Mohon tunggu...
Harry Darmawan Hamdie
Harry Darmawan Hamdie Mohon Tunggu... Relawan - PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja Kab. Barito Utara, Inisiator Beras Berkah Muara Teweh Kalteng.

PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah. Inisiator Komunitas Beras Berkah di Muara Teweh Kalteng dan Ketua Yayasan Beras Berkah Muara Teweh.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

9 Perihal Seragam Sekolah yang Perlu Dikaji Lagi

24 April 2024   12:16 Diperbarui: 24 April 2024   13:58 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama siswa SMP di Barito Utara (Dok. pribadi)

Seseorang yang saya kenal memilih sekolah dasar untuk anaknya dengan pertimbangan berapa biaya uang seragam sekolah yang harus dibayar, bukan jarak dari rumah ke sekolah atau nilai akreditasi sekolah.

Mahalnya biaya seragam sekolah swasta mungkin kita dapat maklumi, seragam sekolah adalah salah satu sumber pendapatan sekolah. Bayangkan seragam hari senin sampai sabtu bisa berbeda beda, berarti ada 6 stel pakaian yang harus dibeli.

Di sekolah negeri harusnya tidak seperti itu. Tapi bila seragam sekolah yang harus dibayar mahal, tentu harus menjadi perhatian semua orang bukan hanya orang tua siswa, tapi juga tenaga pendidikan dan pengambil kebijakan.

Berberapa kebijakan terkait seragam sekolah yang menurut saya perlu dipertimbangankan kembali :

Pertama, Pakaian pramuka di hari sabtu untuk seragam sekolah juga sebaiknya diganti dengan pakaian putih merah, mengurangi macam seragam sekolah. Toh, pramuka sudah bukan ekstrakulikuler wajib lagi di sekolah dasar negeri.

Kedua, Beberapa sekolah saya perhatikan mewajibkan memakai rompi mungkin untuk variasi rompi batik agar anak tidak bosan. Saya yang sekolah dasar di tahun 80an sampai SMA ditahun 90 tidak pernah merasa ada masalah meskipun tanpa rompi batik.

Ketiga, Sekarang malah ada sekolahan yang menggunakan seragam ala ala jas, sungguh selain membuang uang pakaian seperti ini juga tidak cocok dengan iklim tropis di Indonesia. Apalagi sebagian besar sekolah kita juga tidak memakai Air Conditioner (AC).

Keempat, seragam sekolah disediakan oleh Koperasi sekolah. Di Surabaya, pernah dilarang koperasi sekolah berjualan seragam sekolah. Kalo menurut saya selama harganya wajar/sama seperti di pasar, koperasi boleh menjual seragam sekolah.

Sekolah seharusnya tidak mewajibkan orang tua siswa untuk membeli seragam sekolah di koperasi sekolah, malah koperasi bisa membantu orang tua siswa untuk mencicil seragam sekolah anaknya di koperasi. 

Sehingga tercipta hubungan saling menguntungkan antara orang tua siswa dengan guru. Koperasi sekolah yang anggota guru, bila memperoleh keuntungan berarti meningkatkan kesejahteraan guru juga. 

Kelima, Seragam sekolah haruslah semurah mungkin, membentuk forum musyawarah antara orang tua siswa (komite sekolah) dengan koperasi sekolah atau sekolah yang membahas harga seragam setiap tahun dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan.

Keenam, Sekolah tanpa seragam sekolah juga tidak dapat menjadi alternatif agar biaya seragam tidak menjadi beban orang tua siswa, sekolah yang bercampur antara yang kaya dan miskin tanpa seragam sekolah malah menimbulkan ketimpangan. 

Ketujuh, untuk SD dan SMP yang masih dikelola oleh pemerintah daerah, rasa-rayanya tidak terlalu berat bila mengalokasikan dana untuk mensubsidi seragam sekolah paling tidak ketika tahun pertama anak masuk sekolah. 

Artinya paling tidak dikelas 1 dan kelas 7. Di sekolah dasar bisa diberikan 2 kali di kelas 4 umpamanya. Bila dananya ada sekalian lah dengan sepatu dan perlengkapan lainnya. 

Kedelapan, Dinas Pendidikan bahkan bisa berkolaborasi dengan pihak swasta untuk paling tidak membantu kebutuhan dasar seragam tadi. Pendidikan seharusnya ditempatkan sebagai prioritas utama program CSR perusahaan.

Kesembilan, sampai hari ini, di Kabupaten saya, meskipun polemik seragam sekolah sempat rame, tapi tidak ada calon kepala daerah yang menawarkan program seragam sekolah gratis untuk SD dan SMP padahal baliho pencalonan sudah banyak bermunculan. 

Tunjukan dong citra pemimpin yang berpihak kepada pendidikan dan kepada orang yang tak mampu, setuju?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun