Kekeringan merupakan masalah yang selalu menjadi momok bagi masyarakat. Jika masyarakat mengalami kekurangan air, sudah pasti banyak aktivitas yang akan terganggu.
Air memang merupakan elemen yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Namun, di berbagai tempat, bahkan mungkin saja di sekitar kita, terdapat berbagai tempat yang mengalami masalah air atau kekeringan.
Secara ilmiah, kekeringan terdiri dari beberapa jenis, yakni kekeringan metereologis, hidrologis, agronomis dan sosial ekonomi. Jenis-jenis kekeringan ini dibedakan berdasarkan penyebabnya.
Kekeringan metereologis disebabkan tingkat hujan yang di bawah normal pada suatu daerah. Kekeringan hidrologis disebabkan oleh pasokan air tanah dan permukaan yang berkurang. Kekeringan agronomis disebabkan oleh berkurangnya air dalam tanah sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Sedangkan kekeringan sosial ekonomi dapat disebabkan oleh bencana dan mengakibatkan krisis sosial maupun ekonomi.
Setiap daerah dapat memiliki masalah masing-masing berdasarkan karakteristik ataupun ciri di daerah tersebut. Di berbagai wilayah di dunia, kekeringan merupakan masalah yang sangat besar. Bahkan Indonesia tak terlepas dari masalah ini.
Diprediksi oleh pemerintah, negara yang menyimpan 6 persen dari total air dunia ini dapat mengalami kemarau yang mengakibatkan 48 juta lebih jiwa kekurangan air di 28 provinsi. Kemarau pada tahun 2019 juga diprediksi akan lebih kering dari tahun sebelumnya.
Hal ini juga didukung oleh data Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menunjukkan bahwa sebanyak 64,94 persen wilayah Indonesia memiliki curah hujan yang rendah. Seperti yang diketahui bahwa curah hujan yang rendah dapat mengakibatkan kekeringan.
Kekeringan dapat disebabkan oleh hal-hal seperti kurangnya curah hujan, penggunaan air secara berlebihan dan juga vegetasi yang buruk. Penyebab-penyebab tersebut dapat berasal dari faktor manusia dan juga faktor alam.
Untuk mengatasi masalah kekeringan, perlu penerapan metode yang tepat di tingkat pemerintah hingga tingkat rumah tangga. Namun sebelum mengetahui metode yang tepat, diperlukan juga pengetahuan yang baik mengenai air.
Air dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yakni air tanah, air permukaan dan air angkasa. Pengelompokan tersebut dibedakan berdasarkan letak air.
Air tanah merupakan air yang berada di dalam atau di bawah lapisan tanah. Terdapat air tanah yang dangkal dan ada juga air tanah yang dalam. Biasanya air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air tanah dangkal seperti sumur dan lain sebagainya.
Air permukaan merupakan air yang berada di permukaan tanah. Biasanya hal ini dapat disebabkan oleh tidak dapat terserapnya air ke dalam tanah. Contoh air permukaan adalah sungai dan danau.
Air angkasa merupakan air yang terdapat di udara atau angkasa. Air angkasa dapat berupa embun, air es dan air hujan.
Ketiga kelompok air tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Contohnya adalah proses terjadinya hujan. Air permukaan akan menguap dan membentuk awan serta menyimpan air di angkasa. Awan yang sudah terbentuk tersebut lalu menjadi hujan. Hujan yang turun ke bumi akan terserap dan menjadi air tanah, sedangkan air yang tidak terserap akan menjadi air permukaan.
Dengan mengetahui proses pembentukkan air dan kelompok-kelompok air tersebut, maka kita dapat mengetahui metode yang tepat untuk menghasilkan ataupun melestarikan air. Banyak metode yang dapat diterapkan untuk melestarikan air, namun dalam beberapa waktu belakangan, terdapat cara yang dianggap sangat bagus dan dapat memberikan hasil jangka panjang. Metode tersebut adalah dengan membuat sumur resapan dan biopori.
Secara tujuan, kedua metode ini sama-sama bertujuan untuk menampung atau membantu penyerapan air hujan ke dalam tanah. Dengan penyerapan tanah yang baik, kualitas tanah akan terjaga dan jumlah air tanah yang bisa digunakan dapat terjaga, meskipun saat musim kemarau.
Cara ini memang cukup sederhana, namun jarang dilirik oleh beberapa wilayah karena proses untuk menghasilkan cadangan air tanah yang baik memang tidaklah instant. Sedangkan banyak wilayah yang hanya berfokus pada membuat sumur-bor atau menyediakan pipa untuk mengaliri air dari tempat yang jauh. Ibaratnya, kita hanya berfokus untuk mengambil air sebanyak-banyaknya dari tanah, tanpa memikirkan cara untuk mengembalikan air tersebut ke tanah.
Sumur resapan adalah lubang sumur buatan yang memiliki diameter 80 hingga 100 cm dengan kedalaman 1,5 meter namun tidak melebihi kedalaman air tanah. Sumur ini bertujuan untuk menampung air hujan atau aliran air permukaan untuk meresap ke dalam tanah dalam jumlah banyak.
Jika dibedakan, sumur resapan berukuran lebih besar dari biopori. Ukuran biopori adalah 10 hingga 15 cm dengan kedalaman sekitar 100 hingga 120 cm. Pada sumur resapan, dinding sumur diperkuat dengan buis beton, pasangan bata atau bisa juga menggunakan batu kosong tanpa diplester. Bagian dasarnya diisi koral setebal 15 cm, sedangkan bagian atasnya ditutup pelat beton. Pada biopori, cukup diberi adukan semen pada mulut lubang agar mencegah guguran tanah membuat lubang tertutup.
Sumur resapan menggunakan pipa untuk mengalirkan air ke dalam sumur. Pada biopori perlu dimasukan sampah organik agar sampah tersebut membuat organisme dalam tanah bekerja dan membentuk pori-pori dalam tanah sebagai aliran penyerapan air.
Dapat dikatakan bahwa hal ini bagaikan "menabung air". Air yang terserap tersebut dapat membuat air tertampung dalam tanah dan memungkinkan dapat membentuk jalur air bawah tanah yang berkualitas.
Selain metode-metode tersebut, masih banyak lagi metode lain. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah niat yang besar untuk tidak hanya mengatasi masalah kekurangan air dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
Salam.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H