Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepakbola, Olahraga dan Hal yang Pantas di Ingat

31 Juli 2016   16:16 Diperbarui: 31 Juli 2016   16:56 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para remaja antusias menyaksikan sepak bola (Foto: Harry Ramdhani)

Hasil referendum itu akhirnya memutuskan untuk kami memisahkan diri. RT saya adalah RT terakhir. Sehingga, dalam 1 RW terdiri dari 12 RT. Saya kira ini jumlah terbanyak yang ada di Indonesia. Walau sebatas perumahan.

Tapi interaksi sosial berjalan normal-normal saja. Kami masih satu bagian posyandu yang kini membawahi tiga RT. Pengajian mingguan ibu-ibu masih berjalan sebagai mana mestinya: bergiliran di tiap rumah. Arisan pun demikian. Orang-orang yang dulu telah ikut arisan sebelum RT kami pisah, masih tetap ada, Gomah contohnya.

Deretan rumah saya sebagai batas teritorial --yang memisahkan kedua RT. Hal pertama yang saya ingat adalah pengambilan piala-piala yang berhasil diperoleh orang-orang secara pribadi. Label pada plakat piala diganti. Dengan design yang sama, label itu berjudul: RT 12. Piala-piala itu menumpuk di Perpustakaan Teras Baca.

Saya adalah generasi pertama pasca-referendum itu. Ada jeda cukup lama saat reformasi. Tidak ada kegiatan apa-apa di tempat saya. Namun, ada dua gelaran besar di tingkat RW: karnaval dan sepakbola. Kami beradu gengsi untuk dua event itu. Karnaval, untuk menguji mana yang lebih kreatif menampilkan sesuatu. Sedangkan sepakbola, adalah harga mati! Sebelum bertanding kami selalu diingatkan, "kalian boleh kalah oleh RT mana pun, tapi tidak dengan mereka,"

Untuk karnaval, kami selalu unggul. RT saya punya seniman kelas wahid! Kami punya perupa handal yang selalu saya kagumi. Pernah kami membuat miniatur dua Ogoh-ogoh sebesar 4 meter yang masing-masing hanya bisa diangkat oleh 9 orang.

Intinya, setiap mendapat tema daerah untuk karnaval, RT saya benar-benar "membuat" daerah tersebut dengan skala kecil. Kami pernah bosan menang, tapi semangat berkarya dan bersaing tidak pernah padam.

Berbeda dengan sepakbola. Kami adalah tim kecil yang tidak punya sejarah menjadi juara. Apalagi pasca-referendum. Tim sepakbola saya hanya bermodal asal main saja. Selalu kalah. Tapi pertandingan selalu ramai ditonton kedua RT. Seperti halnya Real Madrid kontra Atletico Madrid; tim saya pastinya Athletico Madrid bila diibaratkan.

Kalah menjadi hobi, sampai pada akhirnya lebih baik diselesaikan dengan tawuran, berkelahi. Satu lapangan yang dari tanah merah yang kering dan berdebu menutupi segalanya. Sangat kelam.

Pernah saya dan RT saya juara di kompetisi yang diadakan DKM Masjid dekat rumah saya. Untuk kali pertama kami berhasil mengalahkan mereka. Hadiahnya satu ekor kambing. Saya kira itu adalah akhir dari kejayaan mereka. Regenerasi berlanjut. Saya punya jabatan baru: COO Tim. Setelah itu kami tidak pernah kalah sama sekali. Minimal, imbang.

Minggu lalu, ketika saya dengan Peang olahraga pagi di lapangan (yang dulunya) basket, Saya skipingan dan Orang main bola, saya didatangi tim muda RT saya. Saya diminta menjadi manajer tim. Jelas saya kaget. Saya tidak tahu, sebab biasanya yang menangani ini bukan saya. Tatapan mereka membuat saya luluh. Saya terima tawaran mereka.

Hanya latihan ringan. Pemanasan sebentar dan latihan keseluruhan. Lebih banyak tawa. Kami sedang senang-senang. Bermain dengan sebahagia mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun