Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menuju Lebaran Pertama Peang

1 Juli 2016   00:57 Diperbarui: 1 Juli 2016   01:02 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ini Peang tidak pernah absen sahur. Seriap hari, sekitar pukul setengah empat dia bangun dan kelaparan. Maka, makanlah dia.

Tahun ini Peang berumur 7 tahun (bulan Oktober nanti). Tahun ini juga Peang masuk SD. Ternyata adik saya sudah besar rupanya.

Tapi, yang membuat Peang bangun sepagi itu, ya gara-gara saya juga memang. Saya sangat sulit dibangunkan untuk sahur. Saya bangun, Peang kebangun. Tak apalah, hitung-hitung mengenalkan dia cara puasa.

Saya kira cara terbaik mengajarkan anak kecil adalah dari mengenalkan. Cukup dikenakan, tidak perlu diimbuhi apa-apa. Apalagi sampai menggunakan kata "jangan".

Setiap sahur, kami selalu nonton pertandingan bola: Euro 2016. Peang tidak punya tim kesayangan atau yang dijagokan. Peang selalu pilih tim yang menang --atau, paling tidak unggul saat itu. Dan saya, selalu dipaksa memilih tim yang kalah.

Rumah saya jadi selalu ramai setiap sahur.

Peang memang ikut sahur, tapi setelah bangun tidur paginya, dia sudah merengek minta makan. Bahkan pernah satu waktu, saat saya ingin ngantor dan Gomah sedang tadarusan bersama ibu-ibu yang lain di perpustakaan, Peang nangis. Menangis karena lapar. Tentu saya tidak tega. Motor kembali saya matikan dan memasaki Peang mie instan. Hari itu saya terlambat sampai kantor.

Gomah juga tidak tega kalau Peang sudah merengek kelaparan. Walau Gomah sudah mengingatkan kalau baru boleh makan nanti selepas dzuhur. Peang tidak peduli. Dia akan ke kamar, ngambek. Ujung-ujungnya Gomah pasti menyiapkan makan.

Peang tidak pernah absen sahur, namun Peang tidak puasa. Setidaknya saya jadi tahu satu hal: tidak puasa karena tidak bisa menahan lapar, sama saja dengan anak umur 7 tahun.

Dua hari lalu sepulang Gopah kerja, ia membeli satu pak amplop kecil dengan gambar-gambar kartun di depannya. Amplop itu diletakkan di meja komputer. Peang memintanya satu.

"Nanti aja kalau udah lebaran, rabu depan," kata Gopah.

Peang tidak mau. Ia buka paksa plastik amplop itu dan mengambilnya satu. Dibawa amplop itu ke kamar.

"Buat apa amplopnya?" tanya Gomah langsung. Buat diisi uang, jawab Peang.

Oia, Peang juga punya uang. Pecahan dua ribu, seribu dan lima ratusan. Sejak umur 5 tahun memang sengaja diberikan. Bukan untuk apa-apa kok, uang itu untuk memberi kalau ada pengamen atau badut datang ke rumah.

Sepulangnya saya di rumah tadi, saya lihat ada amplopnya Peang di meja komputer. Penuh. Uang isinya. Dari 10ribu sampai 50ribu ada. Entah berapa jumlahnya.

"Ini uang siapa?" tanya saya ke Gomah.

"Punya adek,"

"Lah, banyak,"

"Tadi sore dia keliling dari rumah ke rumah, buat lebaran katanya, terus pada ngasih,"

Kelakuan.

Barangkali tetangga-tetangga saya tahu kalau Peang selalu bangun saat sahur. Sebab, setiap kali main ke rumah orang, Peang bisa menceritakan pertandingan bola semalam. 

Peang sudah tertidur di kamar. Selesai cuci kaki dan tangan, lalu makan, saya masuk kamar untuk menemani Peang tidur.

Perpustakaan Teras Baca, 1 Juli 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun