Bangsa Indonesia tidak lagi dihadapkan pada persoalan melek aksara semata. Akan tetapi, sudah saatnya untuk lebih fokus mewujudkan bangsa yang melek wacana sekaligus cerdas dan bijak bermedia.Â
Melek aksara tidak lagi relevan dikatakan sebagai permasalahan yang paling urgent yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini, justru yang paling gawat untuk segera diatasi adalah rendahnya masyarakat Indonesia yang melek wacana dan kurang cerdasnya dalam memanfaatkan media informasi.Â
Melek aksara menuntut kemampuan membaca, tetapi tidak difokuskan pada pengkajian dan telaah lebih lanjut terhadap bacaan yang dikonsumsi. Kekeliruan tersebut menimbulkan masyarakat Indonesia pada saat ini yang cenderung ceroboh dan gegabah dalam menyimpulkan dan menyimak suatu bacaan.
Mengutip dari pernyataan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid di Republika, ia mengungkapkan bahwa banyak profesor maupun doktor atau kalangan akademisi yang percaya pada hoax atau kabar bohong. Ia juga mengungkapkan sebagian besar yang mempercayai hoax adalah generasi transisi atau generasi milenial.Â
Selain generasi transisi, banyak dari kalangan terdidik seperti profesor dan doktor yang mempercayai berita hoax. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kemendikbud bersama dengan Kominfo pada tahun 2015.Â
Penelitian tersebut, mengungkapkan bahwa yang menjadi korban berita bohong atau dari pesan singkat penipuan malah dari kalangan orang-orang yang terdidik yang memiliki kemampuan intelektual tinggi.
Pelaksanaan program literasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan lagi sebagai upaya untuk mengatasi masalah penyebaran hoax yang sudah berada dalam kondisi yang gawat.Â
Gerakan Literasi Cerdas Media (Grasi Cermed) dapat dilakukan sebagai upaya antisipasi sekaligus merintis kembali bangsa Indonesia yang melek wacana serta cerdas dan bijak bermedia, tidak lagi hanya menawarkan program-program yang memfokuskan pada melek aksara semata.Â
Program tersebut mendukung semangat pemerintah yang sedang gencar mengupayakan terlaksananya Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk meningkatkan kualitas literasi bangsa Indonesia.
Seperti yang dilakukan oleh mahasiswa UPI dari program studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Harry Handika, ia melaksanakan kegiatan sosialisasi mengenai literasi media sebagai upaya antisipasi dalam menangkal hoax di media sosial.Â
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Senin 11 Oktober 2021 bertempat di SMK Negeri 1 Losarang Kabupaten Indramayu. Sosialisasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas literasi media pada generasi transisi.Â
Kegiatan tersebut juga merupakan aplikasi dari gagasan yang dibawakan oleh Harry ketika mengikuti Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (PILMAPRES) FPBS UPI tahun 2020.
Sasaran gerakan literasi media tersebut salah satunya ialah generasi transisi. Penyuluhan semacam itu akan memberi pengetahuan pada generasi muda agar tidak sembrono dalam memanfaatkan media informasi.Â
Himbauan mengenai dampak-dampak negatif yang muncul ketika tidak bijak menggunakan media juga perlu disosialisasikan kembali.Â
Masyarakat memerlukan adanya pergerakan yang nyata dari pemerintah melalui institusi yang menaungi persoalan tersebut. Kemendikbud bisa bekerja sama dengan menggandeng Polri untuk memberi wawasan literasi media sekaligus memberi sosialisasi mengenai bahayanya menyebarkan hoax yang telah diatur dalam undang-undang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H