Mohon tunggu...
harry jonathan
harry jonathan Mohon Tunggu... -

Warga negara biasa yang beruntung bisa tinggal di negeri yang luar biasa,dokter

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Belajar Nasionalisme dari Garuda Indonesia

27 Juni 2013   15:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:20 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_251619" align="alignnone" width="495" caption="foto dari http://www.garuda-indonesia.com"][/caption]

“Internationalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme” -Soekarno

“Berapa orang pak?” Tanya petugas check in Garuda itu kepada saya.

“Delapan mbak,ini KTP dan tiket nya” Jawabku cepat,mengingat antrian dibelakangku masih panjang.

Pagi itu suasana di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru memang sedikit berbeda dari biasanya , Bandara terlihat penuh dengan warna warni atribut kontingen peserta Pekan Olahraga Nasional yang baru saja ditutupsecara resmi sehari sebelumnya. Atlet,pelatih,official pertandingan memenuhi sepanjang selasar bandara yang berarsitektur modern itu, beberapa menunjukan wajah gembira , beberapa menunjukan muka yang masih mengantuk , beberapa masih setia menggunakan jaket kebanggaan bertuliskan daerah kontingen yang dibela ,beberapa memilih memakai pakaian bebas . Warna merah kontingen DKI Jakarta berpadu dengan Biru kontingen Jawa barat ditambah hijau kontingen jawa Timurdan Kuning hitam kontingen Sulawesi selatan laksana pelangi di bandara pagi itu.

Kontingen DKI Jakarta sebagai kontingen terbesar mengirimkan 1000 lebih delegasi ke PON kali ini, rona kebahagiaan dan kebanggaan terpancar dari banyak anggotanya,tidak heran karena kali ini kami berhasil meraih kembali predikat juara umum dari tangan kontingen Jawa Timur. Saya sebagai salah satu anggota kontingen ini pun dengan bangga memakai kaos dan topi bertuliskan DKI Jakarta dengan warna merah menyala khas DKI. Pagi itu ada sekitar 50 anggota kontingen kami yang akan bertolak kembali ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia.

Situasi bandara yang sangat padat dengan antrian yang panjang rupanya menyulut api diantara beberapa anggota kontingen. Kebetulan kali ini ada seorang anggota kontingen kami yang protes karena merasa antriannya diserobot beberapa orang dari kontingen Jawa Timur. “Bapak ini jangan seenaknya,antri dong” seru bapak berbaju merah yang saya juga tidak mengenalnya. “Loh ini saya antri,daritadi disini kok” bapak berbaju hijau itu tidak mau kalah. Sontak hal ini memicu perhatian penumpang lainnya yang masih mengantri di kaunter check in,beberapa malah berteriak “huuu huuuu”. Situasi semakin panas membuat beberapa petugas keamanan harus turun tangan. Persaingan didalam Pekan Olahraga Nasional kali ini memang terbilang panas,beberapa hari sebelumnya kerusuhan antar supporter pun pecah di beberapa tempat. Awalnya biasanya hanya kesalahpahaman namun berkembang menjadi anarkis dan tentunya menciderai semangat nasionalisme dan kebersamaan yang coba dibangun di PON ini.

Saya tidak mau ambil pusing, akhirnya kami semua masuk ke pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-800NG dengan nomor registrasi PK-GMX. Kebetulan kedua bapak tadijuga sepesawat dengan saya. Disebelah saya duduk seorang bapak berbaju hitam,tapi dari tas nya saya bisa melihat kalau bapak ini berasal dari kontingen Maluku.

Melihat jaket merah saya dia bertanya “Ko(kau) dari Jakarta?” .

“Benar pak” jawab saya

“ko tidak ikut orang baku mulut tadi to?” tanyanya lagi

“Tidak,buat apa?” jawab saya sambil mengambil layanan makanan yang disediakan pramugari

“Bagus,beta orang son ngerti kenapa mesti ada baku mulut baku pukul,ini kan olahraga,pasti ada menang kala to,yang menang son sombong yang kalah pun harus terima,sudah 20 tahun beta ikut PON setiap kali pasti ada begini,dan biasanya kalian kontingen besar yang langganan juara yang baku adu,kontingen kami kecil,tenang-tenang,baku pukul hanya dalam ring”

Saya hanya tertawa menangapi pendapat bapak ini,pramugari yang sedang membagikan layanan makanan pun ikut tertawa

“Liat nona pramugari ini,warna baju beda-beda to,biru muda,biru tua,jingga,tapi tetap sama sama kerja buat Garuda,kita pun beda-beda warna baju,tapi tetap sama sama Indonesia to.”

Kali ini beberapa penumpang disekitar kami juga ikutan tertawa

“Benar pak, sama- sama Indonesia , tadi juga saya lihat sama-sama tentengan oleh-olehnya sama sama keripik dari pasar bawah“tambah pramugari yang kali ini disambut gelak tawa dan senyum penumpang disekitar kami.

Memang, terkadang pembelajaran biasa datang kapanpun,dimanapun dan oleh siapapun..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun