Mohon tunggu...
Harry Darmawan Hamdie
Harry Darmawan Hamdie Mohon Tunggu... Relawan - PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja Kab. Barito Utara, Inisiator Beras Berkah Muara Teweh Kalteng.

PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah. Inisiator Komunitas Beras Berkah di Muara Teweh Kalteng dan Ketua Yayasan Beras Berkah Muara Teweh.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rumah Sarang Burung Walet, Tetap Menggoda di Tengah Kendala

3 Mei 2024   08:42 Diperbarui: 3 Mei 2024   13:13 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Sarang Burung Walet di belakang rumah penduduk, Kel. Jambu/Dokpri

Peternakan atau budi daya sarang burung walet adalah salah satu usaha yang digandrungi masyarakat. Pada bulan Februari 2018 berdasarkan data yang kami dapatkan dari Kepala Desa se-Kabupaten ada 1.842 rumah sarang burung walet (RSBW) dan bila didata kembali kami yakin tidak kurang dua ribu RSBW yang ada di Kabupaten Barito Utara saat ini.

Harga sarang burung walet yang tinggi dan proses bisnis yang tidak rumit adalah alasan kenapa banyak masyarakat yang menggeluti usaha sarang burung walet. Bayangkan harga satu kilo sarang burung bisa mencapai 10 sampai 15 juta rupiah, bisnis yang menggiurkan.

Antusias masyarakat membuat RSBW masih terasa di Kelurahan Jambu. Pada akhir bulan April, kami melaksanakan pengawasan Perda Izin Pengelolaan Rumah Sarang Burung Walet di Kelurahan Jambu. Di Kelurahan Jambu sekarang ada 107 RSBW, padahal ditahun 2018 hanya 74 RSBW.

Membangun RSBW tidaklah murah karena bangunan yang dibutuhkan harus memenuhi spesifikasi luas dan ketinggian tertentu. Untuk menyiasati mahalnya bangunan RSBW, banyak RSBW yang dibuat dari kayu karena RSBW yang dibuat dari beton membutuhkan uang tidaklah sedikit.

Bahkan beberapa RSBW dibuat di atas rumah tinggal. Tentu rumah tinggal yang masih dihuni keluarga dan dijadikan RSBW di lantai atasnya memiliki resiko baik resiko runtuh maupun resiko kesehatan penghuninya.

Investasi yang ditanam masyarakat di RSBW tidaklah sedikit. Investasi yang besar, sebesar harapan masyarakat bahwa burung walet akan memasuki RSBW yang dibuat dan meneteskan liurnya yang berharga mahal.

Potensi sarang burung walet, yang terbuat dari air liur itu memang bukan main-main bayangkan saja di tahun 2019, menurut Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Palangka Raya, Potensi sarang burung walet di Kalteng adalah 150 ton! yang bila dikalikan 10 juta saja menjadi Rp.1,5 Triliun. Bisa cek beritanya di sini.

150 ton itu pun yang bisa terpantau pemerintah, sementara yang tidak terdata karena dari kabupaten penghasil seperti Barito Utara bisa langsung mengirimkan ke daerah lain (Kalsel atau Kaltim) angkanya juga banyak.

Fakta-Fakta di Lapangan

Namun, euforia sarang burung walet yang serba menguntungkan dan membuat peternak kaya raya, kenyataannya di lapangan juga tidak sementereng itu.

Banyak pemilik RSBW di Kelurahan Jambu mengeluh burung walet tidak kunjung datang dan bersarang, padahal RSBW sudah bertahun-tahun dibangun. Ada juga  yang burung waletnya sudah masuk namun belum mendapatkan hasil yang memadai.

Kekecewaan bahwa burung walet yang tidak masuk ke RSBW, lebih terasa bagi peternak yang membuat RSBW-nya dengan berhutang, apalagi hutang kepada rentenir.

Kecil kemungkinan bank memberikan kredit untuk pembuatan RSBW. Biasanya jenis kredit lain tapi digunakan untuk pembuatan RSBW atau Kredit konsumtif untuk investasi. Bank pasti mengerti risiko RSBW cukup besar, sesuai dengan return-nya yang juga besar bila berhasil.

Selain itu, RSBW yang dibangun dari kayu juga rentan terbakar. Di Barito Utara beberapa kali terjadi kebakaran rumah dan RSBW atau hanya RSBW yang terbakar. Pada tahun 2023 paling tidak ada dua kejadian kebakaran rumah dan RSBW, beritanya bisa di cek di sini dan di sini.

RSBW di atas rumah sendiri/Dokpri
RSBW di atas rumah sendiri/Dokpri

Selain risiko kebakaran, RSBW juga sering menjadi sasaran maling. Meskipun RSBW sudah berpagar, menggunakan CCTV, dengan dinding dan fondasi beton.

Tapi karena harga sarang burung yang tinggi maling tampaknya pantang mundur berbuat jahat, terutama untuk RSBW yang di luar kota atau luar kampung. Bahkan, menurut salah satu pemilik RSBW di Jambu, bahkan di dalam kampung juga pernah terjadi pencurian sarang burung walet.

Peredaran sarang burung walet yang bebas tanpa pengawasan pemerintah juga mengakibatkan maling bebas melakukan aksinya. Sebagian besar RSBW tidak ada izinnya dan tidak ada surat menyurat yang membuktikan kepemilikan sarang burung, sehingga maling bebas bertransaksi.

Meskipun perda izin pengelolaan RSBW sudah ada sejak 2011 tampaknya perda tersebut tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Banyak RSBW tidak mengindahkan ketentuan di dalam perda dan tindakan hukum terhadap pelanggaran pun tidak dilakukan. 

Waktu membunyikan suara pemikat burung walet pun diatur di dalam perda, namun kenyataannya tidak ada yang mematuhinya. Padahal kadang-kadang RSBW terletak berdekatan dengan sekolah, kantor pemerintah bahkan rumah ibadah.

Seperti juga masalah RSBW yang tidak berizin, sebagian besar pemilik RSBW juga tidak membayar pajak. Pajak sarang burung pun diatur di perda Pajak Daerah sejak 2011 namun kenyataannya yang membayar pajak bisa di hitung dengan jari tangan manusia.

Kebijakan yang Perlu Dipertimbangkan

Investasi masyarakat yang sudah tertanam di RSBW cukup besar. Harapan masyarakat akan keberhasilan RSBW-nya juga sangat tinggi. Dan bila berhasil maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Meskipun begitu pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat lain, yang mungkin terganggu dengan polusi bunyi dari RSBW. Bisa juga mengancam keselamatan masyarakat karena RSBW yang tidak laik bangun. Bahkan bisa jadi ada ekses kesehatan dari adanya RSBW di sekitar mereka.

Salah satu RSBW /Dokpri
Salah satu RSBW /Dokpri

Menimbang berbagai hal tersebut, dalam rangka membantu peternak sarang burung walet, pemerintah bisa melakukan pelatihan pengelolaan RSBW yang tidak hanya memperbesar peluang keberhasilannya tapi juga membuat RSBW yang lebih aman dan sehat.

Hasil pengawasan yang kami lakukan juga mendapatkan kenyataan bahwa perda izin RSBW yang dibuat dalam rangka merespons maraknya pembangunan RSBW perlu dievaluasi, selain itu memang perdanya sudah cukup lama (2011).

Izin RSBW harus didapatkan dengan lebih mudah. Pemerintah daerah harusnya jemput bola sehingga masyarakat lebih tenang dalam berusaha karena sudah berizin. Selain mudah, izin juga harus dibuat murah, jangan dikait-kaitkan dengan kewajiban lain misalnya pajak reklame (untuk apa RSBW memakai reklame?) bahkan Pajak Bumi dan Bangunan.

Di sisi pajak daerah, bila UU pajak daerah masih mengizinkan, tarif pajak sarang burung walet sebaiknya diturunkan. Pemerintah sebaiknya melakukan ekstensifikasi dengan mengumpulkan lebih banyak data wajib pajak pemilik RSBW. Bertambahnya wajib pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Kebijakan ekstensifikasi berarti pemerintah daerah mengharapkan pertumbuhan dari usaha masyarakat. Berbeda dengan kebijakan intensifikasi dengan menaikkan tarif pajak dan penerimaan pajak serta membebani izin usaha RSBW untuk membatasi pertumbuhan RSBW dan mengurangi dampak pembangunan RSBW.

Memperhatikan minat masyarakat yang tinggi membuat RSBW, pemerintah harus bijaksana dalam memformulasikan kebijakannya, jangan sampai perda menjadi macan ompong, tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun