"Perang adalah perang, kemenangan dan tujuan adalah target utama,
tidak perduli dengan cara apapun".
Berkebalikan dengan ketegasan dalam penanganan illegal fishing dan eksekusi death penalty atas kejahatan narkoba, sikap dan keputusan istana, dalam hal ini Presiden Jokowi, dinilai lemah dan lamban dalam mengatasi masalah yang terjadi antara KPK dan Polri. Kelemahan dan kelambanan Presiden Jokowi dinilai pula oleh banyak pihak akan berakibat negatif pada penegakan hukum, khususnya dalam penanganan tindak pidana korupsi.
Dari kenyataan tersebut, timbul berbagai macam spekulasi maupun pertanyaan, baik oleh masyarakat, politisi, ahli hukum, pengamat dan lain-lainnya. Dan sebagai bagian dari masyarakat, saya juga mempunyai berbagai spekulasi, salah satu spekulasi saya tersebut adalah sebagai berikut:
Pemusatan Kekuasaan
Mungkin Presiden Jokowi adalah sosok yang sederhana, sederhana pikiran dan tindakan politiknya. Namun, sebagai Presiden beliau mempunyai orang-orang terpercaya yang matang dalam strategi dan berpengalaman, yang mampu menterjemahkan setiap ucapan, tindakan dan keinginan Presiden.
Setelah resmi menjabat sebagai Presiden, hal utama dan yang paling penting untuk dilakukan oleh Presiden Jokowi selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara adalah mengumpulkan segala kekuatan dan kekuasaan untuk berpusat pada dirinya. Hal ini sangat penting guna mengamankan dan melindungi posisi dan kekuasaannya serta kepentingan efektifitas dalam menjalankan agenda-agenda pemerintahannya.
Tindakan dan keputusan Presiden Jokowi dalam dalam mengumpulkan dan memusatkan kekuasaan dapat dilihat dari:
- Pembentukan kabinet yang sebagian besar merupakan orang-orang baru, sehingga diharapkan mempunyai loyalitas yang lebih kuat terhadap Presiden.
- Pertemuan dan konsolidasi dengan para Kepala Daerah.
- Pertemuan dan konsolidasi dengan pimpinan teritorial TNI dan Polri.
- Pertemuan-pertemuan dengan pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya.
- Pertemuan-pertemuan dengan pimpinan-pimpinan partai politik.
- Membangun dukungan rakyat dengan "blusukan" dan melaksanakan agenda pembangunan yang "populis".
Pemetaan Masalah
Dalam upaya mengumpulkan dan memusatkan kekuasaan, pastinya tidak semuanya berjalan mulus dan lancar. Ada berbagai tantangan dan resistensi, yang pada dasarnya berasal dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atau merasa kepentingannya terganggu.
Dua bidang yang dirasa memiliki resistensi paling kuat yaitu:
- Politik
- Hukum
Resistensi di bidang politik yang dihadapi Presiden Jokowi sangat kompleks, penuh intrik dan tipu muslihat. Setelah melalui berbagai kompromi, saat ini kondisi politik terlihat lebih tenang. Namun itu bukan berarti Presiden telah mampu mengendalikan kekuatan politiknya, baik dalam partai koalisi pendukungnya, dari koalisi oposisi maupun dari yang mengaku penyeimbang. Masih memerlukan jalan panjang, karena politik dan politisi itu dinamis, sebagai kata lain dari istilah "esok dele, sore tempe".
Di bidang hukum, Presiden Jokowi terlihat mampu menguasai Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung dan bahkan Mahkamah Konstitusi. Hal ini terlihat saat muncul polemik tentang Peninjauan Kembali (PK) dan eksekusi hukuman mati terhadap pelaku kejahatan narkoba. Presiden Jokowi mampu mendapatkan dukungan atas kebijakannya menolak grasi dan pelaksanaan eksekusi hukuman mati dari ketiga institusi hukum tersebut.
Sasaran berikutnya yaitu menguasai institusi hukum lainnya, yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Tidak begitu sulit seharusnya bagi seorang Presiden untuk menguasai Polri, karena Polri berada langsung di bawah Presiden. Begitu pula anggapan pihak istana (Presiden).
Dengan mempertimbangkan dan sudah membuat antisipasi atas resistensi masyarakat dan politisi di DPR dan diperkirakan dapat diatasi, pihak istana dengan gerak super cepat mengajukan pemberhentian Kapolri Jenderal Sutarman dan mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai penggantinya ke DPR. Sebagaimana pengangkatan Jaksa Agung, skenario istana tersebut nampaknya akan berjalan lancar. Namun, pihak istana terlihat kurang memperhitungkan friksi-friksi dan persaingan di internal Polri, serta faktor Abraham Samad dengan KPK-nya.
Tak lama berselang, setelah pengajuan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri ke DPR, dengan cepat pula KPK mengumumkan penetapan status tersangka pada Komjen Budi Gunawan. Penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, (yang diduga memperoleh support data dari internal Polri) memporak-porandakan skenario, dan membuat gonjang-ganjing kondisi politik nasional.
Pimpinan KPK
Sebagai sebuah institusi hukum yang berfokus pada pemberantasan korupsi, KPK selama ini dinilai mampu menjadi tumpuan harapan masyarakat, harapan akan terwujudnya pemerintahan yang bersih dari korupsi. Dengan kewenangannya yang begitu besar, rekam jejak pengungkapan tindakan korupsi yang dinilai baik, maka dukungan masyarakat-pun mengalir deras pada KPK.
Namun, berbagai pihak mulai mengkhawatirkan peran dan kewenangan KPK yang dirasa sangat besar ini. Kekhawatiran ini berangkat dari lemahnya pengawasan di internal Pimpinan KPK yang nota bene juga manusia. Manusia yang juga punya hasrat akan harta, tahta, dan wanita.
Pimpinan KPK saat ini, dengan kekuasaan dan kewenangan yang besar, dan ditambah pula dengan dukungan dari masyarakat yang begitu luar biasa, dianggap sudah berada diluar kontrol Presiden. Hal ini dapat dilihat dari tindakan Pimpinan KPK yang terkesan kurang menghargai lembaga Kepresidenan dan bahkan Presiden itu sendiri, seperti;
- Mengomentari secara berlebihan rekomendasi yang diminta Presiden atas calon-calon anggota kabinet.
- Menetapkan calon Kapolri yang diajukan Presiden sebagai tersangka secara tiba-tiba.
Belum lagi isu yang berkembang yang menganggap bahwa Pimpinan KPK saat ini bersikap dan bertindak lebih mengkedepankan aspek politis dibandingkan dengan aspek hukum. Oleh karena itu, keberadaan Pimpinan KPK saat ini dianggap terlalu riskan apabila dibiarkan, dan dapat menjadi "bom waktu" di kemudian hari.
Strategi, Tindakan dan Hasil
Politik bertujuan untuk membangun posisi-posisi kekuasaan di dalam masyarakat. Bagi seseorang yang bergelut di dunia politik, bagaimana mencapai tujuan dan menghadapi segala konsekuensinya adalah hal yang paling utama untuk dipertimbangkan. Oleh karena itu tindakan-tindakan yang dilakukan dalam berpolitik haruslah cermat, terukur dan mengarah pada tujuan.
Sebagaimana telah saya sampaikan pada tulisan terdahulu, Menebak Strategi dan Langkah Presiden Jokowi dan Bapak Presiden, Apa yang Anda Tunggu ?mengindikasikan bahwa dalam konflik yang terjadi antara pihak Polri dan KPK saat ini masih dalam kendali istana. Walau terkesan lamban dan kurang tegas dalam mensikapi persoalan tersebut, Presiden Jokowi nampak sedang menunjukkan diri dengan kekuatan dan kekuasaannya sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara.
Melihat bagaimana mudahnya Presiden Jokowi mengumpulkan orang-orang penting dalam tim 9 (bahkan tanpa legalitas) untuk mendukungnya, mendapatkan dukungan dari mantan rival politik, Prabowo dan KMP, ketertundukan Pimpinan KPK yang meminta bantuan Presiden agar turut campur membantu KPK, dorongan dan harapan masyarakat agar Presiden mengambil tindakan yang mendukung pemberantasan korupsi (sesuai agenda Presiden), dan lancarnya pengesahan APBN-P 2015, menunjukkan bahwa strategi dan langkah yang dijalankan sebagian besar telah menunjukkan hasil positif.
Jadi, dibalik kesan lamban dan kurang tegas dalam permasalahan Polri dan KPK, Presiden Jokowi ternyata berhasil memanfaatkannya untuk memperkuat posisi kekuatan dan kekuasaan. Baik itu di bidang politik, hukum serta dukungan masyarakat.
Dan kini serta hari-hari ke depan, kita sedang dan akan melihat bagaimana beliau membersihkan onak dan duri yang berada disekitarnya, maupun yang akan menghalangi langkah kedepannya.
Dengan gaya politik yang unpredictable, low profile dan intuisi yang tajam, tak berlebihan apabila Gubernur DKI A Hok menganggap gaya politik Jokowi mirip dengan gaya Pak Harto.
Sampai pada titik ini, siapa yang masih meragukan kepiawaian politisi yang satu ini, Jokowi, Presiden RI ke 7 ?
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H