Dahulu, desa dan kota terbentuk secara alamiah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Sungai adalah urat nadi perekonomian masyarakat. Semua aspek ekonomi, sosial budaya dan tradisi masyarakat semuanya bersandar di sungai.
Muara Teweh terletak di tepi sungai Barito tepat di muara sungai Tewe, cek screenshot google map di bawah. Kota Muara Teweh identik dengan dua kelurahan yaitu kelurahan Melayu dan Lanjas.Â
Sementara daerah muara sungai Tewe mencakup paling tidak 4 kelurahan dari dua Kecamatan. Kelurahan Lanjas dan Melayu di Kecamatan Teweh Tengah, dan Kelurahan Jingah dan Jambu di Kecamatan Teweh Baru.
Dahulu warga di dua kecamatan yang dibelah oleh sungai Barito ini berinterasi untuk berbagai aktivitas sehari-hari menggunakan alat transportasi perahu kelotok atau jukung.
Sekarang, di sungai Barito telah dibangun Jembatan KH. Hasan Basri dan Jembatan Pangulu Iban, sementara di sungai Tewe sudah dibangun jembatan Sei Tewe, perlahan tapi pasti mobilitas masyarakat berganti dengan sepeda motor atau mobil.
Pembangunan jalan dan jembatan membuat struktur kehidupan masyarakat yang tadinya bersandar ke sungai pun sedikit demi sedikit ditinggalkan.
Demi memajukan wisata daerah dan menjaga budaya dan tradisi masyarakat di pinggir sungai, perlu dipertimbangkan untuk membuat desa wisata atau kawasan wisata di area muara sungai Tewe yang mencakup empat kelurahan tadi.Â
Kearifan lokal adalah roh utama dalam pengelolaan desa wisata. Nilai kearifan lokal terwujud dalam masyarakat melalui nilai keunikan budaya maupun tradisi yang dimiliki oleh masyarakat, nilai keotentikan yang sudah mendarah daging dalam budaya masyarakat setempat, serta keaslian nilai-nilai tradisi yang muncul di masyarakat. Nilai- nilai ini yang akan menarik wisatawan mengunjungi Desa Wisata (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
Atraksi wisata pertama wisata muara sungai Tewe adalah minum kopi dan menikmati kue-kue tradisional di kafe lanting, setelah puas bersantai, pengunjung kemudian menyeberangi sungai Barito menggunakan kelotok/perahu kecil dari Pelabuhan di Kota Muara Teweh.
Motoris kelotok yang kehilangan pekerjaan karena adanya jembatan Pangulu Iban bisa bekerja kembali dan terlibat dalam mendukung wisata muara sungai Tewe ini.
Di sungai Barito ini, pengunjung bisa menyaksikan keindahan Jembatan Pangulu Iban dan Mesjid Islamic Center. Tepat di tengah sungai Barito, wisatawan bisa selfie dengan latar belakang Jembatan Pangulu Iban dan kota Muara Teweh.
Dan untuk latar belakang tersedia view jembatan Pangulu Iban, Water Front City, Mesjid Islamic Center dan rumah-rumah Lanting yang berwarna warni. Saya sendiri lebih menyukai background rumah lanting pelangi.
Pemerintah Kabupaten Barito Utara memang pernah mencat warna warni rumah-rumah lanting di pinggir Sungai Barito untuk keindahan kota.
Dari atas kelotok, pengunjung bisa menyaksikan nelayan sedang melemparkan jala-nya, atau pemancing yang sabar menunggu ikan memakan umpan pancingnya.
Bila tiba waktu makan, salah satu pemilik lanting sebaiknya membuka warung makan dengan menu tradisional. Wisatawan bisa sekaligus merasakan nikmatnya ikan Patin segar dari sungai atau keramba pemilik Lanting. Bahkan bila perlu pengunjung bisa ikut memanen/memancing ikan di keramba, mantap kan?
Perjalanan kelotok dilanjukan ke kelurahan Jambu, tepatnya di spot sungai Tewe, Wisatawan disuguhi rumah lanting berjejer sepanjang kampung Manggala. Rumah lanting di sini alami tanpa cat pelangi namun tentu tidak mengurangi keindahannya.
Kedepan, guna memperindah tampilan jejeran rumah lanting, pemerintah daerah bisa memberikan bantuan perbaikan lanting terutama untuk lanting-lanting keluarga tidak mampu. Selain itu lanting WC juga perlu sentuhan pemerintah untuk memperindahnya.
Wisatawan juga bisa menyaksikan pemilik lanting yang yang biasanya nelayan membuat jala-nya sendiri. Proses pembuatan jala secara tradisional tentu menarik bagi orang yang ingin merasakan sensasi wisata sungai.
Bila musim ikan Saluang, nelayan ramai menjala di lanting. Nelayan dan masyarakat umum bahkan ramai-ramai menjala di pantai pinggir sungai, tentu wisatawan bisa ikut merasakan pengalaman melemparkan jala dan memanen ikan Saluang, sayangnya hanya di waktu tertentu bisanya setelah banjir pasang sungai Barito.
Di sisi Karengan, sungai Tewe juga masih ada masyarakat yang membuat perahu, kelotok, jukung dan sarana transportasi sungai lainnya. Pembuatan perahu masih dengan cara sederhana, hand made, bukan pabrikan. Tentu pembuatan perahu bisa menjadi tambahan atraksi wisata sungai Tewe.
Atraksi lain yang bisa dinikmati wisatawan di lanting adalah masyarakat yang menjemur berbagai ikan sungai untuk dijadikan ikan kering. Tentu saja ikan keringnya bisa dibeli sebagai oleh-oleh dengan harga yang murah karena langsung dari nelayan.
Di Karengan Kelurahan Jambu, Sudah ada toko oleh-oleh khas Tewe yang menjual souvenir seperti senjata Mandau, perisai dan rambat (tas tradisional dari rotan). Wisatawan juga bisa membeli ramuan dari pohon, daun dan akar-akaran dan dipergunakan secara turun temurun sebagai obat tradisional masyarakat.
Ada banyak tanaman obat dari akar-akaran dalam tradisi masyarakat dayak. Salah satunya adalah akar Bajakah yang sempat menjadi buah bibir ketika tiga siswa SMAN 2 Palangka Raya Kalteng memenangkan medali emas di Korea Selatan atas karya ilmiah mereka tentang khasiat akar Bajakah.
Masih di Karengan, Dayakmart bekerjasama dengan Koperasi Produsen Barito Raya juga memproduksi ramuan dari akar Bajakah untuk menyembuhkan kanker dan sudah dikemas sehingga bisa langsung diseduh dengan air panas dan dinikmati layaknya teh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H