tahu bagaimana mereka berkembang dan bertumbuh dari satu open mic ke open mic setiap minggunya. Alasan ringkasnya: Pilkada DK yang lalu mengajarkan akan pentingnya keberpihakan.
Dan untuk SUCI 7 ini ada dua wakil Bogor: Ridwan Remin dan Dany Beler. Keduanya komika Bogor yang rutin open mic. Maka tidak perlu heran mengapa mereka bisa bertahan sampai sekarang di SUCI 7. Tidak ada tingkatan komika di Bogor, setidaknya bagi saya. Komika lama dan komika baru sama saja. Permasalahan mereka juga selalu sama: susah membuat materi selucu mungkin. Barangkali yang membedakan adalah kematangan. Ini pun banyak faktornya. Biasanya karena pengalaman, jam terbang atawa pengetahuan.
Tapi, bisa dibilang, arah dan pertarungan SUCI 7 semakin kentara. Bisa dibilang pasca Boah Sartika close mic. Sulit memang muncul ke permukaan di era instan ini. Banyak contohnya. Dari banyak yang membela plagiarisme sampai semua hanya "keberuntungan" semata.
Tentu ini kejahatan antara jempol, pikiran dan perasaan tidak sejalan. Di satu sisi banyak yang memprediksi kalau final SUCI 7 akan mempertemukan Ridwan Remin dan Jupri. Di sisi lainnya Boah Sartika tampil konsisten (paling tidak untuk tidak mengatakan adanya penurunan) setiap show. Kenyataannya: Jupri mesti close mic lebih cepat. Netizen geram. Boah Sartika dijadikan bulan-bulanan kekesalan netizen. Entah apa dan bagaimana perhitungan juri menghentikan langkah Jupri? Yang jelas, setelah Boah Sartika close mic, semua meng-amin-i dengan penuh suka cita. Seakan itu suatu hal yang pantas, yang semestinya dilakukan oleh juri sejak show awal.
Dan pada akhirnya mucullah suatu konspirasi. Pembenaran yang bisa dimasuk nalar: pada kanal youtube Stand-up Kompas TV ternyata Boah Sartika mendapat "like" paling sedikit (sumber: Evello Corp). Lucu. Ini jauh lebih lucu dari kompetisi yang jelas mencari komika terlucu. Netizen pikir setiap polah-tingkah mereka di dunia maya mampu memengaruhi semua hal. Demokasi kita memang selucu itu. Maklumi sahaja.
Ada sisi yang menarik lainnya: dari show pertama sampai jumat (16/06) lalu, Ridwan Remin selalu mendapat nilai tinggi. Ringkasnya, mendapat "kompor gas" dari pakde indro. Seingat saya, sejak dimulainya SUCI, siapapun komika yang mendapat komentar itu dari Pakde Indro pasti tidak close mic. Apalagi komentar Pandji, saya kira ia sudah bingung ingin menilai apa. Bahkan pernah dalam satu penilaiannya terhadap ridwan remin, "kalau biasanya gue ketemu komika bagus, pasti gue ajak untuk tour (stand-up) sebagai opener. Khusus buat lu (ridwan remin, maksudnya), terlepas dari kompetisi ini, gue doain lu punya karir yang baik. Serius ngejalanin karirnya. Gak usah berpikir bakal diajak tour oleh komika manapun. Indonesia pantas mendapat melihat komika sematang lu ini". Tentu maksud Pandji adalah level Ridwan Remin bukanlah opener, tapi komika yang punya tour stand-up sendiri.
Di antara keriuhan itu semua kemudian muncul istilah ke permukaan: Ridwan 'Sentris'. Siapa lagi kalau bukan netizen-yang-budiman yang melabeli itu?
Bagi sebagian penonoton SUCI 7, barangkali, melihat juri terlalu meng-anak emas-kan Ridwan Remin. Setiap minggunya selalu diberi pujian, tanpa kritikan. Paling-paling sekedar saran. Adil? Jila adil masih diartikan sama rata, sama rasa (kalian tahu maksud saya tentunya) adalah keliru.
SUCI memang ajang mencari komika terbaik. SUCI adalah kompetisi lucu-lucuan antar komika. Siapa lebih lucu, ia keluar sebagai pemenang. Itu jalas. Namun, ada aturan tidak tertulis (barangkali tertulis, hanya saja masih banyak yang tidam tahu): SUCI selalu mengedepankan progress. Maksudnya adalah ada peningkatan setiap komika pada setiap minggunya. Sejak awal komitmen SUCI memang menjadi wadah untuk para komika bertumbuh dan berkembang. Harapannya: setelah lulus dari sekolah-yang-bukan-sekolah ini benar-benar jadi komika yang sebenarnya. Tampak berlebihan, seperti habis ikut akmil sahaja!
Tapi poin saya adalah siapa komika yang konsisten menampilkan performa baik maka tetap bertahan, sedangkan yang menurun akan close mic. Semoga sampai di sini paham kenapa Jupri close mic. Namun, saya masih punya kritik mengapa bisa Kang Didi mesti close mic (kapan-kapan saja ditulis, takut mleber).
Penampilan ridwan remin, setidaknya bagi juri, tidak hanya lucu, melainkan menunjukkan progress yang cenderung meningkat. Pada beberapa show bahkan mendapat nilai tertinggi.
Bukan hanya karena saya orang Bogor maka akan mendukung wakil komika Bogor. Kalau itu sudah tentu. Melainkan, begitulah aturan mainnya sebuah kompetisi. Saya setuju bila Ridwan Remin akan jadi finalis SUCI 7. Hanya saja siapa lawannya yang pantas dan sepadan, biarkan saya menyesaikan tulisan ini.
***
Kali pertama saya mengetahui Jordan Kilganon adalah saat ia tiba-tiba muncul di NBA All-Star 2016. Ketika tim barat dan timur sedang istirahat (ketika itu tim barat meminta time-out) dan diselingi hiburan oleh Phoenix Dunk lalu Jordan Kilganon menyita seluruh penonton --termasuk para pemain All-Star.
Jordan kilganon melakukan dua kali dunk. Pertama, ia minta trampolin dan mantras disingkiran karena ia ingin melakukan dunk tanpa bantuan peralatan itu kedua, ia meminta seorang sukarelawan untuk membantunya melakukan dunk. Begini prosesi dunk kedua Jordan Kilganon: sukarelawan tersebut diminta memegang bola di atas kepalanya, lalu jordan kilganon akan mengambil bola itu sambil melewati atas kepalanya dan melakukan dunk. Awalnya biasa. Apalagi trik semacam ini sering dilakuan di slam-dunk competition NBA. Tapi berbeda dengan Jordan Kilganon tidak. Ia mememang mengambil bola dan melewati atas kepala sukarelawan itu, hanya (ah, tidak tepat rupaya jika menggunakan diksi "hanya") ia melakukan dunk tanpa melihat ring. Sukarelawan dan ring telah ia lewati, tangan kanannya diputar ke belakang dan slam-dunk!
Tidak ada yang tidak terkejut. Seluruh pemain All-Star saja melihatnya tidak percaya.
Dan kini, sebelum final nba dimulai, The Dunk King season 2 digelar. Semacam slam-dunk contest, tapi ini dilakukan oleh para amatir. Jordan Kilganon pun ikut ambil bagian. Serta beberapa kontestan yang ikut di season 1. Yang berbeda barangkali popularitas Jordan Kilganon sekarang. Kini semua orang ingin melihat lagi aksi-aksi dunk yang lain, yang bisa membuat penonton terpukau. Jordan kembali memeragakan dunk yang ia lakukan sewaktu all-star game 2016. Shaq, Nate Robinson dan..., satu lagi saya lupa nama jurinya masih takjup dengan dunk tersebut. Jordan mendapat nilai sempurna sampai semi-final: 100.
Saat masuk putaran final, Jordan tetap mendapat nilai sempurna. Ia menambahkan tingkat kesulitan dari dunk serupa: tidak hanya satu orang, melainkan lima! Namun sayang, untuk putaran kedua, ia gagal. Gagal secara teknis, walau bagi saya secara konsep ia berhasil.
Bayangkan: bagaimana mungkin melakukan dunk dengan dua tangan yang diputar keduanya ke belakang? Untuk melakukannya biasa saja rumit, apalagi ia gunakan untuk dunk? Aturan tetep saja aturan. Walau sejak babak kualifikasi mendapat nilai sempurna namun pada usaha terakhir gagal, tetaplah tidak akan menang. Bola yang Jordan Kilganon raih, tidak masuk. Jordan Kilganon gagal. Ia kalah oleh seorang kontestan yang "dipanggil ulang" setelah gugur. Sangat menyedihkan.
***
Kini tersisa 5 komika SUCI 7 yang bertahan. Itu belum ditambah komika yang callback (dipanggil ulang karena telah close mic). Mungkin bisa saja Jupri akan kembali masuk, atawa Kang Didi? Entahlah. Perjalanan masih panjang. SUCI 7 masih akan banyak kejutan. Namun, kembali ke bahasan awal: siapa kira-kira komika yang pantas melawan ridwan remin di final SUCI 7? Jawaban saya, Dany Beler. Karena (1) dia komika wakil bogor yang lain, (2) lucu dan (3) inkonsisten. Semua yang inkonsisten selalu menarik. Misalnya: permaian Arsenal setiap musim.
Ketika wacana Ridwan 'Sentris' itu muncul dan mencuat, entah menapa saya selalu ingat Jordan Kilganon. Semoga nasib kedua orang ini berbeda. Semoga. Karena saya menjagokan Dany Beler yang keluar sebagai juara.
Perpustakaan Teras Baca, 21 Juni 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H