Gelandang pengangkut air memang secara filosofi bertugas mengambil bola dari lawan kemudian memberikannya kepada rekannya yang punya tugas mengontrol permainan. Jadi bukan secara letterlijk mengambil air yang menggenang di lapangan. Apalagi air minum.
Gelandang pengangkut air harus punya stamina bagus, konsentrasi tinggi, tekel keren, serta mampu membaca transisi permainan dengan cepat, penguasaan bola yang bagus, dan tentunya operan akurat. Seorang gelandang pengangkut air yang baik akan memberi jaminan kuatnya pertahanan hingga dapat membuat pemain serang dapat bekerja dengan tenang, tanpa gangguan dari atasan.
Mungkin diibaratkan seperti prajurit dalam sebuah pasukan yang tugasnya membawa air untuk prajurit lainnya. Segelas air yang dapat menenangkan prajurit yang sedang ada di medan perang.
Istilah itu diperkenalkan pertama kali, kalau tidak salah oleh Eric Cantona kepada rekannya di Prancis, Didier Deschamps. Semenjak istilah ‘pengangkut air’ diperkenalkan, posisi gelandang bertahan memang naik daun.
Tidak bisa dinafikkan, keberhasilan Chelsea meraih gelar Liga Primer Inggris pada era awal Abramovich disebabkan pembelian tepat Makalele, yang namanya cukup lucu di mata orang Indonesia itu. Menurut Jose Mourinho saat itu, hal terbesar yang dilakukan Claudio Ranieri sebagai pelatih Chelsea sebelumnya adalah mendatangkan Makelele ke Stamford Bridge.
Arti Penting Si Pengangkut Air
Peranan penting gelandang bertahan kurang begitu dilihat bagi sebagian orang. Waktu kita kecil saja, tidak ada yang kepikiran jadi gelandang bertahan. Maunya jadi striker atau minimal jadi kiper. Apalagi kalau anak bawang, sudah pasti disuruhnya jadi wasit.
Padahal, posisi gelandang bertahan adalah kunci utama bagi sebuah tim, pemutus serangan dan merupakan awalan dari sebuah serangan. Sayangnya kerap tertutup pemain yang memiliki jumlah assist dan gol bagi sebuah klub.
Kita tengok saja, Tottenham Hotspur yang berada di peringkat dua klasemen sementara musim ini, juga memiliki sosok Victor Wanyama. Dia mampu memberikan keseimbangan dan konsistensi dalam permainan Tottenham Hotspur.
Kegagalan Arsene Wenger merengkuh Liga Primer selama 10 tahun lebih mungkin dikarenakan tidak adanya sosok gelandang bertahan yang mumpuni. Kehilangan Patrick Vieira merupakan awal dari bencana goyangnya permainan Arsenal. Cesc Fabregas dan Mathieu Flamini, sebagai pemain muda waktu itu belum mampu menggantikan peranannya.