Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Health Promoter

Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Warisan Terbaik

5 Juni 2019   21:57 Diperbarui: 5 Juni 2019   22:14 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Peter bersiap-siap untuk memulai perjalanannya. Sebagai syarat jika ingin mendapatkan harta warisan ayahnya, ia harus pergi ke suatu tempat yang ditunjukkan ayahnya.

Peter merupakan anak tunggal dari seorang bangsawan kaya raya. Sebagai ahli waris yang sudah dewasa, iapun tidak sabar untuk mendapatkan jaminan kekayaan dari sang ayah.

Sang ayah yang sudah berada di usia senjapun memberikan syarat jika ia ingin mendapatkan warisan tersebut. Peter harus pergi mengambil buku milik sang ayah pada seorang temannya yang berada di suatu daerah di pedalaman hutan.

Memiliki sifat yang manja dan tidak sabaran, membuat perjalanan akan menjadi cukup berat. Namun Peter harus melaksanakan syarat tersebut jika ingin tetap mendapatkan warisan sang ayah.

Setelah berpamitan, perjalananpun dimulai. Perjalanannya hanya ditemani oleh seekor kuda dan bekal yang diperlukannya. Untuk sampai ke tempat tersebut, ia harus melewati jalan-jalan yang begitu sulit dan terjal.

"Ah, ayah sungguh kejam terhadapku. Apakah ia sengaja ingin membiarkanku mati di perjalanan ini?" keluh Peter.

Perjalanan terus ia lakukan, hingga di suatu hutan, ia bertemu sebuah rumah tua. Setelah mengetuk rumah tersebut, tampak seorang lelaki tua keluar dari dalamnya. 

Sepanjang perjalanan, orang-orang telah memperingati Peter bahwa lelaki tua itu sangat jahat dan tidak akan melepaskan siapapun yang bertamu ke rumahnya. Orang yang datang ke rumahnya akan ia tawan dan dipekerjakan sebagai pembantu.

"Siapa namamu nak? Apakah kamu tidak mendengarkan tentang aku dari orang-orang di desa?" Tanya lelaki tua itu dengan wajah yang serius.

"Nama saya Peter. Saya mencari seseorang yang bernama Meo. Ayahku berkata bahwa aku harus mengambil sebuah buku dari padanya." Jawab Peter dengan gemetar karena cukup takut.

"Akulah orang itu anak muda. Namun, jika kamu ingin mendapatkan buku tersebut, kamu harus membantuku dulu menggali sumur di depan sana." Kata lelaki tua itu sambil menunjuk ke arah sumur yang baru saja mulai digali olehnya.

"Tapi aku harus secepatnya mendapatkan buku tersebut. Aku tidak punya waktu berlama-lama di sini." Ujar Peter.

"Ya sudah. Kalau begitu pulanglah. Aku tidak akan memberikannya padamu." Bantah sang lelaki tua.

Dengan terpaksa, Peter lalu membantu lelaki itu menggali sumur di depan rumahnya. Butuh waktu hingga berbulan-bulan bagi Peter untuk membantu lelaki itu.

Hari demi hari dilewati dengan rasa capek dan kelelahan. Iapun tinggal bersama lelaki itu beberapa waktu lamanya.

Nampaknya sumur tersebut sangat dalam. Sudah lama sekali Peter membantu kakek Meo, namun belum juga ada air yang keluar dari sumur tersebut.

"Wahai kakek. Sudah lama sekali aku membantumu. Namun sumur ini tidak juga mengeluarkan air, padahal galiannya sudah sangat dalam." Peter kembali mengeluh.

"Sabarlah. Jika kamu menginginkan buku  milik ayahmu, teruslah menggali sumur itu." Jawab kakek Meo dengan santai.

Peter lalu terus menggali sumur tersebut, hingga suatu waktu, ia menemukan sebuah peti kecil. Dengan cepat ia memberitahu kakek tersebut mengenai hal yang ia temui. Ia lalu menunjukkan peti kecil itu pada kakek tersebut.

"Hai kakek, bukannya air yang didapat, malahan peti ini yang ditemukan." Keluh Peter lagi-lagi.

"Janganlah engkau mengeluh. Cobalah buka peti tersebut dan lihat isinya." Sahut sang kakek.

Tanpa berlama-lama, Peter membuka peti tersebut. Ia tak menyangka, ada sebuah buku di dalam peti tersebut.

"Buku tersebutlah yang ayahmu inginkan. Buku tersebut sekarang menjadi milikmu anak muda." Ucap kakek tersebut tersenyum.

Saat mereka sedang berbincang-bincang, air lalu keluar dari dalam sumur galian tersebut. Mereka berdua lalu bersukaria bersama.

"Mengapa ayahmu menyuruhmu untuk datang mengambil buku ini?" Tanya kakek Meo.

"Sebenarnya buku ini adalah syarat jika aku menginginkan warisan dari ayahku. Apakah kakek mengetahui apa isi buku ini?" ujar Peter.

"Buku tersebut sudah menjadi milikmu sekarang. Cobalah dibuka dan lihat sendiri isinya." Sahut sang kakek.

Peter lalu membuka buku tersebut dan mulai membaca isinya lembar demi lembar. Ia kaget dengan isi buku tersebut. Ternyata buku tersebut merupakan catatan harian ayahnya saat berjuang dari kehidupan yang susah, hingga bisa menjadi seorang bangsawan yang kaya raya.

Di akhir buku tersebut, ada sebuah kalimat yang membuat Peter sadar bahwa ayahnya begitu mengasihinya dan ingin agar ia bertumbuh menjadi seorang yang kuat dan pantang menyerah.

"Jika buku ini telah dibaca olehmu, maka selamat, kamu telah belajar akan arti pantang menyerah dan keberanian. Kamu sudah pantas menjadi ahli waris dari semua kekayaanku." Begitulah isi kalimat terakhir pada buku milik sang ayah.

Keesokan harinya, Peter lalu berpamitan pada kakek Meo yang telah mengajarkan banyak hal padanya. Perjalanan menuju rumah ayahnya dilewatinya dengan penuh semangat. Meski banyak sekali jalan terjal selayaknya ia datang, namun ia telah terbiasa melalui semuanya.

Ia lalu tiba di rumah sang ayah. Banyak anak buah ayahnya menyambut Peter dan menjamunya bak seorang anak hilang yang telah kembali. Sang ayahpun ikut menyambutnya.

"Bagaimana? Apakah kamu berhasil mendapatkan bukunya, nak?" Tanya sang ayah.

"Ia ayah. aku berhasil." Jawab Peter sambil menyodorkan buku tersebut dengan penuh sukacita.

"Baiklah. Sekarang, aku akan mewariskan semua harta kekayaanku padamu." Sahut ayah Peter.

Belum selesai sang ayah berbicara, Peter lalu memeluk ayahnya dan meminta maaf karena telah menjadi anak yang hanya tahu menuntut kekayaan dari sang ayah, tanpa mengetahui perjuangan sang ayah dalam meraih hal tersebut.

"Terima kasih ayah. Aku tidak lagi membutuhkan segala kekayaan ini. Bagiku, warisan terbaik yang telah kamu berikan adalah pelajaran hidup yang engkau berikan bagiku." Ujar Peter yang telah menjadi seorang yang bijaksana.

Kelak, Peter akan menjadi seorang yang sangat kaya raya dan baik hati. Ia meraihnya dengan usahanya sendiri. Selain itu, para anaknya juga dididik untuk menjadi pribadi yang pantang menyerah dan berani seperti didikan kakek mereka.

Kupang, 5 Juni 2019

Harry Dethan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun