Semua orang pasti pernah atau sering mengalami konflik. Dalam pekerjaan, keluarga, kehidupan pertemanan, percintaan dan lain sebagainya tentu tak lepas dari adanya konflik.
Setiap orang memiliki pandangan masing-masing mengenai konflik. Ada yang mengidentikan konflik dengan sumber kehancuran. Namun adapula orang yang menganggap konflik sebagai suatu dinamika hidup yang "seru".
Konflik memiliki arti sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) yang bisa saling bersaing atau menyingkirkan satu sama lain.Â
Konflik dapat menjadi suatu media positif dalam meningkatkan kualitas hubungan atau relasi, sekaligus dapat menjadi media penghancur jika berada di tangan orang-orang yang ingin membawa kehancuran.
Sedari dulu konflik selalu terjadi di sekitar kita. Mulai dari konflik di tingkat negara, hingga masyarakat pun menjadi konsumsi sehari-hari untuk ditonton.Â
Isu SARA, politik, pemerintahan, sosial dan budaya dan masih banyak aspek lain dapat menjadi pokok utama dalam sebuah konflik.
Hidup kita pun selalu diselimuti oleh konflik dan hal tersebut bisa jadi membuat kita tak dapat memiliki kehidupan yang produktif, dikarenakan konflik menjadi pengganggu aktivitas.Â
Sebaliknya jika konflik ditangani dengan baik, akan menghasilkan suatu pembelajaran, meningkatkan kapasitas diri atau kelompok dan mempererat hubungan.
Secara umum, konflik disebabkan oleh ketidakcocokan atau perbedaan. Ada beberapa perbedaan yang dapat menghasilkan konflik, di antaranya adalah komunikasi, status sosial dan juga karakter pribadi.
Komunikasi yang buruk dapat menjadi sumber konflik yang luar biasa. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi verbal atau non-verbal yang baik, sopan dan saling menghargai terhadap lawan komunikasi agar dapat mencegah adanya konflik.
Perbedaan status sosial juga dapat menghasilkan konflik, jika salah satu pihak menganggap dirinya lebih hebat atau berada di atas pihak yang lain. Sebaliknya, konflik juga dapat terjadi jika seseorang menganggap dirinya lebih rendah dari pihak lain.Â
Dalam hal ini, dapat terjadi sikap saling merendahkan antara satu dengan yang lain, meremehkan, iri hati, dan lain sebagainya.
Karakter pribadi juga menjadi salah satu penyebab yang sering menghasilkan konflik. Semua orang memiliki karakter masing-masing dan karakter tersebut selalu berbeda. Perlu adanya saling memahami antara satu sama lain untuk mencegah terjadinya konflik.
Lantas bagaimana jika konflik sudah terlanjur terjadi? Apalagi jika konflik tersebut mengancam dan terindikasi mendatangkan kehancuran.Â
Tentu saja konflik tersebut harus ditangani dengan segera dan dengan cara yang tepat. Lalu, bagaimana cara menangani konflik?
Terdapat 5 cara yang dapat diterapkan dapat menangani konflik. Konflik dapat ditangani melalui gaya bersaing, kolaborasi, kompromi, menghindar atau mengakomodasi. Kelima gaya ini memiliki tingkat ketegasan dan kerja sama yang berbeda-beda.
Gaya bersaing merupakan upaya penanganan konflik yang memiliki tingkat ketegasan yang tinggi, namun memiliki tingkat kerja sama yang rendah.Â
Pihak yang merasa dirinya benar atau yang memiliki dominasi dalam suatu konflik dapat memaksa kehendaknya dengan cara yang positif dalam menyelesaikan suatu konflik. Dalam gaya penyelesaian ini dapat terlihat bahwa akan ada pihak yang kalah dan pihak yang menang.
Gaya kolaborasi merupakan upaya penanganan konflik yang memiliki tingkat ketegasan dan kerja sama yang sama-sama tinggi. Dalam gaya ini, kedua pihak yang berkonflik menganggap bahwa konflik tersebut harus diselesaikan secara bersama-sama.Â
Semua pihak akan bersama menyalurkan pemikirannya dan merumuskan suatu strategi pemecahan masalah beredasarkan hasil kolaborasi pemikiran mereka.
Gaya menghindar merupakan upaya penanganan konflik yang memiliki tingkat ketegasan dan kerja sama yang sama-sama rendah.Â
Salah satu atau kedua belah pihak tidak tertarik atau tidak memiliki kemauan dalam menyelesaikan suatu konflik sehingga "menghindar" menjadi suatu zona yang nyaman bagi pengguna gaya ini.Â
Gaya ini juga dapat diterapkan dalam rangka menunda sementara penyelesaian konflik demi menunggu kondisi atau situasi yang benar-benar tepat dan kondusif untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Gaya mengakomodasi merupakan upaya penanganan konflik yang memiliki tingkat ketegasan yang rendah dan tingkat kerja sama yang tinggi.Â
Dalam gaya ini, salah satu pihak sadar bahwa pihak yang lain memiliki solusi yang lebih baik ataupun dirinya ingin menghindari konflik secara berlarut dengan cara mengalah.
Gaya-gaya penanganan konflik tersebut dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Dalam menyelesaikan konflik dibutuhkan kebijaksanaan dan kerendahan hati serta kondisi saling menghargai antar sesama.Â
Dengan mengetahui cara menangani konflik, kita dapat mengelola konflik yang ada dengan cara yang tepat, sehingga konflik tersebut tidak berdampak buruk, namun menghasilkan efek yang positif.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H