Sore yang sangat sibuk di tengah Kota yang besar. Para penghuni bawah langit sedang sibuk dengan ambisi mereka masing-masing, sedang Hugo hampir mati karena sudah beberapa hari ini tak ada sesuatupun yang masuk ke perutnya.
Suara teriakannya tak didengar para manusia yang telinganya sudah tertutup indahnya keegoisan. Tubuh lemasnya sudah mau ambruk. Beruntung masih ada tiang listrik pinggir jalan raya yang membantunya menyandarkan diri. Matapun perlahan tertutup dan semuanya menjadi gelap.
***
Aroma minyak gosok membangunkannya. Mata yang terbuka disambut oleh langit-langit rumah berwarna putih yang cukup ramah.
"Dimana aku? Surgakah?" tanyanya dalam hati.
"Sudah sadar, nak?" seorang kakek tua berbaju putih tiba-tiba sudah berada di samping tempat tidur.
Hanya anggukan yang diberikan Hugo. Matanya melalangbuana ke segala penjuru ruangan yang kesemuanya berwarna putih dan wajahnya masih juga memancarkan kebingungan.
"Kamu berada di rumah saya. Nama saya adalah Hugo. Sama dengan namamu." Pemuda ini sontak terkejut sambil bertanya-tanya dari mana kakek ini tahu namanya.
"Kakek Lukas, makanannya sudah siap." Kata seorang anak yang masuk ke kamar.
"Kakek Lukas? Bukannya namanya adalah Kakek Hugo?" lagi Hugo bertanya dalam hatinya.
Melihat Hugo makin kebingungan, Kakek tersebut lalu memegang pundaknya sambil mengajak mereka untuk makan bersama-sama. Rasa bingung bertambah terpesona ketika melihat bahwa rumah kakek ini sangat besar.