Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Newcastle Kontra Liverpool, Sebuah Laga Amal?

7 Desember 2015   07:44 Diperbarui: 7 Desember 2015   14:08 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paruh pertama biasa saja.

Entah saat turun minum apa yang dinasihati Klopp pada anak asuhnya, yang jelas sejak paruh kedua dimulai Liverpool tampil menyerang. Menekan. Namun belum ada hasil. Barangkali dari pinggir lapangan Klopp geram, di menit 63 langsung ia menarik dua pemain sekaligus: Benteke dan Firminho. Sebagai pengganti, masuk Sturidge dan Lallana.

Bukan mendapat nasib baik, enam menit berselang malah gawang Mignolet kebobolan. Lewat serangan balik yang cepat, Newcastle menyusuri sisi kiri pertahanan Liverpool yang ditinggal Moreno kala memyerang. Dikirim umpan silang. Di kotak 12 pas sudah menunggu Wijnaldum. Skrtel gagal menghalau. Mignolet..., sudah tidak bisa diharapkan. Dengan sedikit sontekan, Newcastle unggul.

Liverpool benar-benar mendominasi pertandingan. 2/3 lapangan diakuisisi. Masih tanpa gol. Sempat mencoba, namun sayang sudah terlebih dulu offside menurut hakim garis.

Klopp berang! Origi pun akhirnya dimasukkan. Jordon Ibe yang diganti karena tampak tidak perform.

Liverpool masih menyerang. Barangkali kalau pertandingan tidak dibatasi, mereka akan terus menyerang sampai puas kalau bola menyentuh jaring gawang lawan.

90 menit waktu normal Liverpool sama sekali tidak bisa membuat barang satu gol pun. Usaha mereka selalu gagal di kaki pemain bertahan Newcastle yang dipimpin Coloccini. Diberi waktu tambahan lima menit pun Liverpool masih menyerang. Terus.

Sampai pada menit 90+2 mereka lupa bertahan. Sissoko mendapat umpan dari belakang. Moreno mencoba menghadang dengan menyilangkan kaki di antara kedua paha Sissoko, tapi tampaknya itu bukan usaha yang baik. Mudahnya Sissoko melepaskan itu dan berlari seorang diri. Tanpa seorangpun pengawalan, ia kirim bola itu ke kotak pinalti. Pemain bertahan Liverpool sudah tak mampu menjangkau, mereka berharap: untuk kali terakhir Mignolet bekerja sebagai mana mestinya, menghalau laju bola. Sayang, tak semua doa diijabah. Hanya angin yang mampu Mignolet tangkap. Georginio Wijnaldum lebih dulu menyampaikan amanat Sissoko. Bola berjalan pelan, namun pasti ke gawang. Newcastle unggul dua gol atas Liverpool.

Tak lama, wasit meniup pluit panjang. Pertandingan berakhir. St. James Park Stadium bergemuruh. Penonton merayakan kemenangan yang luar biasa dari tim yang tidak biasa. Ada yang berteriak puas, ada juga yang berpelukan --walau mereka sesama jenis.

Di dunia yang lain, Twitter, sebut saja,  tak kalah ramai. Mereka yang mencintai Liverpool, terbiasa menerima kekalahan dengan berlapang dada. Bagi yang tidak, mencoba menambahkan lewat canda atau dalam bahasa kasar: menghina.

Pada keriuhan Twitter kala itu, saya tidak ikut di antara keduanya. Saya hanya mencoba mencari penyebab kekalahan Liverpool. Hingga satu waktu, saya menemukan salah satu cubitan dari akun Twitter resmi Liverpool beberapa tahun lalu: Come on Newcastle!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun