Barangkali dari sana mereka serius dan mendalami dunia tulis-menulis. Susah. Namun dari Pandji Pragiwaksono dibukunya “Merdeka Dalam Bercanda”, ada semangat yang ia suguhkan: susah, tapi pasti bisa.
Saya petakan semua konsep yang ada. Saya membuat mind maping-nya. Jadi eBook ini akan ditulis oleh sebelas penulis dari sebelas puisi Daeng Khisna dibuku Sehimpun Sajak Rindu, Pohon Duka Tumbuh di Matamu.
Saya ajak orang yang saya kenal maupun tidak. Asal mereka minat bergabung, saya sudah bersyukur sejadi-jadinya. Saya ajak mereka yang saya kenal dengan memasang wajah penuh kasihan. Beberapa menolak. Beberapa yang lain saya diacuhkan. Tak apa, untuk hal semacam itu saya sudah biasa. Sudah kebal.
Terkumpul sebelas orang dari latar yang berbeda: IT, mahasiswa ekonomi juga gizi, kurator Kompasiana, web designer, social media activist, dan lain-lain. Karenanya sejak awal saya cukup jadi editor saja. Tidak usah ikut menulis. Tapi seperti kata orang-orang bijak: seburuk apapun kenyataan, masih jauh lebih baik dari khayalan.
Dari sebelas orang itu, hanya tersisa tiga. Alvi, Widha dan Desol. Artinya saya hanya mendapat tiga cerpen saja dari sebelas. Untuk menambal kekurangan, saya sendiri akhirnya yang menutupi. Puisi-puisi Daeng Khrisna di buku puisinya itu saya serahkan pada Listhia, seorang Kompasianer yang hanya sering dijumpai vote dan komentarnya di kanal fiksi Kompasiana tapi amat jarang menemui tulisan fiksinya.
Kalaupun ia menulis puisi atau prosa, itu paling sekedar untuk event-event saja. Tapi padanya, saya percaya. Setidaknya itu dia sendiri yang menawarkan diri. Dan untuk urusan ilustrasi, entah mengapa saya ingat teman saya sewaktu kecil yang selalu mengalahkan saya di lomba menggambar saat lomba 17-an. Setiap tahun selalu ia yang menang. Poli, namanya. Beruntunglah, saat itu sepertinya ia tidak sadar ketika saya mengajaknya. Untung dia profesional. Ia menerima tawaran saya meski lupa kapan pernah saya menawarinya dan ia setuju.
Untuk eBook ketiga ini, saya sendiri kaget kalau bisa menyelesaikannya. Walau proses pembuatannya sudah ada dari tiga bulan lalu, tapi saya hanya merasakan baru semalam saja. Baru kemarin dan hari ini eBook ini sudah ada ditangan pembaca saja.
Mohon maaf sebesar-besarnya dari saya untuk hasil yang jauh lebih baik dari apapun bacaan terburuk kalian semua. Terimakasih, Daeng Khrisna Pabichara. Sungguh, rindu saya padamu ingin ditabung sebanyak apa? Tapi seperti katamu: Bila ada rindu melukaimu akan kuasah parang ini. Sekalipun itu hanya sepi.
Penggagas, Kangmas Harry
Perpustakaan @TerasBaca, September 2015 | Unduh eBook Melankoli Warung Kopi... di sini! #MeWarKop