4/
Sekarang, entah apa pemicunya, sedang ramai orang-orang mengunggah poto mereka dengan keterangan "walau berbeda suka, agama dan ras tapi tetep bersatu." memangnya dari kemarin tidak begitu? Memangnya ada apa? Mesti diperjelaskan identitas itu? Dari dulu, setahu saya, memang begitu dan baik-baik saja.
Malah yang kurang dari keterangan poto itu adalah antar-golongan. Fyi, sara itu suku, agama, ras dan antar-golongan. Kurang satu kalian. Berbeda, yha biar saja berbeda. Kita sudah berbeda dari sananya, akan bersama selamanya.
Mungkin yang sulit belakangan ini adalah menerima perbedaan itu. Misal: perempuan boleh tidak puasa karena berhalangan dan/atau berbeda keyakinan. Saya puasa, 3 orang perempuan di kantor tidak puasa. Kantor sedang sepi ketika akhir pekan. Ketiga teman saya yang tidak puasa, saat waktu masuk makan siang, yha makan. Dengan lahap. Dengan senang. Dengan bunyi mulut mengunyah nasi dan lauk yang dengan jelas terdengar oleh telinga saya.
Hari itu saya bekerja dengan biasa saja. Saya menerima perbedaan-perbedaan itu. Walau terpaksa, tapi semua baik-baik saja. Sampai nanti akhirnya saya buka puasa. Dan makan secukupnya
5/
Mungkin diteror di kereta adalah hal yang wajar. Setidaknya bagi pihak commuter line (kcj) itu sendiri. Siapa yang peduli ketika penumpangnya ditimpuki batu dari luar saat kereta sedang antre masuk stasiun? Siapa yang peduli ketika ketakutan penumpang akan teror bom sedang meninggi, tapi dianggap guyon? Siapa yang peduli? Penumpang kan katanya sudah main tagar #KamiTidakTakut. Siapa yang peduli? Penumpang kan kalau di kereta selalu asyik sendiri-sendiri.
Entah kereta itu untuk siapa sebenarnya? Ketika dulu kereta digunakan untuk mempermudah perdagangan antar kota, kini pedagang dilarang di kereta. Ketika kereta diperuntukan untuk orang-orang nakturnal seperti kita ini, tapi dibiarkan saja. Sepertinya teror bukanlah hal penting. Barangkali baru ketika kejadian mereka mengutuk aksi ini-itu. Itu... Telaaaat!
Sepulang kerja, saya diteror di kereta.
6/
Arsenal juara Piala FA.