Jika sudah berbicara, mulutnya seperti tidak bisa berhenti. Utha yang sudah memahami sahabatnya, hanya bisa mendengarkan saja dan duduk diam. Jika ditegurpun, pasti argumennya akan kalah dari si Noldi.
Sembari terus berbicara, mereka berdua tiba-tiba dikagetkan dengan seekor anjing hitam besar yang sudah berada di belakang mereka. Padahal sedari tadi, mereka tidak mendengar suara gonggongan seekor anjingpun. Tangan dari Noldi lalu terkena gigitan si anjing hitam besar tersebut.
Dengan refleks, kedua pemuda yang juga pelari tersebut lansung berlari secepatnya. Anjing tersebut terus mengejar mereka hingga ujung gang. Dengan rasa kaget dan takut yang bercampur, kecepatan lari mereka juga bertambah. Tanpa sadar, ketika melihat ke belakang, mereka sudah tidak lagi dikejar oleh anjing tersebut.
"Noldi, tanganmu terluka. Ayo pergi ke klinik di dekat lapangan untuk mengobati lukamu." Ucap Utha dengan napas yang masih terengah-engah.
Mereka berdua lalu pergi ke klinik di dekat lapangan kompleks rumah mereka untuk mengobati luka di tangan si Noldi. Dokter yang berada di klinik tersebut juga tinggal di sekitar kompleks mereka.
"Noldi, tanganmu kenapa?" Tanya si dokter.
"Digigit anjing pak dokter." Pertanyaan tersebut dijawab oleh Utha.
Sambil membahas tentang anjing tersebut, sang dokter terus mengobati luka di tangannya. Noldi tampaknya masih kaget dengan kejadian tadi.
"Kok bisa yah? Padahal tidak ada suara gongongan sama sekali yang terdengar. Tiba-tiba saja tanganku sudah digigit. Padahal kalau anjing galak, harusnya suara gonggongannya besar." Ucap Noldi dengan wajah yang terlihat kebingungan.
"Lah memangnya kamu tidak tahu? Segalak-galaknya anjing yang suka menggonggong, lebih galak lagi anjing yang lansung menggigit. Anjing yang biasanya menggoggong, akan jarang sekali menggigit orang. Beda dengan anjing yang benar-benar galak. Tanpa menggonggong, ia akan lansung mengejar dan menggigit orang lain." Jawab pak dokter tersebut.
Setelah diobati, mereka lalu lekas pulang. Diperjalanan pulang, Noldi hanya terdiam. Tak satu katapun ia ucapkan. Mulut yang biasanya tidak bisa berhenti bicara tersebut, kali ini diam seribu bahasa.