"Selamat Hari Olahraga untuk running shoes yang cuma dipake nongkrong." -- @pandaikata.
Anehnya, karena cuitan itu, setiap saya melihat banyak yang menggunakan sepatu lari, tapi-tidak-digunakan-untuk-olahraga, saya ingin tertawa sekeras-kerasnya. Namun, dalam hati. Silakan dipakai untuk gaya. Sah. Tidak ada yang melarangnya. Itu sebatas pikiran liar di kepala sahaja.
Ada sebuah istilah: boleh tidak punya uang atau miskin di Indonesia, tapi kalau bisa tidak sampai jatuh sakit. Memang, sakit tidak pandang kelas sosial-ekonomi seseorang, semua bisa terserang penyakitn apapun. Tapi, bukankah kita selalu punya pilihan untuk sehat; paling tidak menjaga kesehatan. Caranya? Jaga pola makan, istirahat yang cukup dan lengkapi dengan olahraga. Entah benar atau tidak, saya pernah diingatkan oleh seorang sarjana gizi begitu.
Mungkin dari beberapa cara tersebut, adalah olahraga yang rasanya sulit dijalani. Pola makan sudah diataur, istirahat sudah cukup, tapi tubuh selalu merasa lelah. Itulah mengapa olahraga menjadi hal penting untuk melengkapi. Bila waktu dirasa kurang memadai, ada olahraga yang murah nan-meriah: lari.
Tidak ada satu olahraga pun, selain lari, yang cukup membutuhkan sepasang kaki dan niat. Dan kini olahraga lari juga sedang digandrungi banyak kalangan, tidak hanya di Indonesia, namun seluruh dunia.
Kemudian dari banyaknya peminat, tumbuh komunitas-komunitas lari. Khusus di Indonesia, ini komunitas lari tumbuh massif. Dari semula kota-kota besar, kemudian mulai merambah ke beberapa kota lain. Kegiatan mereka, ya… lari. Biasanya dilakukan setelah pulang ngantor atau saat libur akhir pekan.
Tidak hanya itu, event-event lari juga mulai banyak digelar. Bahkan ada yang sampai tingkat Internasional. Dan oleh beberapa daerah di Indonesia sudah dijadikan agenda tahunan: sebagai salah satu cara memperkenalkan budaya maupun cirri khasnya.
Namun, berbicara olahraga lari yang tengah berkembang ini, kurang lengkap bila tidak membincang sosok yang amat menggandrungi olahraga tersebut. Dia adalah pemenang Putri Indonesia 2002, Melanie Putria.
Sebagai ibu, pekerja seni dan juga aktif berkegiatan sosial terhadap anak-anak pengidap HIV/AIDS, Melanie Putria selalu menyempatkan dirinya untuk selalu berolahraga lari. Setidaknya, setiap ada kejuaraan lari, ia akan ikut. Tercatat, pada tahun 2015 mampu finis di urutan kelima pada balapan Half Marathon (21,0975 KM) BII Maybank Bali Marathon 2015 di Bali Safari and Marine Park, Gianyar, dengan waktu 1 jam 58,53 detik. Sebuah prestasi.
Melanie Putria juga mengajarkan anaknya, Sheerman Rahman Puradiredja, sejak umur lima tahun untuk ikut dengannya lari. “Aku ngajarin dia biasanya seminggu dua kali. Itu cuma keluar keliling komplek,” ujarnya.
"Karena yang penting, Sheemar sama aku harus dibiasaain lari aja dulu deh. Dia harus belajar terengah-engah dan tergopoh-gopoh,” lanjutnya.