Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sindhunata di Sisi Kiri Bawah Harian KOMPAS

12 Juli 2016   23:09 Diperbarui: 13 Juli 2016   12:28 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pixabay,com

Baiklah kalau itu dirasa berlebihan. Maafkan.

Saya baru tahu nama "Sindhunata" dari salah satu komentar di tulisan saya tentang penutupan Harian Bola: Membaca Sepakbola. Ia menyebutkan kalau dulu, tulisan Sindhunata justru yang paling ditunggu. Ulasannya bagus. Lalu, dari video yang dibuat redaksi portal online Pandit Football. Zen RS tentu yang ada di video itu. Katanya, Sindhunata adalah cetak biru untuk football writing di Indonesia. Tapi, entah mengapa, saya belum ada niatan untuk mencarinya. Sampai pada akhirnya bertemu dengan tulisannya di pojok kiri bawah halaman depan harian KOMPAS.

Ya, saya suka sepakbola, bagaimana pun bentuknya. Pertandingan, permainan dan tulisan.

Namun, sebenarnya saya jarang membaca kolom khusus Euro 2016 ini. Paling karena tidak sengaja. Misal, saat saya membawa harian KOMPAS untuk alas sholat jumat. Itu pun hanya sesekali. Biasanya, setahu saya, ada dua pemain sepakbola yang menulis: Franz Beckenbaeur dan Lotar Matthaeus. Dari kedua pemain itu, sudah tentu saya memilih esai-esai Franz Beckenbaeur.

Saya ingat salah dua esai Franz Beckenbaeur saat menganalisis negara-negara mana saja yang lolos ke Perempat final. Saya tergelitik dengan aroma sinisme Franz Beckenbaeur pada tim Inggris. Sangat halus, namun satir. Beberapa benar, sisanya hanya hitung-hitungan asal, saya kira.

Lalu esainya tentang pertandingan Jerman kontra Italia di perempat final. Franz Beckenbaeur mengutip ucapan Oliver Khan saat kalah oleh Italia, "saya tidak percaya, kalah dari Italia itu seperti mimpi saja,".

Esai Sindhunata dimuat beberapa jam sebelum laga final Euro 2016. Prancis vs Portugal. Analisanya memang hampir sama dengan beberapa media yang memberitakan: mitos tim kecil yang jadi juara setiap 12 tahun --Denmark dan Yunani-- dan peran penting Greizmann.

Saya baca ulang esai itu. Sama saja.

Namun, untuk kali ketiga, saya baru menemukan betapa-keceh-tulisan Sindhunata.

Pada bagian di mana ia menjelaskan Portugal yang tidak bermain bagus bisa lolos ke final. Sedangkan tim Jerman yang bermain bagus sepanjang fase grup mesti menerima kekalahan dari Prancis.

Sindhunata mengutip tulisan wartawan Zein: bola itu sport yang aneh. Kumudian, barulah Sindhunata menganalogikannya sebagai misteri, absurdum. Sama seperti puisi yang ditulis penyair asal Italia, Pietro Metastasio: "Sering kali orang kehilangan yang baik justru ketika ia mencari yang lebih baik."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun