Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Health Promoter

Master of Public Health Universitas Gadjah Mada | Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Paman Bintang, Sang Tenaga Kesmas Penjelajah Rawa di Kabupaten Mappi Papua

25 Juni 2022   11:38 Diperbarui: 26 Juni 2022   13:45 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi tenaga kesehatan merupakan sebuah pelayanan kemanusiaan yang membutuhkan semangat juang serta kerelaan hati yang tinggi. Apalagi saat pelayanan tersebut harus dilakukan di tempat yang terpencil dengan kondisi geografis yang sulit. 

Hal inilah yang sedang dijalani oleh Paman Bintang, sapaan akrab warga dan rekan petugas, seorang tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas).

Pemuda bernama Stardy Dima Djami ini sudah menjadi tenaga kesehatan melalui program Nusantara Sehat dari Kementerian Kesehatan selama beberapa tahun belakangan di wilayah pedalaman. 

Sebelumnya, ia telah bertugas sejak tahun 2019 di wilayah Kabupaten May Barat, Provinsi Papua. Saat ini, Paman Bitang sudah ditugaskan di tempat yang kedua yakni Puskesmas Wonggi, Kabupaten Mappi, Provinsi Papua sejak bulan Februari 2022.

Kabupaten Mappi adalah wilayah baru hasil pemekaran dari Kabupaten Merauke. Karena itu, area ini memang memerlukan perhatian khusus dalam berbagai aspek guna menunjang setiap kesulitan yang masih dialami.

Selama beberapa bulan bertugas di wilayah tempat baru ini, Paman Bintang mengakui bahwa terdapat tantangan yang dialami saat melaksanakan tugas pelayanan kesehatan.

Tantangan pertama adalah kondisi geografis. Dikenal sebagai kota sejuta rawa, hampir 90% wilayah kerja yang dilaluinya dan tim di Mappi merupakan area rawa dengan sungai kecil hingga sungai besar. 

Untuk itu, transportasi utama yang digunakan oleh mereka untuk berkeliling adalah perahu atau speedboat. Perjalanan mereka sering terhambat ketika perahu mereka melalui area yang sedang berlumpur.

Dok. Paman Bintang
Dok. Paman Bintang

Tantangan kedua adalah kesulitan akses karena wilayah kerja mereka termasuk daerah yang masih terpencil. Untuk melakukan perjalanan dari Ibu Kota Provinsi, Jayapura, ke Kabupaten Mappi, diperlukan waktu 8 sampai 10 jam. Namun, jika perjalanan terhambat akan kondisi rawa yang tidak memungkinkan, diperlukan waktu hingga berhari-hari untuk mengakses wilayah tersebut.

Wilayah kerja Puskesmas Wonggi sendiri memiliki 8 kampung yang semuanya terpisah masing-masing pulau. Terdapat hanya 2 Puskesmas Pembantu (Pustu) untuk mendukung terlaksananya tugas Puskesmas. Karena itu, pelayanan kesehatan saat ini dijalankan dengan Puskesmas Keliling (Pusling).

Sering terjadi ketika para tenaga kesehatan tidak bisa menjangkau semua kampung untuk memberikan pelayanan kesehatan karena kurangnya bahan bakar perahu. Pasokan bahan bakar biasanya terlambat datang dari daerah Jawa. Warga pun perlu bersabar menunggu hingga Paman Bintang dan para rekan dapat menjangkau kampung mereka.

Di samping itu, fasilitas listrik juga belum tersedia di Mappi. Masyarakat hanya bisa memanfaatkan genset atau tenaga surya guna menjalankan aktivitas sehari-hari mereka. Itupun berlaku bagi beberapa warga yang mampu untuk memilikinya.

"Untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan harus dilakukan pusling setiap bulan pada kampung lainnya. Terdapat 2 puskesmas pembantu agar dapat membantu akses pelayanan Kesehatan. Tidak terdapat listrik di kampung sehingga mengandalkan sel surya bagi yang punya atau genset," akui Paman Bintang.

Selanjutnya, kebutuhan primer seperti air bersih dan bahan pangan juga masih sulit dipenuhi oleh warga. Rumah tinggal dari para warga pun rata-rata masih terbilang sangat sederhana. 

Kesulitan ekonomi para warga juga masih sangat terasa. Masyarakat mengandalkan hutan sebagai tempat utama mencari makan dengan cara berburu dan memancing dari rawa.

Tantangan ketiga, tentu saja permasalahan kesehatan yang menunggu untuk diatasi oleh tenaga-tenaga kesehatan yang bertugas. Angka kematian ibu dan anak, stunting dan gizi buruk masih menjadi permasalahan serius yang menjadi perhatian di wilayah ini. Selain itu, penyakit berbasis vektor seperti malaria juga merupakan penyakit endemis di daerah Mappi. Ada pula cukup banyak warga yang mengidap TB hingga kusta.

Banyaknya masalah kesehatan yang dihadapi membuat Paman Bintang dan tim sedang memutar otak. Mereka berusaha memanfaatkan setiap sumber daya yang ada untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ia berharap waktu tugasnya selama 2 tahun ke depan di wilayah Mappi bisa mendatangkan sedikit perubahan baik di daerah tersebut.

Dok. Paman Bintang
Dok. Paman Bintang

Tantangan keempat adalah dari segi komunikasi. Rata-rata masyarakat di sana masih belum bisa memahami dan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh warga di area tugasnya adalah bahasa suku Awyuu. Oleh karena itu, para tenaga kesehatan selalu meminta bantuan penerjemah saat sedang menjalankan pelayanan.

Untuk melalui semua tantangan tersebut memang diperlukan daya tahan dan semangat juang yang tinggi. Paman Bintang dan para rekan yang bertugas memikirkan berbagai macam cara untuk dapat tetap menjalankan tugas secara maksimal di tengah kesulitan yang dialami.

Secara pribadi, untuk makanan, mereka selalu menyetok bahan makanan selama beberapa bulan. Makanan yang disetok adalah bahan yang bisa bertahan lama. Selanjutnya, ia pun membuat kebun mini guna menjadi alternatif pemenuhan bahan makanan.

Di sisi lain, Paman Bintang mencoba untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi sosial budaya di tempat tugasnya. Ia pun dapat belajar banyak hal dari proses pelayanannya.

"Boleh dibilang suatu anugrah kesempatan luar biasa yang Tuhan berikan untuk dapat melayani dan berikan something yang bisa menjadi berkat bagi ornag lain, dengan belajar hidup sederhana dan merasa cukup dengan apa yang Tuhan berikan. Ya walau dengan berbagai tantangan yang ada, namun ketika kita betul-betul bisa jadi berarti atau berdaya guna hidup kita untuk orang lain itu adalah hal terbaik yang saya dapati baik saat tugas di Papua Barat maupun di tempat ini," ungkap Paman Bintang.

Selain mempelajari kehidupan sosial, ia pun diharuskan untuk belajar tentang pemeriksaan, serta pengobatan sederhana yang bisa diterapkan pada masyarakat. Tuntutan baginya dari masyarakat ini datang karena semua warga menganggap bahwa setiap petugas kesehatan yang datang pasti memahami semua hal tentang kesehatan.

Selain itu, kurangnya tenaga kesehatan membuatnya perlu mengembangkan kemampuan lainnya agar dapat lebih membantu masyarakat. Jika kondisi kesehatan masyarakat sudah parah, barulah mereka berusaha untuk melakukan rujukan meski kondisi geografisnya sangat sulit.

Masih banyak hal yang perlu dilakukan oleh Stardy "Paman Bintang, Sang Penjelajah Rawa" dan rekan-rekan tenaga kesehatan di sana. Ia berharap wilayah-wilayah terpencil seperti Mappi dan daerah lainnya bisa mendapat perhatian yang lebih lagi dari pemerintah pusat.

"Perlu perhatian khusus pemerintah pusat maupun daerah terkait untuk lebih memusatkan perhatian untuk memajukan pelayanan kesehatan di daerah terpencil maupaun sangat terpencil, baik dari segi penambahan sumber daya tenaga kesehatan maupun bidang terkait di dalamnya sebagai penunjang agar dapat saling bekerja sama untuk memajukan daerah seperti ini khususnya di wilayah Mappi Provinsi Papua yang saya tinggali sekarang untuk 2 tahun ke depan semoga ada perubahan yang lebih baik lagi," katanya.

Walau terkadang merasa lelah mengitari rawa, sepi tanpa adanya banyak hiburan yang biasa didapatnya di kota besar, serta jenuh dengan tiap tugas yang dijalankan, namun Paman Bintang selalu berpegang pada prinsip hidupnya untuk dapat berguna bagi sesama. Ia pun memiliki kalimat penguatan yang selalu membuatnya bisa menikmati proses pekerjaannya melayani masyarakat di daerah terpencil.

"Ada satu kalimat yang masih jadi penguat yaitu terdapat pada ayat Firman Tuhan dalam Alkitab 1 Tesalonika 5: 16-18 yang berbunyi: Bersukacitalah senantiasa, tetaplah berdoa dan mengucap syukurlah dalam segala hal sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Di saat mulai ragu dan lemah, Firman Tuhan ini selalu menguatkan untuk tetap ingat masih ada Tuhan dan kita tidak sendirian," yakinnya.

Sumber cerita: Stardy Dima Djami, S.KM (Tenaga Kesmas Nusantara Sehat di Kab Mappi, Papua)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun