Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Health Promoter

Master of Public Health Universitas Gadjah Mada | Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Momo dan Beberapa Badai di Kepalanya

11 Februari 2023   19:12 Diperbarui: 11 Februari 2023   19:24 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momo terbangun jam setengah 2 pagi ketika beberapa badai menghantam sejumlah wilayah di kepalanya. Padahal dari luar jendela belasan bintang dan sebuah bulan sedang terjaga mengamatinya sepanjang malam. Padahal juga tadinya Momo sudah terbang tinggi hingga nyaris memeluk salah satu planet yang terlihat indah.

Terpaksa ia harus bangun dari lelapnya untuk berlindung dari terpaan angin kencang yang mengacak pikirannya. Ada badai yang berukuran agak kecil selayaknya seorang anak yang tak mendapatkan permen kesukaan. Ada pula yang berukuran besar seperti seorang penjaga hati yang baru saja kehilangan cintanya. Meski terlihat berbeda, tangisan mereka terus mengganggu kedamaian hati Momo.

"Mengapa kamu datang kembali?" tanya Momo pada salah satu badai yang pernah berbincang dengan dirinya pekan lalu.

Badai itu berbentuk amarah besar yang sedang meluapkan semua unek-uneknya. Entah kepada siapa harusnya bentakan itu ditujukan. Entahlah, hanya Momo yang tahu. Sebuah doa tulus yang dinaikkan langsung saja mendiamkan badai itu.

Satu lagi badai yang datang menghampiri. Nampaknya jenis ini memang sering hadir menemani perbincangan Momo dan pikirannya sepanjang malam. Nama dari badai tersebut adalah Nanti. Ia bisa berubah menjadi berbagai macam bentuk dan ukuran. Kadang ia berbentuk seorang manusia rupawan nan baik hati, ada pula yang berbentuk rumah sederhana yang nyaman. Di waktu yang lain ia bisa menjadi terlalu tinggi, namun juga kadang terlalu rendah.

Biasanya si Nanti terlalu banyak bicara. Ada kalanya Momo senang mendengar harapan dari mulutnya. Tapi terkadang ocehan besarnya membuat Momo agak takut jika semua itu hanya omong kosong dengan rasa manis.

Waktu sudah menunjukan jam 4 subuh, ketika sejumlah badai telah berhasil Momo redahkan. Cobalah ia kembali memejamkan mata sembari menyapu bersih sisa-sisa sampah yang ditinggalkan para badai itu. Nyenyaknya tidur memang selalu bergantung pada bersihnya ruangan pemikirannya.

Esok pagi, sepertinya biasanya, Momo berjalan santai bersama Mentari yang selalu menjemput bangunnya. Coba tanyakan lagi, "Apa pelajaran yang bisa didapat dari hari ini, hidup?"

Yah, setiap badai yang datang tentu akan membuatnya makin kuat dan dewasa, bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun