Nana tiba-tiba terbangun di suatu malam yang agak gelap. Kepalanya sangat sakit karena sedang digigit oleh beberapa keputusasaaan yang tak sengaja ia temui di di dinding media sosialnya tadi sore. Berbagai pertanyaan yang hari lalu sudah dijawabnya dengan bantuan iman, kini kembali datang menghampiri.
"Apa aku bisa mengalahkan semua monster ini?"
"Mengapa begitu lama aku terjebak dalam genangan ketidakpastian?"
"Mengapa lebih banyak dari orang terdekat hanya menertawakan dan tak menyodorkan doa tulus?"
Pikiran yang sedang berperang tak mau diajak kerja sama oleh tangan yang tanpa dosa mengambil ponsel di atas meja samping tempat tidur. Kembali Nana masuk dan mulai lagi menjelajahi dunia yang dipenuhi monster. Jika kalian menyangka monsternya sangat menakutkan, kalian salah!
Hampir semua monster yang dilihat selalu tersenyum, bergaya modis, dan telah selesai menaklukan dunia dengan kekuatan tiada taranya. Hanya dengan melihat mereka, seluruh ketahanan yang dibangun Nana selalu runtuh.
Mereka lalu menawan Nana dalam penjara ketidakmampuan di salah satu ruang hatinya. Ia tertawan di hatinya sendiri oleh pihak luar yang ia izinkan masuk mengatur perasaannya.
"Aku tak akan mampu mengalahkan mereka!"
Hatinya kembali diacak-acak oleh para monster yang tersenyum bahagia. Malam ini ia benar-benar dikacaukan oleh pikirannya sendiri.
"Tidurlah, nak," ucap bulan sabit dari balik tirai jendela yang sedikit terbuka.