Cerpen "Begitulah Selalu Kalau Hujan" berlatar di sebuah kedai minuman saat hujan deras. Dan semua cerita dimulai di sana. Si "Aku" yang mengantuk sambil menulis cerita setelah membaca surat kabar. Pertemuan dengan seorang perempuan dan perempuan itu minta diantar pulang saar hujan benar-benar reda.
Cerpen ini sangat surealisme. Menerima sesuatu yang surealis sebagai suatu kewajaran. Pertemuan dengan seorang perempuan yang sebenarnya sudah mati. Sebenarnya perempuan itu tak pernah ada. Kemudian Sitor menutup cerpen itu dengan: Surat kabar itu terjaruh dari tanganku. Gadis ternyata tak ada lagi di depanku dan hujan turun lagi.
Lewat cerpen, Sitor ingin mengungkapkan kesan pada sekeliling yang sangat menggugah untuk dituliskan. Jadi, saya rasa wajar saja bila banyak penulis-penulis sekarang ini mencurahkan hatinya lewat cerpen dan melabeli cerita itu cerita fiksi. Sebab, sekali lagi, perasaan sangat menggugah untuk dituliskan. Cara tutup buku dengan masa lalu, untuk membuka perkembangan dan kemungkinan baru.
Â
Perpustakaan Teras Baca, 24 Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H